Harap-Harap Cemas Penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia Di Balik Rencana Pemerintah Pangkas Anggaran
Home > Detail

Harap-Harap Cemas Penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia Di Balik Rencana Pemerintah Pangkas Anggaran

Bimo Aria Fundrika | Chandra Iswinarno

Jum'at, 14 Februari 2025 | 19:25 WIB

Suara.com - Kabar pemangkasan 10 persen anggaran Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) sempat viral di media sosial. Dari total Rp194,7 miliar, BPI disebut akan dipotong Rp19 miliar, memicu kekhawatiran para penerima beasiswa yang terancam terlantar di luar negeri.

Meski Menteri Keuangan kemudian mengklarifikasi bahwa BPI tidak terdampak, kabar ini sempat membuat para awardee resah. Seperti apa keresahan awardee?

Ariyo Dharma Pahla Irhamna tidak pernah menyangka akan mengalami situasi seperti ini. Dua tahun lalu, ia berangkat ke Inggris dengan penuh harapan.

Penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) itu tengah menempuh program doktoral di School of Global Development, Universitas East Anglia, Norwich. Semua tampak berjalan sesuai rencana—hingga kabar tentang efisiensi anggaran mencuat.

Awalnya, hanya rumor. Namun, informasi itu cepat menyebar. Dalam pertemuan dengan DPR RI, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) memaparkan rencana efisiensi yang disebut-sebut berdampak pada BPI luar negeri.

Ketidakpastian pun menghantui para penerima beasiswa, termasuk Ariyo.

Komisi III DPR RI menggelar rapat pembahasan efisiensi anggaran bersama seluruh mitra dari kementerian dan lembaga di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025). (Suara.com/Bagaskara)
Komisi III DPR RI menggelar rapat pembahasan efisiensi anggaran bersama seluruh mitra dari kementerian dan lembaga di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025). (Suara.com/Bagaskara)

"Kami di sini belajar dengan beasiswa pemerintah. Letter of Guarantee (LoG) yang kami terima menyatakan bahwa beasiswa ini akan berjalan selama empat tahun, termasuk kepastian tuition fee yang sudah dikontrak," ujarnya.

"Tapi tiba-tiba muncul kekhawatiran bahwa dana akan terpangkas."

Rencana Efisiensi Anggaran

Rencana pemangkasan anggaran beasiswa mulai jadi perbincangan hangat beberapa hari lalu. Isu ini mencuat setelah Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro memaparkan potensi pemotongan dana dalam rapat bersama Komisi X DPR RI.

Satryo menjelaskan bahwa beberapa program beasiswa terdampak efisiensi anggaran, termasuk Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik), Kerja Sama Negara Berkembang (KNB), serta beasiswa untuk dosen dan tenaga kependidikan.

Dalam paparan yang tersebar BPI mengalami pemangkasan anggaran sebesar 10 persen. Dari pagu awal Rp194,7 miliar, sekitar Rp19,47 miliar harus dieliminasi demi efisiensi yang ditetapkan pemerintah.

Dari total 33 penerima BPI jenjang S3 di perguruan tinggi akademik luar negeri, 12 orang berpotensi tidak mendapatkan pencairan dana. Tanpa kepastian ini, mereka bisa saja terlantar di negeri asing, menghadapi biaya hidup dan akademik yang tiba-tiba harus ditanggung sendiri.

Terbaru, Sri Mulyani menegaskan, pemangkasan anggaran tidak akan memengaruhi sejumlah beasiswa yang sudah berjalan. LPDP, Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) di bawah Kemendiktisaintek, serta Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) dari Kementerian Agama tetap aman.

"Saat ini, ada 40.030 penerima beasiswa LPDP di Kemendiktisaintek," ujarnya, dikutip dari detikNews, Jumat (14/2/2025).

Ia memastikan, BPI dan BIB tetap berjalan sesuai kontrak.

"Beasiswa ini tidak terdampak efisiensi anggaran," tambahnya.

Pencairan Dana Sering Telat

Terlepas dari isu efisiensi anggaran, masalah terkait dengan pencairan dana BPI kerap dialami oleh Ariyo dan juga awardee lainnya. Hal ini terjadi sejak menerima beasiswa pada Oktober 2023.

Pencairan dana sering terlambat. Tak pernah tepat waktu.

Tahun lalu, pemerintah mengalami peretasan yang memperburuk keadaan. Proses pencairan semakin terhambat. Ditambah lagi, kabar pemotongan anggaran semakin memperburuk situasi.

Ariyo mengandalkan dana beasiswa BPI untuk hidupnya dan keluarganya. Dana itu penting agar dia bisa fokus pada studi.

