Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya
Home > Detail

Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya

Erick Tanjung

Selasa, 01 Juli 2025 | 18:32 WIB

Suara.com - PEMERINTAH Aceh mengajukan permohonan resmi ke Presiden Prabowo Subianto agar status tanah Blang Padang dikembalikan sebagai tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman. Langkah ini didasarkan pada bukti sejarah dan dokumen yang menyebut kawasan itu bagian dari wakaf Kesultanan Aceh.

Tarmizi Abdul Hamid kembali membuka lembaran buku ‘Tarikh Aceh dan Nusantara’ di sebuah warung kopi di Banda Aceh pada Selasa, 1 Juli 2025. Setiap lembaran yang dibuka, dia menceritakan lapangan Blang Padang yang baru-baru ini dibicarakan kembali oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf, memang merupakan milik Masjid Raya Baiturrahman.

“Dulu namanya bukan Blang Padang, disebutnya Blang Arafah sekitar tahun 1976, dan memang milik Masjid Raya Baiturrahman yang diwakafkan oleh sultan-sultan. Dalam catatan sejarah itu tercantum Blang Padang (milik Masjid Raya),” kata Pemerhati Sejarah Aceh itu saat ditemui Suara.com.

Dalam surat resmi Pemerintah Aceh dengan nomor 400.8/7180, meminta agar Presiden Prabowo Subianto melalui kementerian terkait untuk mengembalikan status tanah Blang Padang di Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh, sebagai tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman.

Surat ini merupakan tindak lanjut dari lapangan yang dikuasai oleh TNI Angkatan Darat melalui Komando Daerah Militer (Kodam) Iskandar Muda sejak dua dekade terakhir pasca tsunami 2004.

Tarmizi Abdul Hamid, Pemerhati Sejarah Aceh. [Suara.com/Kontri/Iskandar].
Tarmizi Abdul Hamid, Pemerhati Sejarah Aceh. [Suara.com/Kontri/Iskandar].

Tarmizi Abdul Hamid yang akrab disapa Cek Midi, kembali mengingat wilayah-wilayah di sekitar Masjid Raya Baiturrahman, bahkan membentang sampai ke Krueng Aceh, dulunya merupakan bagian dari Kesultanan Darul Dunia (salah satu kesultanan di Aceh). Warisan ini tidak hanya dikenal secara lokal, tapi juga tercatat dalam dokumen resmi yang tersimpan di dalam negeri dan di luar negeri, termasuk di Belanda.

Termasuk kawasan terbuka yang kini berada di tengah Kota Banda Aceh, kata dia. Dahulu, kawasan ini bukanlah sembarang tanah lapang. Blang Padang merupakan lokasi utama pelaksanaan upacara militer kerajaan, tempat barisan gajah dan pasukan pengawal kesultanan berkumpul untuk berbagai seremoni kebesaran.

“Blang Padang itu memang khusus untuk upacara gajah dulu, pengawal-pengawal Kerajaan Darul Dunia,” ujar Cek Midi.

Bagi Cek Midi, persoalan Blang Padang tidak semata soal kepemilikan administratif. Ia melihat lebih dalam yakni ujian moral dan penghormatan terhadap warisan sejarah Aceh.

Namun, Cek Midi juga memberikan catatan tegas kepada Pemerintah Aceh. Pengembalian aset tidak boleh justru mengarah pada pengelolaan yang semrawut.

Dia mengingatkan agar kawasan itu tidak berubah menjadi tempat yang kumuh atau menjadi ruang terbuka tanpa nilai. Budaya bersih dan tertib yang selama ini dijaga di bawah pengelolaan militer harus tetap dipertahankan ketika aset itu kembali ke pangkuan pemerintah daerah.

Selama ini, keberadaan TNI di kawasan itu pun bukan dalam kapasitas mengambil alih, melainkan seperti sistem pinjam pakai. Karena itu, ketika Pemerintah Aceh meminta kembali, semestinya pengembalian bisa dilakukan dengan mekanisme musyawarah.

