Suara.com - Desas-desus dihapusnya gaji ke-13 dan ke-14 bagi aparatur sipil negara (ASN) mencuat. Isu ini muncul seiring dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto terkait efisiensi anggaran.
Instruksi tersebut tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Isinya menekankan efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD 2025.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi salah satu lembaga yang santer dikabarkan membuka peluang penghapusan gaji tambahan ini. Dugaan itu muncul dari tangkapan layar presentasi BRIN yang beredar di media sosial.
Presentasi itu rencananya akan ditampilkan dalam rapat dengan Komisi X DPR RI pada Rabu (5/2/2025). Tahun 2025, BRIN seharusnya menerima anggaran Rp5,842 triliun. Namun, setelah kebijakan efisiensi, anggaran itu dipangkas Rp2,074 triliun.
Dalam tangkapan layar yang beredar, BRIN mengusulkan efisiensi dengan memangkas belanja pegawai. Salah satunya, menghapus komponen gaji dan tunjangan kinerja ke-13 serta ke-14. Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, tidak membantah usulan tersebut.
"Itu hanya salah satu simulasi, jika memang tidak ada pilihan lain," kata Handoko saat dikonfirmasi Suara.com, Rabu (5/2/2025).
Handoko menjelaskan, peniadaan gaji ke-13 dan ke-14 menjadi salah satu opsi karena BRIN tidak bisa memangkas anggaran dari Pinjaman Luar Negeri (PLN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Namun, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak mencakup belanja pegawai dan bantuan sosial. Hal ini tertuang dalam instruksi ketiga, poin 3 huruf a dan b. Merespons aturan tersebut, Handoko kembali menegaskan bahwa wacana penghapusan gaji tambahan itu hanya simulasi.
Tukin Terlambat
Tunjangan Kinerja untuk pegawai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tahun 2025 dipastikan akan terlambat. Dalam Nota Dinas Nomor B-491/II.2.1/KU.01.00/1/2025, yang ditandatangani Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Lindawati Wardani, dijelaskan bahwa pembayaran tunjangan kinerja kini akan menggunakan skema baru, yaitu Tunjangan Kinerja Susulan.
Perubahan ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 20 Tahun 2023, yang mengubah mekanisme pembayaran tunjangan. Akibatnya, pegawai BRIN yang biasanya menerima tunjangan tepat waktu, kini harus menunggu lebih lama untuk pencairannya.
Salah satu pegawai BRIN, yang enggan disebutkan namanya, mengaku terkejut dengan kabar tersebut.
Di sisi lain, Menteri PAN-RB Rini Widyantini menegaskan belum ada kepastian soal kebijakan ini. Hal itu disampaikannya pada Rabu (5/2).
Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan-RB, Mohammad Averrouce, juga menegaskan bahwa isu ini masih dalam pembahasan. Dalam keterangannya, Kamis (6/2), ia menyebut keputusan akhir akan diambil secara kolektif dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait.
"Dan tentu, sebijak mungkin," kata Averrouce.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, menyampaikan hal serupa. Ia menegaskan belum ada informasi resmi mengenai peniadaan gaji ke-13 dan ke-14.
Dampak Ganda Bagi ASN
Pakar kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Slamet Rosyadi, menilai kebijakan ini bisa berdampak ganda bagi ASN. Pertama, kinerja mereka terpengaruh karena pemangkasan biaya operasional lembaga. Kedua, pendapatan mereka berkurang akibat hilangnya gaji tambahan.
Dalam kasus BRIN, misalnya. Efisiensi anggaran bisa membuat banyak penelitian terhenti. Di sisi lain, ASN di lembaga itu juga berisiko kehilangan gaji ke-13 dan ke-14.
"Operasional dipangkas, gaji juga dipangkas. Gaji ke-13 dihapus. Ini pasti berdampak pada semangat kerja para peneliti. Apalagi gaji mereka sudah rendah, bahkan sangat rendah," kata Slamet.
Menurutnya, penghapusan gaji tambahan ini akan semakin menekan kesejahteraan ASN. Selama ini, banyak dari mereka hanya mengandalkan gaji bulanan. Jika tunjangan dipangkas, kondisi mereka bisa semakin sulit.
"Padahal, pada prinsipnya pemerintah berkewajiban menjaga atau bahkan meningkatkan kesejahteraan ASN," ujarnya kepada Suara.com.
Slamet menekankan pentingnya pembahasan matang sebelum mengambil keputusan. Jangan sampai kebijakan ini justru merugikan banyak pihak. Jika pemerintah kekurangan dana, seharusnya mencari solusi lain yang lebih kreatif, bukan memangkas tunjangan ASN.
Manajer Penelitian dan Pengetahuan The Prakarsa, Eka Afrina, menilai peniadaan gaji ke-13 dan ke-14 bagi ASN bisa berdampak pada daya beli masyarakat.
Menurutnya, efisiensi anggaran harus memiliki kejelasan. Pemerintah perlu memastikan bahwa realokasi anggaran yang dipangkas benar-benar digunakan secara tepat.
"Jangan sampai efisiensi ini justru mengorbankan program-program yang menyasar langsung masyarakat, terutama kelompok miskin," ujarnya.
Selain efisiensi, ada alternatif lain yang bisa dipertimbangkan pemerintah. Salah satunya, meningkatkan pajak progresif bagi pengusaha super-kaya.
"Salah satunya dengan pengenaan pajak kekayaan," tegasnya.
Berikut informasi perihal gaji 14 yang disebut-sebut bakal dihapus imbas efisiensi anggaran.
Berbagai unggahan viral menampilkan sekelompok pegawai ASN yang bercanda mengenai berbagai langkah efisiensi yang diterapkan di kantor mereka.
Beredar isu gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan dihapus.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah telah menyiapkan pencairan THR maupun Gaji ke-13.
Politik semakin menjadi panglima di segala bidang, kata Jimly.
"Dengan pemotongan ini Ombudsman otomatis tidak bisa lagi melayani masyarakat dalam konteks penyelesaian laporan masyarakat, maupun pencegahan maladministrasi," kata Najih.
Dampaknya nyata. Antrean panjang terjadi di banyak pangkalan resmi.
Kebijakan ini menuai kritik. Mengapa demikian?
Kebijakan ini menuai kritik. Mengapa demikian?
Dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025, pemerintah menargetkan penghematan anggaran sebesar Rp306,6 triliun.
DPR dan MPR dikecualikan.