Suara.com - Seorang Whistleblower atau saksi pelapor dikriminalisasi. Adalah Tri Yanto ditetapkan menjadi tersangka usai mengungkap kasus dugaan korupsi miliaran rupiah di Baznas Jawa Barat.
Sikapnya yang melaporkan dugaan penyelewengan uang zakat dan infak masyarakat justru membuatnya dipidana. Ia dituduh membocorkan dokumen rahasia. Bahkan dokumen pengaduan korupsi yang dilaporkannya dijadikan alat bukti oleh polisi untuk menetapkan dia sebagai tersangka.
Kriminalisasi Tri ini berbahaya dalam upaya pemberantasan korupsi. Orang bakal takut melapor kasus korupsi ke penegak hukum.
MANTAN Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jawa Barat, Tri Yanto menjadi korban kriminalisasi. Dia ditersangkakan usai mengungkap dugaan korupsi di lingkungan Baznas Jawa Barat.
Dugaan korupsi itu berupa penyelewengan dana zakat senilai Rp 9,8 miliar pada periode 2021-2023, dan dugaan korupsi dana hibah APBD Pemerintah Jawa Barat senilai Rp 3,5 miliar.
Polda Jawa Barat dalam keterangannya menyebut Tri mengakses dan membocorkan dokumen rahasia milik Baznas Jawa Barat kepada pihak luar tanpa izin. Sehingga ia dijerat dengan pasal Pasal 48 jo Pasal 32 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sebelumnya Tri melaporkan dugaan korupsi itu ke sejumlah pihak, Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), pengawas internal BAZNAS, hingga ke sejumlah aparat penegak hukum.
Namun laporannya tidak berkembang, hingga petinggi Baznas Jawa Barat mengetahui bahwa yang mengadukan dugaan korupsi itu adalah Tri. Dia pun kemudian dipolisikan.
Belakangan, selain dilaporkan ke polisi, Tri juga dipecat secara sepihak sebagai pegawai Baznas tanpa alasan yang jelas. Tri sendiri sudah dipanggil dan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Polda Jabar.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan pada Selasa (27/5) kemarin mengatakan menyita sejumlah alat bukti. Satu di antaranya dokumen laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi dana hibah Baznas senilai Rp11,7 miliar. Kemudian alat bukti lainnya, yaitu dua unit laptop, dokumen cetak kerja sama, dan tangkapan layar percakapan.
Menutup Partisipasi Masyarakat
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito menyoroti salah satu alat bukti yang digunakan polisi menjerat Tri. Dia mengatakan jika laporan dugaan korupsi dianggap sebagai upaya membocorkan dokumen rahasia, maka semua pelapor akan menjadi tersangka UU ITE.
"Ini yang membuat pendekatan kriminalisasi ini tidak rasional," kata Lakso kepada Suara.com, Rabu, 28 Mei 2025.
Lakso menyampaikan mayoritas kasus korupsi terungkap karena partisipasi publik. Mengkriminalisasi masyarakat yang mengungkap sama saja menutup keterlibatan publik dalam upaya pemberantasan korupsi.
Upaya pemidanaan terhadap Tri berbahaya, karena berpotensi menjadi alat menakuti masyarakat yang terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi.
Menurut dia, Pasal dalam UU ITE yang digunakan menjerat Tri bertentangan dengan semangat demokrasi dan antikorupsi. Sebab kedua hal itu berorientasi pada dorongan keterlibatan publik melaporkan setiap penyimpangan, sebagai bagian percepatan pemberantasan korupsi.
"Terlebih sektor yang disasar adalah sektor bantuan sosial yang memiliki potensi korupsi tinggi," ujar Lakso.
Lakso juga mempertanyakan keputusan Polda Jawa Barat yang menjadikan Tri sebagai tersangka. Mengacu pada perundang-undang dan ketentuan internal kepolisian bahwa penanganan kasus korupsi harus didahulukan dibandingkan penanganan kasus lainnya.
"Menjadi suatu pertanyaan mengapa saat kepolisian yang bahkan membentuk Kortas Tipikor malah memilih untuk mengangkat kasus UU ITE dibandingkan kasus korupsinya," katanya.
"Apakah jajaran pelaksana tidak mengindahkan arahan Kapolri atau memang kebijakan prioritas penanganan korupsi hanya sekedar slogan saja?"
Perkara yang dialami Tri, menurutnya menjadi titik penting pembuktian komitmen Polri dalam menangani kasus korupsi. Di saat Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menunjukkan performanya pemberantasan korupsi.
"Tapi malah kepolisian memidana pembongkar korupsi," ujarnya.