Soal dokumen, ia menyebut bahwa peta asli kawasan tersebut tersimpan di Belanda, dan sebagian arsip telah disertakan dalam laporan resmi yang dikirim oleh Gubernur Aceh, Mualem.

Cek Midi juga menyampaikan penting untuk diingat bahwa penggunaan kawasan itu selama ini oleh pihak lain hanya bersifat sementara, bukan pengambilalihan. Sama seperti bangunan di belakang Masjid Raya yang sekadar digunakan dengan hak pakai.

Oleh karena itu, jika aset itu dikembalikan, maka Pemerintah Aceh berkewajiban untuk memanfaatkannya dengan benar. Ia menekankan agar kawasan itu tidak dibebani oleh bangunan fisik baru, tetapi dijadikan ruang terbuka bernilai sejarah yang bisa dinikmati rakyat Aceh dan dirawat sebagai bagian dari identitas budaya.

“Cuma harapan saya kepada Pemerintah Aceh, jangan amburadul (pengelolaan), saya juga apresiasi Mualem untuk langkah ini. Jadi harus dijaga,” kata Cek Midi.

Hak Pakai TNI AD

Pamflet putih dengan tiang berkelir merah putih terpanjang di kawasan lapangan Blang Padang. Tertulis di sana ‘Tanah Negara’ hak pakai TNI-AD Kodam Iskandar Muda. Di bawahnya juga tertera, barang siapa yang akan menggunakan harus seizin Kodam Iskandar Muda.

Plang dari Kodam Iskandar Muda di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. [Suara.com/Kontri/Iskandar].
Plang dari Kodam Iskandar Muda di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. [Suara.com/Kontri/Iskandar].

Belakangan, Pemerintah Aceh telah menyurati Presiden Prabowo Subianto untuk dapat mengembalikan status tanah Blang Padang sebagai tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman.

Dalam surat tersebut, Gubernur menegaskan bahwa berdasarkan sejarah Kesultanan Aceh dan dokumen kolonial Belanda, Blang Padang merupakan bagian dari tanah wakaf yang dihibahkan Sultan Iskandar Muda untuk kemakmuran dan pemeliharaan Masjid Raya Baiturrahman.

“Berdasarkan hasil penelusuran sejarah, kajian yuridis, serta aspirasi masyarakat dan tokoh agama, tanah ini secara hukum Islam dan adat Aceh terbukti sebagai tanah wakaf yang sepatutnya dikelola oleh nazhir Masjid Raya Baiturrahman,” isi surat yang diteken Gubernur Aceh.

Selain itu, sejumlah dokumen pendukung juga ditera. Salah satunya catatan K.F.H. Van Langen dalam De Inrichting van het Atjehsche Staatsbestuur onder het Sultanaat (1888) yang menyebut Blang Padang dan Blang Punge sebagai tanah oemong sara.

Status tanah wakaf itu secara hukum Islam bersifat tetap, tidak boleh diperjualbelikan atau diwariskan, dan hasilnya hanya boleh dimanfaatkan untuk kepentingan masjid.

Terdapat peta Belanda tahun 1875 Kaart Van Onze Tegenwoordige Positie Op Atjeh menunjukkan wilayah Kutaraja dan Aceh Besar telah dikuasai Belanda, kecuali tanah bekas Masjid Raya, Blang Padang, dan Blang Punge.

Sebagai pembanding, tanah wakaf Masjid Raya di Blang Punge telah memiliki sertifikat wakaf seluas 7.784 meter persegi, yang kini menjadi lokasi rumah imam masjid, lembaga pendidikan agama, hingga Radio Baiturrahman.

“Tanah Blang Padang dan Blang Punge diwakafkan bersamaan oleh Sultan Aceh untuk Masjid Raya Baiturrahman,” bunyi keterangan dalam surat tersebut.

Peta lain, Blad Nomor 310 tahun 1906 dan peta Koetaradja tahun 1915, juga menunjukkan Blang Padang sebagai Aloen-Aloen Kesultanan Aceh yang tidak pernah dikuasai Koninklijk Nederlands Indische Leger (KNIL).

