Suara.com - BELUM kelar polemik penataan ulang distribusi gas LPG 3 kilogram bersubsidi, kini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akan kembali membuat kebijakan baru soal bahan bakar minyak. Kali ini, Bahlil bakal mengatur ulang pendistribusian solar bersubsidi. Rencana itu disampaikan Bahlil dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Golkar 2025 di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Sabtu, 8 Februari 2025.
Menanggapi rencana kebijakan tersebut, Sekjen DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Iing Rohimin meminta Kementerian ESDM mengkaji lagi secara matang. Jangan sampai kebijakan tersebut masyarakat kecil kesulitan mendapatkan solar, seperti masalah kelangkaan gas elpiji 3 kilogram lalu.
Ia meminta Kementerian ESDM melibatkan perwakilan nelayan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, kementerian/lembaga terkait dalam membahas kebijakan penertiban ulang distribusi solar subsidi.
"Seharusnya dilakukan kajian mendalam terlebih dahulu. Persoalan mendasar yang terjadi di masyarakat itu seperti apa," kata Iing kepada Suara.com, Kamis (13/2/2025).
Dia mengemukakan persoalan distribusi solar subsidi di kalangan para nelayan. Salah satu di antaranya, stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan (SPBUN) di perkampungan nelayan belum merata. SPBUN masih sangat terbatas di Indonesia, sampai saat ini jumlahnya cuma ada 404 stasiun. Persoalan sarana dan prasarana pendistribusian inilah yang seharusnya segera diselesaikan oleh Bahlil.
Persoalan lainnya, kebocoran solar bersubsidi. Menteri Bahlil juga pernah menyinggung masalah ini. Pada November 2024, dia menyebut kebocoran BBM dan listrik nilainya mencapai Rp100 triliun atau 20-30 persen dari yang disubsidi.
Masalah ini juga yang terjadi di kalangan nelayan. Solar subsidi yang harusnya ditujukan kepada para nelayan kecil, justru disalahgunakan untuk industri atau kapal-kapal besar.
Kemudian kouta solar bersubsidi bagi para nelayan di lapangan masih kurang. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas mengklaim mengalokasikan 2,2 juta kiloliter solar subsidi bagi para nelayan melalui SPBUN pada 2024. Namun, yang terealisasi 600 ribu kiloliter atau 27,2 persen.
"Ketika kami konfirmasi kepada BPH Migas, mereka mengklaim bahwa kuota itu terpenuhi. Tapi lagi-lagi yang terjadi di bawah itu justru tidak banyak terserap, kami nelayan kesusahan (mendapatkan solar)," ungkap Iing.
Penelitian Koalisi untuk Ketahanan Usaha Perikanan Nelayan (KUSUKA) dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) pada 2022 menyebutkan bahwa 90 persen nelayan di Indonesia merupakan nelayan kecil. Sebanyak 11,34 persen di antaranya nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sekitar 60-70 persen biaya melaut dihabiskan untuk membeli bahan bakar.
Hasil survei KNTI bersama KUSUKA pada 2020 dan 2021 di 10 provinsi dan 25 kabupaten/kota, menemukan 82,8 persen nelayan kecil tidak memiliki akses terhadap BBM subsidi.
Para nelayan mengalami diskriminasi saat mengakses BBM subsidi lewat persyaratan adminitrasi yang rumit. Mereka harus memiliki surat rekomendasi. Untuk mendapat BBM subsidi mereka harus memiliki pas kecil atau izin melaut dan bukti pencatatan kapal (BPKP) yang dikeluarkan pihak pelabuhan.
Iing menjelaskan, persyaratan administrasi itu masih berlaku hingga saat ini. Persoalannya, rumah para nelayan berjarak sangat jauh menuju kantor instansi yang menerbitkan izin sehingga semakin menyulitkan para nelayan.
"Terutama di kepulauan. Kami dari pulau ke kantor dinas itu butuh waktu tiga hari tiga malam loh," tutur Iing.
Karena itu, Iing menyarankan agar dalam proses penertiban distribusi solar subsidi yang akan dilakukan Bahlil, harus menyederhanakan persyaratan administrasi. Lalu, yang tak kalah penting adalah pendataan para nelayan. Sebelum penertiban distribusi solar subsidi dilakukan, pemerintah harus memastikan jumlah para nelayan tradisional di seluruh Indonesia.
"Soal pendataan ini menjadi krusial karena kan berimbas ke mana-mana. Ke BBM lah, ke bantuan sosial lah, ke BLT dan segala macam," katanya.