Pendanaan BPI mencakup berbagai komponen, termasuk dana pendidikan seperti SPP, pendaftaran, tunjangan buku, bantuan penelitian tesis atau disertasi, serta bantuan untuk seminar internasional dan publikasi jurnal internasional.

Selain itu, ada biaya pendukung seperti transportasi, aplikasi visa, asuransi kesehatan, kedatangan, hidup bulanan, keadaan darurat, dan tunjangan keluarga.

Durasi maksimal pembiayaan beasiswa untuk setiap jenjang adalah sebagai berikut: D4/S1 maksimal 48 bulan (4 tahun), S2 maksimal 24 bulan (2 tahun), dan S3 maksimal 48 bulan (4 tahun).

"Sejak awal, pengalaman saya di BPI selalu telat. Bukan hanya sehari dua hari, tapi berminggu-minggu. Paling cepat, dua minggu," ujar Ariyo.

Seperti peserta BPI lainnya, Ariyo menerima dana hidup bulanan yang cair setiap tiga bulan sekali. Menurutnya, sistem ini seharusnya efektif, karena mahasiswa tidak perlu mengajukan setiap bulan.

Namun, keterlambatan yang terus-menerus memaksa Ariyo dan keluarganya menyesuaikan pengeluaran esensial, mengandalkan tabungan di Indonesia.

"Saya bahkan terpaksa menguras tabungan pribadi, lebih dari Rp100 juta, untuk menanggung biaya hidup keluarga dan dua anak," ujar Ariyo.

"Harapan saya, pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, harus lebih teliti dan detail dalam menindaklanjuti Inpres ini."

Isu ini berkembang pesat dan berdampak luas. Kurangnya perhatian terhadap rincian anggaran, menurut Ariyo menandakan kurang sensitifnya pemerintah terhadap kondisi masyarakat.

"Terkait arahan presiden soal efisiensi, saya berpendapat bahwa dalam 10 tahun terakhir, belanja pemerintah sangat tidak terkendali. Seolah-olah ada sumber daya yang tak terbatas," kata dia. 

Ariyo yang juga aktif di Institute For Development of Economics and Finance mencatat bahwa kebijakan ini justru menambah beban di masa depan.

Test The Water Ala Prabowo

Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang, Prima Gandhi, mengkritik manuver kebijakan Presiden Prabowo. Menurutnya, kebijakan yang sering berubah itu seperti test the water—mengundang keributan, lalu dilakukan klarifikasi.

Prima menilai bahwa ini menunjukkan badan komunikasi kepresidenan belum bekerja dengan efektif.

“Kebijakan yang berdampak pada banyak orang seharusnya lebih matang direncanakan dan dikonsultasikan. Risiko kebijakan juga harus dipertimbangkan,” ujarnya. Inilah yang menjadi kekecewaan mereka.

Seperti paduan suara yang tak seirama, Prima menilai kementerian koordinator harusnya mengatur kebijakan ini. Meski ada upaya efisiensi, kabinetnya terkesan gemuk.

“Ini paradoks. Mungkin sebaiknya dilakukan rekonsiliasi dulu, atau bahkan reshuffle kabinet,” tambahnya.

Beberapa mahasiswa di Jepang pun mulai mempertanyakan kebijakan Presiden Prabowo yang mendorong lebih banyak orang untuk belajar di luar negeri.

Mereka protes: “Kenapa anak-anak diberi MBG (Misi Belajar Gratis), sementara kami yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi malah dipotong beasiswanya?”

Seiring dengan itu, Prima mengungkapkan rencana mereka. Jika BPI (Beasiswa Pendidikan Indonesia) dihentikan, mereka berencana menghubungkannya dengan program beasiswa dari pemerintah Jepang yang lebih maksimal.

Dengan begitu, Indonesia bisa tetap mendapat manfaat. Mereka berharap alokasi beasiswa tetap ada.

“Kami akan berjuang agar kebijakan ini dipertahankan. Kami berharap pemerintah lebih fokus pada BPI,” tegasnya. 


Terkait

Hadapi Efisiensi Anggaran, Asep Wahyuwijaya Desak Kementerian Cegah PHK Massal
Jum'at, 14 Februari 2025 | 19:03 WIB

Hadapi Efisiensi Anggaran, Asep Wahyuwijaya Desak Kementerian Cegah PHK Massal

Menyoroti efisiensi dalam pengelolaan BUMN, terutama pada perusahaan yang terus merugi akibat tata kelola yang buruk.