Kemunduran Pemberantasan Korupsi
Sementara itu, Kepala Divisi Hukum dan Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menilai Tri adalah whistleblower. Langkah Tri yang mengungkap dugaan korupsi seharusnya dipandang sebagai upaya itikad baik dalam perbaikan tata kelola dana zakat dalam Baznas.
"Kriminalisasi terhadap pelapor dugaan korupsi yang terjadi di Baznas menunjukkan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wana lewat keterangannya yang diterima Suara.com.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan ICW, sepanjang 2011 hingga 2024 setidaknya terdapat enam kasus korupsi dana zakat dengan total 13 pelaku. Para pelaku di antaranya mulai dari jabatan ketua, wakil ketua, hingga bendahara. Total kerugian negara mencapai Rp 12 miliar.
Wana menilai, kasus yang dibongkar Tri menunjukkan belum ada perbaikan tata kelola dana zakat di Baznas.
"Bahkan, partisipasi publik untuk mendorong adanya perbaikan melalui pelaporan dugaan kasus korupsi malah berujung dikriminalisasi," ujarnya.
Senada dengan Wana, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengatakan bahwa kriminalisasi terhadap Tri menunjukkan hukum digunakan sebagai alat represi untuk melindungi pelanggaran.
LBH Bandung pun menilai telah terjadi pelanggaran terhadap hak Tri sebagai warga negara. Salah satunya hak atas perlindungan sebagai whistleblower, sebagaimana diatur dalam pasal 33 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Kemudian hak untuk mendapatkan proses hukum yang adil. LBH Bandung memandang telah terjadi ketimpangan akses keadilan antara pelapor (individu) dengan institusi kuat seperti Baznas.
"Ketiga, hak atas kebebasan berekspresi (Pasal 19 ICCPR) yang dibatasi melalui pemidanaan UU ITE," kata Fariz, tim advokat LBH Bandung.
LBH Bandung yang memberikan bantuan hukum kepada Tri, telah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM. Selain itu mereka juga mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
LBH Bandung, ICW dan IM57+ Institute pun sepakat mendesak Polda Jawa Barat mencabut status tersangka Tri, dan menghentikan penyidikannya.
Baznas Jawa Barat juga didesak mencabut laporannya terhadap Tri. Kemudian Baznas RI, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum diminta menindak lanjuti dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Baznas Jabar membantah tuduhan korupsi itu. Mereka mengklaim laporan Tri telah ditindaklanjuti dengan audit investigatif oleh Inspektorat Provinsi Jawa Barat, Audit Khusus oleh Divisi Audit dan Kepatuhan Baznas RI.
"(Hasilnya) tidak ada bukti korupsi sebagaimana tuduhan saudara TY (Tri),” demikian bunyi sanggahan Baznas Jawa Barat lewat lamannya yang dikutip Suara.com.
Mereka juga mengklaim bahwa pemecatan Tri dari Baznas Jawa Barat tidak ada kaitan dengan kasus yang dilaporkan. Pemberhentian Tri dilakukan sebelum yang bersangkutan mengungkap dugaan kasus korupsi itu.
"Dikarenakan proses rasionalisasi lembaga dan yang bersangkutan beberapa kali melakukan tindakan indisipliner," tulis Baznas Jawa Barat.
"Baznas Provinsi Jawa Barat juga sudah diaudit syariah oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI dengan hasil efeketif dan transparan,"
LBH Bandung berperan aktif melakukan pendampingan hukum atas kriminalisasiwhistleblower/pelapor,"
KPK telah menyita sebelas mobil dan dua sepeda motor di kasus dugaan pemerasandan atau penerimaan gratifikasi di Kemnaker.
"Kebijakan jam malam bagi pelajar perlu manajemen pengawasan yang baik. Tanpa itu, kebijakan tersebut hanya akan terdengar baik di atas kertas," ujar Rakhmat.
"Rumah susun itu adalah cara yang paling prinsip untuk merubah Jakarta menjadi lebih tertata terkait dengan penduduk dan pemukiman," kata Yayat.
No free lunch. Pasti akan ada yang dikorbankan untuk mendapatkan bantuan tersebut, mulai dari politik hingga sumber daya alam, ungkap Huda.
Sanksi itu tak lebih dari seremonial saja. Seolah-olah diberi sanksi, tapi sebenarnya tidak memberi efek jera apapun, ujar Bambang.
"Pernikahan anak tak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada kemajuan ekonomi negara untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045," ujar Lily.
"Insya Allah akan kami respons segera dengan suatu imbauan dan SE," kata Yassierli.
Saya butuh berkali-kali meyakinkan beliau untuk bersedia maju, sampai saya harus ke Makassar meyakinkan beliau," ujar Rommy.