Revisi Perpres No. 191/2014
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi meminta pemerintah agar berhati-hati dalam upaya penataan ulang distribusi solar subsidi. Jika dalam kebijakannya nanti yang dilakukan adalah membatasi kouta solar subsidi per hari di SPBU, bakal terlalu berisiko. Dampaknya berpotensi terjadi inflasi atau kenaikan harga kebutuhan pokok. Pasalnya solar subsidi berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Fahmi mengatakan, jika tujuan dari kebijakan tersebut agar solar subsidi tepat sasaran, maka yang perlu dilakukan adalah merevisi Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Sebab selama ini kan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 enggak pernah dirubah sama sekali," kata Fahmy kepada Suara.com.
Dalam Perpres tersebut sebenarnya sudah terdapat pengaturan kreteria kendaraan yang berhak mendapatkan solar bersubsidi. Namun, menurutnya harus dipertegas dan lebih didetailkan kriteria kendaraannya. Misalnya truk roda empat untuk angkutan kebutuhan pokok boleh mendapatkan solar subsidi, sedangkan lebih dari roda empat tidak diperbolehkan. Hal ini penting, agar petugas SPBU memiliki dasar yang tegas menolak kendaraan yang tak seharusnya mendapatkan solar subsidi.
Dengan adanya kriteria kendaraan yang jelas, menurutnya penggunaan aplikasi seperti My Pertamina sudah tidak perlu lagi, terlebih ditambah dengan pengawasan yang ketat dari aparat penegak hukum. Mengingat penggunaan aplikasi selama ini tidak efektif, khususnya di wilayah yang belum sepenuh terjangkau jaringan internet, dan masyarakat belum melek menggunakannya.
Alasan Bahlil
Alasan Menteri Bahlil ingin menertibkan solar subsidi adalah karena banyak disalahgunakan untuk industri. Dia juga mengklaim pengaturan itu demi kepentingan rakyat.
Kendati demikian, dia tak menampik bahwa kebijakan ini akan kembali menimbulkan polemik seperti saat pengaturan gas LPG 3 kilogram bersubsidi. Tapi dia tidak gentar.
"Solar subsidi dipakai untuk industri. Saya tahu ini pemainnya pasti akan ribut lagi, tapi enggak apa-apa," kata Bahlil di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Sabtu (8/2) lalu.
Mengantisipasi kebijakan Bahlil yang dinilai bertentangan dengan Presiden Prabowo Subianto seperti saat pengaturan gas elpiji 3 kilogram, Golkar akan pasang badan. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham mengatakan kebijakan Bahlil untuk menindaklanjuti arahan presiden.
Beberapa hari setelah pernyataan Bahlil, BPH Migas memberikan penjelasan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen pada Senin (10/2). Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan bahwa pihaknya akan menerbitkan peraturan untuk membatasi batas maksimal volume penyaluran BBM subsidi agar tepat sasaran. Saat ini, volume solar untuk kendaraan roda empat 60 liter per hari; kendaraan roda enam 80 liter; dan 200 liter untuk kendaraan dengan roda di atas enam.
Erika mengatakan, berdasarkan kajian BPH Migas dengan Universitas Gadjah Mada menemukan kuota masing-masing kendaraan terlalu banyak, melebihi kapasitas tangki. Alhasil, sangat berpotensi disalahgunakan.
Cek daftar harga BBM terbaru agar lebih mudah menyesuaikan kebutuhan BBM dengan budget.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan akan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang tumpang tindih.
Dengan undang-undang ini maka ruang untuk organisasi keagamaan tidak hanya terbatas pada PKP2B, tetapi juga terbuka untuk di luar eks-PKP2B,
"...Saya setuju, saya sebagai mantan aktivis bersama-sama Pak Menteri Hukum dan penghukum itu berpendapat bahwa kampus kita (harus) jaga independensinya..."
Menteri Ketenagakerjaan mengklaim "sudah ada titik terang." Namun, bagi para pengemudi, kepastian itu masih samar.
Politik di Indonesia umumnya hanya berkutat soal kepentingan yang didapat dari kekuasaan, sehingga keberadaan koalisi permanen Prabowo itu kecil kemungkinan terjadi.
industri perhotelan berpotensi mengalami kerugian Rp24,5 triliun, imbas dari pemangkasan anggaran pemerintah.
Rektor ISBI Bandung Retno Dwimarwati mengungkap pihak kampus akhirnya memutuskan untuk menggembok ruang Studio Teater ISBI Bandung,
Pemerintah harus patuh pada konstitusi bahwa anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN, tidak boleh dipangkas.
Belakangan, tagar #KaburAjaDulu ramai memenuhi lini masa media sosial X (Twitter).
"Jadi ini sangat tidak sejalan dengan keputusan MK. Harapannya akan memberi peluang semakin banyak partai politik yang akan mengusung capres dan cawapres," kata Jamiluddin.