Merujuk Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kawasan Blang Padang saat ini ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau.

Berdasarkan pertimbangan sejarah, hukum adat, dan ketentuan syariat, Gubernur Aceh memohon Presiden untuk: Mengembalikan status Blang Padang sebagai tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman; Menyerahkan pengelolaan lahan kepada nazhir masjid; Memfasilitasi proses sertifikasi tanah wakaf Blang Padang; Memediasi koordinasi antar instansi terkait agar penyelesaian status tanah berjalan tertib, transparan, dan bermartabat.

Dalam surat ini, disebutkan jika permohonan ini merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Aceh dalam menjaga amanah Sultan Iskandar Muda, sehingga penggunaan lahan tetap sesuai syariat Islam dan tujuan wakaf.

Hal ini juga dipertegas oleh Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah. Menurutnya, Pemerintah Aceh memiliki dokumen atas milik tanah tersebut.

“Blang ini kalau dalam bahasa Aceh itu sawah, jadi sawah ini diwakafkan ke Masjid raya untuk penggunaan adalah kebutuhan masjid, bisa kebutuhan untuk imam, dan atau yang lainnya,” katanya.

Dia juga tidak mempersoalkan adanya pamflet yang dipajang TNI dikawasan tersebut.

“Kawan-kawan TNI juga tidak salah, karena mungkin menurut mereka. Tetapi kita punya dokumen menurut Pemerintah Aceh punya dokumen resmi. Semua ini sudah kita sampaikan, biarlah pemerintah pusat yang memutuskan bagaimana status tanah tersebut,” kata Fadhlullah.

Sejumlah masyarakat melihat upacara pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-79 yang digelar di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Selasa, 1 Juni 2025. [Suara.com/Kontri/Iskandar].
Sejumlah masyarakat melihat upacara pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-79 yang digelar di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Selasa, 1 Juni 2025. [Suara.com/Kontri/Iskandar].

Sementara itu, Gubernur Aceh Muzakir Manaf membenarkan adanya surat yang dilayangkan ke sejumlah kementerian termasuk Presiden Prabowo Subianto. Namun, sampai saat ini Pemerintah Aceh belum menerima laporan tindak lanjut atas surat tersebut.

“Saya belum menerima laporan, iya (menyurati presiden). Belum ada laporan apakah iya atau tidak, semua jangan dawa-dawi,” kata Mualem usai memimpin Upacara pada peringatan HUT Bhayangkara ke-79 di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Selasa, 1 Juni 2025.

Kacamata Hukum dan Sejarah

Sementara itu, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Syiah Kuala (USK) Andri Kurniawan mengatakan polemik status kepemilikan lahan Blang Padang, seharusnya tidak perlu terjadi apabila semua pihak mengedepankan pendekatan hukum dan transparansi dokumen. Menurutnya, status lahan tersebut dapat dikaji secara historis, yuridis, sosiologis, dan agamis.

"Dalam hukum, minimal harus punya alat bukti ketika ingin membawa sebuah kasus atau perkara ke pengadilan. Ini menyangkut kewenangan yang dilimpahkan dari sebuah surat, alat bukti, atau keputusan,” kata Andri kepada Suara.com.

Andri menilai Pemerintah Aceh sudah memiliki dasar hukum yang cukup kuat terkait kepemilikan dan pengelolaan lahan tersebut. Apalagi, menurut pemberitaan yang beredar, status tanah itu merupakan tanah wakaf.

"Wakaf itu jelas tujuannya untuk siapa, dan siapa pengelolanya. Dari dokumen yang ada seharusnya itu menjadi domain Masjid Raya," jelasnya.

"Mereka (Kodam IM) hanya mengelola. Tapi secara hukum, kita tunggu saja bukti yang diberikan oleh kepada Presiden Prabowo,” sambungnya.

