Suara.com - Suara kendaraan pelan-pelan memudar ketika langkah kaki berhenti di depan sebuah studio mungil di pinggiran Yogyakarta. Dari balik kaca bening, aroma khas cat kuku bercampur wangi lotion memenuhi udara.
Di dalamnya, warna-warna pastel berjejer di rak kecil, membentuk gradasi yang menenangkan.
Di sudut ruangan, seorang perempuan muda duduk dengan konsentrasi penuh. Tangannya lincah menggambar pola halus di kuku pelanggan, sementara senyumnya tak pernah benar-benar hilang.
Namanya Vio, mahasiswa Ilmu Komunikasi semester lima di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, sekaligus pemilik usaha nail art kecil yang kini mulai ramai diperbincangkan di kalangan teman sebayanya.
"Awalnya hanya sekadar hobi, tapi semakin lama, saya merasa perlu mengembangkan keterampilan ini," katanya dengan nada yang pelan namun yakin.
Dari Cat Kuku ke Cita-Cita
Bagi Vio, keindahan bisa lahir dari hal-hal kecil. Sejak masa SMP, ia sudah senang bereksperimen dengan cat kuku milik ibunya.
Kadang hasilnya berantakan, tapi di situlah justru muncul rasa penasaran. Setiap desain jadi ruang bermain baru, tempat ia mengekspresikan diri dengan cara yang berbeda.
Setelah lulus SMA, dorongan dari teman-teman dan keluarga semakin kuat. Mereka melihat potensi yang bahkan sempat ia ragukan sendiri.
"Teman-teman saya yang pertama kali menyarankan buat mulai usaha," kenangnya.
Dari situ, Vio mulai mengumpulkan peralatan nail art sederhana, sebagian besar dibeli dari hasil tabungan kecilnya.
![Suasana studio nail art yang digunakan Vio. [Suara.com/ Laili Nur Fajar Firdayanti]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/10/17/93175-suasana-studio-nail-art-yang-digunakan-vio.jpg)
Menyulap Tantangan Jadi Proses Belajar
Membangun bisnis kecil di tengah jadwal kuliah yang padat tentu bukan hal mudah. Ada hari-hari di mana Vio harus memilih antara menyelesaikan tugas kelompok atau melayani pelanggan.
"Kadang saya bingung memilih antara kuliah atau kerja. Tapi orang tua selalu mengingatkan saya untuk tetap fokus pada pendidikan," ujarnya.
Dukungan itu membuatnya bertahan. Ia menata waktu sebaik mungkin, menyediakan jadwal layanan di hari libur atau setelah kuliah.
Ketika jadwal kuliah menumpuk, ia tak segan menolak beberapa pelanggan, meski terkadang terasa berat. Tapi semua itu ia anggap bagian dari perjalanan.
"Meski kadang kewalahan, saya selalu menemukan cara buat tetap waras," katanya sambil tertawa kecil.
Ia biasanya melepas stres dengan jalan-jalan singkat atau sekadar nongkrong bersama teman.
Kreativitas yang Terus Bertumbuh
Vio kini dikenal lewat desain nail art-nya yang ceria dan kekinian. Ia sering mencari inspirasi dari media sosial dan tren terkini, tapi selalu menambahkan sentuhan pribadinya.
"Saya lebih fokus pada anak-anak sekolah atau mahasiswa yang ingin tampil cantik dengan harga terjangkau. Hasilnya juga selalu saya jaga agar tetap memuaskan," jelasnya.
Awalnya belajar secara otodidak, Vio kemudian mulai mengikuti berbagai kursus dan workshop.
Setiap pengalaman baru memberinya teknik dan wawasan segar tentang dunia kecantikan yang terus berubah.
Dari situ, perlahan ia membangun identitasnya sendiri sebagai nail artist muda yang punya karakter.
Dari Mulut ke Mulut ke Media Sosial
Di era digital, kehadiran online adalah segalanya. Vio paham betul hal itu. Ia mulai memanfaatkan Instagram untuk memamerkan hasil karyanya, lengkap dengan foto-foto before-after yang estetik.
"Awalnya, promosi dari mulut ke mulut sangat membantu. Sekarang, saya juga bekerja sama dengan beberapa influencer untuk menjangkau lebih banyak orang," katanya.
