Kebablasan! DPR Tambah Wewenang Copot Pejabat Negara, Politik Makin Jadi Panglima
Home > Detail

Kebablasan! DPR Tambah Wewenang Copot Pejabat Negara, Politik Makin Jadi Panglima

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Kamis, 06 Februari 2025 | 08:26 WIB

Suara.com - Keputusan DPR RI menambah kewenangannya dapat mengevaluasi hingga mencopot pejabat negara menuai kritik keras. Selain dianggap kebablasan, penambahan wenangan yang dimiliki DPR RI tersebut dikhawatirkan akan semakin merusak independensi lembaga negara.

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Jimly Asshiddiqie menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) serta lembaga negara lainnya yang semestinya independen berpotensi mengalami politisasi akibat adanya penambahan wewenang tersebut.

“Politik semakin menjadi panglima di segala bidang,” kata Jimly kepada Suara.com, Rabu (5/2/2025).

Wewenang legislatif dapat mengevaluasi dan mencopot pejabat negara tersebut telah disepakati dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 4 Februari 2025. Mereka menyetujui adanya penambahan wewenang tersebut pada Pasal 228A dalam revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib atau Tatib.

Pasal 288A Ayat 1 menyatakan; DPR RI dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI. Sedangkan Ayat 2 berbunyi; hasil evaluasi bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Alih-alih memperluas kewenangannya, Jimly menilai keterlibatan DPR dalam proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test pejabat negara justru seharusnya dievaluasi total. Tujuannya agar DPR bisa lebih produktif menjalankan fungsi utamanya; legislasi, anggaran dan pengawasan.

“Keterlibatan DPR sekarang sudah kebablasan dengan menafsirkan seakan fit and proper test itu variasi dari fungsi pengawasan,” jelas mantan Ketua MK tersebut.

Ketua DPR RI, Puan Maharani menjadi sorotan beberapa waktu belakangan ini karena mematikan mikrofon anggota dewan saat rapat paripurna. Sedikitnya suda tiga kali Puan melakukan hal tersebut. (instagram/@puanmaharani)
Ilustrasi rapat paripurna DPR RI. (IG/@puanmaharani)

Senada dengan itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menilai ada yang keliru dari cara berpikir DPR RI. Secara hirarki perundang-undangan, Peraturan DPR RI tentang Tatib itu tidak bisa dijadikan dasar pencopotan pejabat negara.

Dia menduga DPR RI memaksakan penambahan kewenangannya tersebut sebagai upaya ‘menyandera’ pimpinan lembaga. Seperti kasus Hakim MK Aswanto yang tidak diperpanjang masa jabatannya karena acap kali menganulir undang-undang produk DPR RI.

“Berkali-kali undang-undang itu berusaha dicoba diubah dan didesain supaya kewenangan DPR itu tidak hanya sampai proses pengusulan tapi juga bisa mencopot. Pencopotan Hakim MK Aswanto adalah contohnya,” ungkap Hamzah kepada Suara.com.

Usulan MKD

Revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tatib merupakan usulan dari Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD. Usulan tersebut disampaikan MKD kepada Pimpinan DPR RI lewat surat Nomor: B/33/PW.01/01/2025 pada 3 Februari 2025.

Ketua Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul mengungkap di hari itu pimpinan DPR RI kemudian mengadakan rapat untuk membahas usulan MKD. Lalu pimpinan DPR melanjutkan pembahasan usualan MKD tersebut dalam rapat konsultasi dengan Badan Musyawarah atau Bamus. Setelah rapat itu, pimpinan DPR selanjutnya menugaskan Badan Legislasi atau Baleg membahas usulan MKD tersebut dan meminta Badan Keahlian untuk mendampingi dari sisi substansi serta perumusannya.

“Agar hasil keputusan Baleg ini dapat dibawa kembali ke paripurna," ungkap Samsul.

Menurut Samsul, MKD mengusulkan revisi Peraturan DPR RI tentang Tatib berangkat dari pengalaman banyaknya pejabat negara hasil fit and proper test DPR RI yang terseret kasus hukum.

“Situasi ini cukup mengganggu DPR juga,” katanya.

Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. (Suara.com/Novian)
Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. (Suara.com/Novian)

Sehingga dalam Tatib itu ditambahkan wewenang DPR RI untuk dapat melakukan evaluasi secara berkala dan memberikan rekomendasi terkait pencopotan pejabat negara. Samsul lantas mengklaim penambahan wewenang itu dimaksudkan juga dalam rangka menjaga kehormatan parlemen.

Niat Tidak Benar

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut semangat anggota parlemen mengubah Peraturan DPR RI tentang Tatib tersebut sudah tidak benar dari akarnya. Penambahan wewenang itu menunjukan DPR RI ingin membangun kekuasaan yang sewenang-wenang untuk menarget pejabat negara seperti Hakim MK Aswanto.

“Tatib ini menjadi karpet merah bagi DPR untuk meng-Aswanto-kan para hakim MK maupun pejabat dari lembaga lain yang tidak menyenangkan DPR,” kata Lucius kepada Suara.com.