Andri juga mengungkapkan bahwa sebelumnya pernah ada tim dari Pemerintah Aceh yang dikirim ke Belanda untuk menelusuri arsip sejarah terkait Blang Padang. Namun hingga kini, hasil penelusuran tersebut belum dipublikasikan.

Menurutnya, pendekatan 5W1H harus digunakan untuk menjawab persoalan ini secara menyeluruh. Siapa pemilik lahan, siapa yang berwenang, dan berdasarkan apa pengelolaan itu dijalankan.

Ia menilai Pemerintah Aceh saat ini hanya bermain di ranah kebijakan tanpa membuka dokumen yang memperkuat klaim mereka.

“Dokumen tertulis yang bersifat resmi kan ada. Itu sebabnya Pemerintah Aceh berani bilang itu milik Masjid Raya,” katanya.

Andri juga menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara pemerintah daerah dan militer.

"Ini juga jadi problem karena sengketa ini melibatkan dua institusi negara, dalam hal ini Pemerintah Aceh dan militer. Sedangkan militer punya peradilan sendiri,” ucapnya.

Dia menegaskan seluruh polemik ini tetap berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu, ia mengajak semua pihak untuk menempuh jalur penyelesaian yang damai dan konstitusional.

“Tidak perlu ke pengadilan, karena semuanya masih dalam bingkai negara kesatuan,” kata Andri.

_____________________________

Kontributor Aceh: Iskandar


Terkait

Momen HUT ke-79 Bhayangkara, Prabowo Berikan Tanda Kehormatan ke Sejumlah Satuan Polri
Selasa, 01 Juli 2025 | 13:48 WIB

Momen HUT ke-79 Bhayangkara, Prabowo Berikan Tanda Kehormatan ke Sejumlah Satuan Polri

Prabowo memberikan Tanda Kehormatan Nugraha Sakanti kepada sejumlah satuan kerja Polri yang dinilai berjasa di bidang kepolisian.

Bepro Aceh Minta Bantuan Dasco Selesaikan Polemik Status Blangpadang
Senin, 30 Juni 2025 | 15:55 WIB

Bepro Aceh Minta Bantuan Dasco Selesaikan Polemik Status Blangpadang

Bepro Aceh menyerukan Sufmi Dasco Ahmad untuk memulihkan status hukum Lapangan Blangpadang sebagai tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman.

Penggusuran dan HPL Bermasalah, KPA Desak Presiden Prabowo Evaluasi KEK Mandalika
Jum'at, 27 Juni 2025 | 19:43 WIB

Penggusuran dan HPL Bermasalah, KPA Desak Presiden Prabowo Evaluasi KEK Mandalika

KPA desak Presiden Prabowo evaluasi KEK Mandalika, soroti pengadaan tanah bermasalah sejak 2019 oleh PT ITDC. Diduga ada pelanggaran HPL, penggusuran, & konflik.

Terbaru
Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!
nonfiksi

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:05 WIB

M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar polemik

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:08 WIB

"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam polemik

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam

Kamis, 26 Juni 2025 | 14:36 WIB

Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu? polemik

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu?

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:41 WIB

Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis? polemik

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis?

Rabu, 25 Juni 2025 | 21:34 WIB

Angka ini sangat ambisius apabila dilihat dari track record koperasi kita, kata Jaya.

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik polemik

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik

Rabu, 25 Juni 2025 | 18:34 WIB

Pengakuan Marcella Soal Biaya Narasi Penolakan RUU TNI dan "Indonesia Gelap" Dinilai Berbahaya: Membuat Kelompok Masyarakat Sipil Semakin Rentan

Suara Profetik Lintas Iman Menolak PSN Merauke: Penjarahan Berkedok Pembangunan polemik

Suara Profetik Lintas Iman Menolak PSN Merauke: Penjarahan Berkedok Pembangunan

Rabu, 25 Juni 2025 | 14:10 WIB

Proyek tersebut tidak berdasarkan pada prinsip-prinsip kemanusian dan adab," kata Busyro.