Suara.com - Film produksi Korea Selatan berjudul No Other Choice masih tayang di Indonesia meski terbatas.
Untuk film Korea, No Other Choice sebenarnya cukup lama bertahan di layar bioskop-bioskop Tanah Air, yakni sekitar dua pekan.
Salah satu daya tarik No Other Choice ialah fakta bahwa film garapan sutradara Park Chan Wook tersebut menjadi wakil Korea Selatan untuk kategori Best International Feature Film Oscar 2026.
Sementara Indonesia 'mengirim' film Sore: Istri dari Masa Depan garapan Yandy Laurens.
Sayangnya apabila dibandingkan dengan Parasite yang berhasil membawa pulang Piala Oscar tahun 2020, No Other Choice terbilang sepi penonton di Indonesia.
Film tentang Pengangguran yang Gak Punya Pilihan
No Other Choice mengisahkan tentang keluarga Man Soo dan Mi Ri bersama dua anak dan dua anjing mereka.
Kehidupan mereka semula berkecukupan. Mi Ri menjadi ibu rumah tangga yang mengisi waktu luangnya dengan main tenis.
Man Soo dan Mi Ri juga ikut klub dansa bersama.
Kehidupan mereka berubah saat Man Soo yang bekerja selama 25 tahun di sebuah perusahaan pembuat kertas dipecat.
Man Soo berjanji akan mendapat pekerjaan dalam waktu tiga bulan. Namun janji itu tidak dapat ditepatinya sampai 13 bulan setelahnya.
Mi Ri lantas mengambil tindakan: berhenti main tenis. Dua mobil mereka pun dijual, diganti dengan satu mobil tua second.
Rumah masa kecil yang dibeli dan direnovasi Man Soo dengan susah payah pun terpaksa diiklankan melalui agen untuk dijual.
Keadaan yang semakin tak terkendali membuat Man Soo berusaha keras untuk kembali mendapat pekerjaan.
Sebuah pernyataan Mi Ri sang istri membuat Man Soo mendapatkan ide bagaimana cara menyingkirkan pesaing-pesaingnya.
Semua ini bukan spoiler karena dapat ditonton melalui trailer filmnya ya!
Dibandingkan dengan Parasite
Fakta bahwa No Other Choice dikirim ke Oscar 2026 membuatnya tidak bisa menghindar untuk dibanding-bandingkan dengan Parasite.
Secara jalan cerita pun hampir sama, yaitu tentang keluarga yang ingin keluar dari kemiskinan.
Bedanya keluarga di film No Other Choice pernah hidup nyaman, dan berusaha mendapatkannya lagi. Sementara keluarga film Parasite sejak semula memang miskin.
Persamaannya, keluarga di film No Other Choice maupun Parasite sama-sama melakukan 'berbagai cara' untuk mencapai tujuan mereka.
Sayangnya jumlah penonton film No Other Choice kalah jauh dengan Parasite.
Pada 14 Oktober 2025, hanya tersisa 76 showtime di seluruh Indonesia.
Cinepoint terakhir meng-update jumlah penonton No Other Choice pada 12 Oktober, sebanyak 41.890.
Sementara Parasite berhasil mengumpulkan 700 ribu penonton saat tayang di Indonesia pada 21 Juni 2019.
Parasite pun disaksikan lebih dari 10 juta penonton di Korea Selatan, sedangkan No Other Choice baru 2,6 jutaan.
![Ilustrasi Review Film No Other Choice. [Suara.com/Ema]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/10/17/19176-ilustrasi-review-film-no-other-choice.jpg)
Menurut saya, No Other Choice memang kurang menegangkan ketimbang Parasite yang cukup berhasil memberi rasa mencekam para penontonnya.
Sebab No Other Choice memberikan banyak suguhan komedi sehingga terasa jauh lebih 'ringan' apabila dibandingkan dengan Parasite.
Begitu pula ketika No Other Choice dibandingkan dengan film-film garapan Park Chan Wook yang lain.
Saya baru menonton The Handmaiden sehingga hanya bisa membandingkan dengan film yang dibintangi Kim Tae Ri tersebut.
No Other Choice dan The Handmaiden sama-sama menunjukkan ciri khas film-film garapan Park Chan Wook. Mulai dari pengambilan gambar, scoring (musik), serta cerita yang nyeleneh.
Saya sempat nggak paham maksud karakter Man Soo saat membuat lowongan kerja untuk mencari kandidat terbaik perusahaan pembuat kertas, lalu memilih tiga orang teratas.