Menurut Lucius penambahan wewenang DPR RI lewat peraturan tentang Tatib juga tidak bisa diterima lantaran Tatib itu sebatas pengaturan teknis internal lembaga. Sementara penambahan wewenang DPR RI seharusnya dilakukan lewat Revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3.

Kendati begitu, penambahan wenangan DPR yang dapat melakukan evaluasi dan rekomendasi terkait pencopotan pejabat negara tersebut dinilai Lucius tidak diperlukan. Sebab masing-masing lembaga telah memiliki undang-undang yang mengatur terkait hal itu.

“Jadi semangat DPR mengubah Tatib ini memang sudah tidak benar dari akarnya,” tandasnya.


Terkait

Natalius Pigai 'Pamer' 100 Hari Prabowo Belum Ada Pejabat Negara Penjarakan Rakyatnya
Rabu, 05 Februari 2025 | 15:45 WIB

Natalius Pigai 'Pamer' 100 Hari Prabowo Belum Ada Pejabat Negara Penjarakan Rakyatnya

Menurutnya, belum ada pejabat memenjarakan rakyatnya yang menjadi parameter kebebasan dalam periode kepemimpinan Prabowo 5 tahun ke depan.

Vonis Bebas Bikin Heboh, DPR Curiga Ada Kongkalikong di Balik Kasus Tambang Emas Ilegal Kalbar
Selasa, 04 Februari 2025 | 23:07 WIB

Vonis Bebas Bikin Heboh, DPR Curiga Ada Kongkalikong di Balik Kasus Tambang Emas Ilegal Kalbar

Menurutnya, negara telah alami kerugian atas praktik itu cukup besar. Parahnya, pelaku yang semula hanya dituntut hukuman ringan justru mendapat vonis bebas dari majelis hakim

Tok! DPR Sepakat Ubah Tatib, Kini Bisa Copot Pejabat Negara Hasil Uji Kelayakan
Selasa, 04 Februari 2025 | 12:09 WIB

Tok! DPR Sepakat Ubah Tatib, Kini Bisa Copot Pejabat Negara Hasil Uji Kelayakan

Persetujuan itu disepakati dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Adies Kadir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Terbaru
Skandal PSG Juara Liga Champions: Kelakuan Nasser Al-Khelaifi hingga Potong Jari
polemik

Skandal PSG Juara Liga Champions: Kelakuan Nasser Al-Khelaifi hingga Potong Jari

Minggu, 01 Juni 2025 | 11:12 WIB

Di balik keberhasilan PSG juara Liga Champions musim ini, klub berjuluk Les Parisiens punya skandal memalukan.

Beda Gugatan Yoni Dores dan Ahmad Dhani, Kasus Via Vallen Bisa Jadi Pelajaran? nonfiksi

Beda Gugatan Yoni Dores dan Ahmad Dhani, Kasus Via Vallen Bisa Jadi Pelajaran?

Sabtu, 31 Mei 2025 | 11:43 WIB

Yoni Dores dan Ahmad Dhani sama-sama memperjuangkan hak cipta, tetapi kasus Lesti Kejora lebih mirip Via Vallen di masa lalu.

Prabowo Buka Pintu untuk Israel Jika Akui Kemerdekaan Palestina: Diplomasi Realistis? polemik

Prabowo Buka Pintu untuk Israel Jika Akui Kemerdekaan Palestina: Diplomasi Realistis?

Jum'at, 30 Mei 2025 | 18:55 WIB

Israel tak hanya harus mengakui kemerdekaan Palestina secara penuh, tetapi juga harus bertanggung jawab atas genosida yang selama ini dilakukan terhadap rakyat Palestina.

Reformasi Anggaran: Tantangan di Balik Putusan Sekolah Gratis polemik

Reformasi Anggaran: Tantangan di Balik Putusan Sekolah Gratis

Jum'at, 30 Mei 2025 | 16:20 WIB

Presiden adalah satu-satunya otoritas yang dapat melakukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran pendidikan, kata Ubaid.

Bongkar Korupsi Dana Zakat di Baznas Jabar, Whistleblower Malah Dikriminalisasi polemik

Bongkar Korupsi Dana Zakat di Baznas Jabar, Whistleblower Malah Dikriminalisasi

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:51 WIB

"Kriminalisasi terhadap pelapor dugaan korupsi di Baznas menunjukkan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wana.

Kebijakan Jam Malam Pelajar di Jabar: Solusi atau Sekadar Simbolik? polemik

Kebijakan Jam Malam Pelajar di Jabar: Solusi atau Sekadar Simbolik?

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:23 WIB

"Kebijakan jam malam bagi pelajar perlu manajemen pengawasan yang baik. Tanpa itu, kebijakan tersebut hanya akan terdengar baik di atas kertas," ujar Rakhmat.

Hunian Vertikal: Mimpi atau Bumerang Bagi Warga Jakarta? polemik

Hunian Vertikal: Mimpi atau Bumerang Bagi Warga Jakarta?

Rabu, 28 Mei 2025 | 15:35 WIB

"Rumah susun itu adalah cara yang paling prinsip untuk merubah Jakarta menjadi lebih tertata terkait dengan penduduk dan pemukiman," kata Yayat.