Kuota Sertifikasi Guru Dikurangi, Rencana Kurikulum Deep Learning Diprediksi Sulit Dilakukan
Jum'at, 14 Februari 2025 | 18:27 WIB

Kuota Sertifikasi Guru Dikurangi, Rencana Kurikulum Deep Learning Diprediksi Sulit Dilakukan

Kebijakan itu sebelumnya dikritik akan menurunkan kualitas pendidikan bahkan target kurikulum deep learning yang direncanakan Dikdasmen juga berisiko tidak terlaksana.

Bantah Hasan Nasbi? Mensesneg Prasetyo Hadi Sebut Tak Ada Institusi Salah Tafsir soal Efisiensi Anggaran
Jum'at, 14 Februari 2025 | 17:14 WIB

Bantah Hasan Nasbi? Mensesneg Prasetyo Hadi Sebut Tak Ada Institusi Salah Tafsir soal Efisiensi Anggaran

"...tentunya banyak teman teman kementerian atau lembaga bukan salah tafsir, tidak, tetapi memahami masih agak berbeda gitu loh, menurut saya sih wajar ya..."

Soal Efisiensi Anggaran, Rektor UPN Veteran Jakarta: Sebisa Mungkin Kita Lakukan Walaupun Situasinya Tidak Mudah
Jum'at, 14 Februari 2025 | 15:44 WIB

Soal Efisiensi Anggaran, Rektor UPN Veteran Jakarta: Sebisa Mungkin Kita Lakukan Walaupun Situasinya Tidak Mudah

Anter Venus mengatakan pihaknya tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk kampus walaupun situasinya tidak mudah.

Terbaru
Pertanda Lemahnya Pengawasan Advokat di Kontroversi Razman Nasution Dan Firdaus Oiwobo
polemik

Pertanda Lemahnya Pengawasan Advokat di Kontroversi Razman Nasution Dan Firdaus Oiwobo

Jum'at, 14 Februari 2025 | 17:34 WIB

MA bekukan hak beracara Razman & Firdaus. Pakar nilai sanksi kurang, harusnya dipidana.

Legitimasi Eks GAM Masih Kuat: Mualem Panglima Perang Jadi Gubernur Aceh polemik

Legitimasi Eks GAM Masih Kuat: Mualem Panglima Perang Jadi Gubernur Aceh

Jum'at, 14 Februari 2025 | 16:08 WIB

Berarti memang tingkat legitimasi atau dukungan dari masyarakat itu masih kepada tokoh eks-GAM, kata Kemal.

Nelayan Menjerit! Akses Solar Subsidi Sulit, Aturan Baru Bahlil Bikin Tambah Susah? polemik

Nelayan Menjerit! Akses Solar Subsidi Sulit, Aturan Baru Bahlil Bikin Tambah Susah?

Jum'at, 14 Februari 2025 | 09:13 WIB

Jika tujuan kebijakan tersebut agar solar subsidi tepat sasaran, maka yang perlu dilakukan adalah merevisi Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 191 Tahun 2014.

Efek Domino Efisiensi Anggaran: Pukulan Telak Bagi Industri Perhotelan, Rp 24,5 Triliun Siap-Siap Melayang polemik

Efek Domino Efisiensi Anggaran: Pukulan Telak Bagi Industri Perhotelan, Rp 24,5 Triliun Siap-Siap Melayang

Kamis, 13 Februari 2025 | 14:47 WIB

Para pengusaha mulai resah. Mereka khawatir kebijakan ini memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kontroversial! Deddy Corbuzier Stafsus Menhan, Gaji Gede di Tengah Pemangkasan Anggaran polemik

Kontroversial! Deddy Corbuzier Stafsus Menhan, Gaji Gede di Tengah Pemangkasan Anggaran

Kamis, 13 Februari 2025 | 08:15 WIB

Kemenhan meski membutuhkan seorang influencer (Deddy Corbuzier) semestinya tak perlu diangkat menjadi staf khusus menteri.

'Boleh Kerja Tapi Tak Ada Honor': Kala Badai Efisiensi Melanda TVRI dan RRI polemik

'Boleh Kerja Tapi Tak Ada Honor': Kala Badai Efisiensi Melanda TVRI dan RRI

Rabu, 12 Februari 2025 | 19:31 WIB

Harapan saya, DPR RI, Presiden tolong ambil kebijakan yang bisa menguntungkan orang banyak, ujar kontributor TVRI.

Ilusi Kenaikan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, Butuh 10 Tahun untuk Naik 1 Poin polemik

Ilusi Kenaikan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, Butuh 10 Tahun untuk Naik 1 Poin

Rabu, 12 Februari 2025 | 13:20 WIB

Peningkatan skor tersebut menempatkan posisi Indonesia pada rangking ke-99 dari 180 negara yang diukur.