Strateginya berhasil. Lewat unggahan yang konsisten dan gaya visual yang rapi, pelanggan mulai berdatangan bukan hanya dari teman kampus, tapi juga dari luar daerah.
Sebagian besar adalah remaja dan mahasiswa yang ingin tampil percaya diri dengan sentuhan kecil di ujung jari mereka.
Ruang Aman untuk Percaya Diri
Setiap pelanggan yang datang bukan sekadar mencari layanan, tapi juga pengalaman. Vio berusaha menciptakan suasana yang ramah dan nyaman, seolah sedang berkunjung ke rumah teman.
"Saya selalu mendapatkan pujian setelah selesai melakukan nail art. Itu membuat saya semakin semangat," tuturnya.
Salah satu pelanggan setianya, Khiran, mengaku sudah tiga kali datang ke studionya.
"Saya merupakan salah satu customer dari mni. nails. Bisa dibilang sudah lebih dari tiga kali saya nail art di mni.nails. Nail art di sana benar-benar worth it karena pelayanannya bagus dan juga ramah orangnya. Saat pertama kali datang, saya langsung disambut dengan baik dan langsung ditanya keinginan desainnya seperti apa. Untuk harganya pun relatif terjangkau sesuai dengan desain dan kesusahan proses pembuatannya. Kalau ditanya akan balik ke mni.nails lagi atau enggak, jawabannya iya karena saya sudah langganan nail art di sana."
Pelanggan lainnya, Parastylenia, memberikan komentar singkat namun tulus, "Bagus banget, Kak!"
Dari sana, Vio belajar bahwa nail art bukan cuma soal estetika, tapi tentang bagaimana seseorang bisa merasa lebih percaya diri dan dihargai lewat detail kecil yang indah.
![Nail art hasil karya Vio. [Instagramm/ mni.nails]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/10/17/28219-nail-art-hasil-karya-vio.jpg)
Mimpi yang Terus Diperluas
Kini, di balik meja kecil yang penuh botol cat kuku, Vio menyimpan mimpi besar.
"Saya sedang dalam proses untuk membuka studio di lokasi yang lebih strategis. Harapannya, lebih banyak orang yang mengetahui usaha saya," jelasnya.
Ia tidak berhenti belajar, terus menantang dirinya untuk berkembang. Bagi Vio, setiap garis tipis di kuku pelanggan adalah langkah kecil menuju versi dirinya yang lebih berani dan percaya diri.
Untuk teman-teman mahasiswa lain yang ingin memulai usaha, ia punya pesan sederhana:
"Semangatlah. Niat dan usaha adalah kunci. Jangan lupa berdoa dan minta saran dari orang lain."
Di tengah padatnya dunia kuliah dan dinamika kehidupan muda, Vio membuktikan bahwa karya kecil bisa membawa peluang besar.
Ia tumbuh bukan hanya sebagai nail artist, tapi juga sebagai simbol bahwa generasi muda bisa menciptakan ruang untuk diri sendiri, ruang yang berwarna, berani, dan penuh makna.
Kontributor : Laili Nur Fajar Firdayanti
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada 2024 mencatat timbulan sampah dari 323 kabupaten/kota mencapai lebih dari 35 juta ton per tahun.
Berikut beberapa tips sederhana untuk menghadapi culture shock saat mulai menjalani kehidupan kampus.
Minat mahasiswa Indonesia terhadap riset akademik berbasis data semakin meningkat.
CALIBER Challenge 2025 adalah wadah mahasiswa ciptakan solusi inovatif untuk industri rendah karbon di era Industri 4.0, mendukung net zero emission.
Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.
nonfiksi
Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.
nonfiksi
No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.
nonfiksi
Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.
nonfiksi
Mouly Surya dan Marsha Timothy kembali menunjukkan kerja sama yang memukau di film Tukar Takdir.
nonfiksi
Ada alamat di Jakarta yang tak tercatat di peta teror, namun denyutnya adalah neraka. Menelusuri 'Kremlin', ruang-ruang interogasi Orde Baru, dan persahabatan aneh di Cipinang
nonfiksi
Ingatan kolektif masyarakat tentang tapol PKI dari balik jeruji penjara Orde Baru telah memudar, seiring perkembangan zaman. Jurnalis Suara.com mencoba menjalinnya kembali.