Sebab saya tipe orang yang tidak membaca sinopsis dan menonton trailer sebelum menonton.
Padahal kalau menonton trailer-nya, sudah dijelaskan bahwa Man Soo berniat menyingkirkan kandidat terbaik saingannya.
Sudah nyeleneh, ditambah dark comedy. Park Chan Wook memang selalu nyeleneh!
Fyi, No Other Choice merupakan film adaptasi novel "The Ax" karya Donald E. Westlake tahun 1997.
Skenarionya ditulis Park Chan Wook sendiri bareng Don McKellar, Lee Kyoung Mi, dan Lee Ja Hye.
Hingga ulasan ini ditulis, skor film No Other Choice di Rotten Tomatoes masih 100 persen dari 60 reviews.
Oleh karena itu, tak mengejutkan apabila No Other Choice dinominasikan di Venice Film Festival 2025 bersama film Pieta garapan Kim Ki Duk.
Ini merupakan kali pertama film Korea Selatan berkompetisi di Venice Film Festival 2025 setelah 13 tahun loh!
Penuh Simbol dan Pesan Penting
Meski tidak se-puas setelah nonton Parasite, No Other Choice tetap saya rekomendasikan untuk ditonton.
Ceritanya sangat dekat dengan situasi saat ini, tentang sulitnya mencari pekerjaan hingga pencari kerja harus melakukan segala cara untuk mendapatkannya.
Walaupun cara yang dipilih karakter Man Soo di film No Other Choice tidak mungkin dan jangan ditiru ya!
No Other Choice menggambarkan pula kondisi dunia saat ini, yang mana manusia digantikan dengan mesin dan AI.
Yang saya suka dari film No Other Choice adalah pilihan angle pengambilan gambarnya.
Sudut-sudut yang dipilih belum umum digunakan sutradara lain, menjadikan karya Park Chan Wook selalu memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri dalam setiap karyanya.
Buat yang suka simbol-simbol pun, film No Other Choice punya banyak celah untuk dianalisa.
Misalnya alasan Man Soo diceritakan sakit gigi, dan akhirnya mencabut giginya dengan cara yang bikin ngilu di akhir film.
Hal itu tidak dijelaskan secara gamblang dalam film, membuat saya yang tidak bisa dan tidak suka menganalisa simbol cukup kebingungan.
Akting cast film No Other Choice juga tak perlu diragukan lagi.
Lee Byung Hun sebagai Man Soo dan Son Ye Jin sebagai Mi Ri memperlihatkan chemistry pasangan suami istri yang kuat.
Akting Park Hee Soon, Lee Sung Min (dan Yeom Hye Ran), serta Cha Seung Won pun tidak dapat dikesampingkan sebagai penguat cerita.
Aktor dan aktrisnya kelas A semua, 'Chungmuro' kalau istilah dalam bahasa Koreanya.
Setelah menonton, saya jadi tahu alasan judulnya 'No Other Choice' yang berarti 'Tidak Ada Pilihan Lain' serta poster yang memuat 6 cast dengan tambahan pohon di tengah-tengah mereka.
Poster dan judulnya benar-benar menggambarkan keseluruhan cerita No Other Choice.
Sebagai penutup, sebuah dialog dalam film No Other Choice cukup berkesan bagi saya. Dialog ini, saya rasa, juga menggambarkan keseluruhan film yang menceritakan tentang seorang pengangguran dalam mencari pekerjaan.
Dialog ini diucapkan seorang istri yang menghadapi suaminya yang jadi pemabuk sejak dipecat. Kurang lebih begini:
"Bukan kamu yang pengangguran yang jadi masalahnya, tetapi bagaimana cara kamu menghadapinya."
Selamat menonton!
Kontributor : Neressa Prahastiwi
Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.
Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah berhasil meraih 420 ribu penonton meski berhadapan dengan film The Conjuring.
Film Tinggal Meninggal lebih banyak mengajak penonton merenungi hidup ketimbang tertawa?
Weapons adalah film horor yang berani, cerdas, dan penuh emosi.
Pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran utama adalah bukti ketajaman mata Reza Rahadian sebagai sutradara.
nonfiksi
Deway, mahasiswa Kalbar di Jogja, belajar menenangkan kecemasan dan menemukan rumah di kota asing.
nonfiksi
Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.
nonfiksi
Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.
nonfiksi
Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.
nonfiksi
Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.
nonfiksi
Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?