Suara.com - Target Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur menjadi ibu kota politik Indonesia pada 2028 diperkirakan mengalami penundaan. Penyebab utamanya adalah pemangkasan anggaran belanja negara yang berdampak pada Otorita IKN dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Kedua lembaga ini terkena kebijakan efisiensi sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Prabowo Subianto. Dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025, pemerintah menargetkan penghematan anggaran sebesar Rp306,6 triliun.
Rinciannya, Rp256,1 triliun berasal dari pemangkasan anggaran kementerian/lembaga, sementara Rp50,5 triliun dari transfer ke daerah (TKD).
Dokumen yang diperoleh Suara.com menunjukkan bahwa OIKN mengalami pemangkasan anggaran hingga Rp4,8 triliun. Sementara itu, Kementerian PU terkena pemotongan lebih besar, mencapai Rp81 triliun.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai kebijakan ini akan berdampak pada pembangunan IKN. Dengan anggaran yang berkurang, rencana kerja harus dievaluasi dan disesuaikan.
“Menurut saya, target IKN sebagai Ibu Kota Politik pada 2028 bisa saja tertunda,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala OIKN Basuki Hadimuljono menyebut Prabowo telah menginstruksikan percepatan pembangunan kawasan yudikatif, legislatif, serta ekosistem pendukung di IKN tahun ini. Untuk periode 2025-2029, total anggaran yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp48,8 triliun, termasuk biaya pemeliharaan sarana yang telah dibangun.
Namun, keputusan pemangkasan anggaran menunjukkan bahwa pembangunan IKN bukan prioritas utama Prabowo.
“Saya melihat Pak Prabowo lebih fokus pada program MGB (Makan Bergizi Gratis), yang merupakan janji politiknya,” kata Trubus.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, juga mengakui bahwa efisiensi anggaran dilakukan untuk mendukung program prioritas pemerintah. Salah satunya adalah MGB, yang tahun ini ditargetkan menjangkau 82,9 juta penerima.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, bahkan meminta tambahan anggaran Rp100 triliun demi memenuhi target tersebut. Pasalnya, anggaran awal sebesar Rp71 triliun hanya cukup untuk mencakup 15-17,5 juta penerima manfaat.
Dengan pergeseran fokus ini, pembangunan IKN tampaknya harus menyesuaikan ritme baru di bawah pemerintahan Prabowo.
Kalkulasi Politik Prabowo
Pemangkasan anggaran OIKN dan Kementerian PU dinilai sebagai bukti bahwa Prabowo memiliki prioritas sendiri dalam menjalankan pemerintahan. Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menyebut bahwa setiap presiden punya arah kebijakan masing-masing.
“Pemotongan anggaran di sejumlah kementerian dan Otorita IKN setidaknya menjadi bukti bahwa Prabowo punya kalkulasi sendiri soal kebijakan,” kata Adi kepada Suara.com.
Keputusan ini sekaligus menegaskan bahwa IKN bukan prioritas utama bagi pemerintahan Prabowo. Dalam 100 hari kerja, kebijakan populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), rumah murah, dan sekolah rakyat lebih diutamakan.
“Berbeda dengan Jokowi yang gaspol IKN ingin cepat kelar dalam tempo sesingkat-singkatnya,” ujar Adi.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas, Asrinaldi, punya pendapat senada. Ia menilai MBG lebih diprioritaskan karena merupakan janji kampanye Prabowo. Sementara itu, IKN hanyalah warisan kebijakan dari pemerintahan Jokowi.
Sebagai presiden, Prabowo tetap berkewajiban melanjutkan pembangunan IKN sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Namun, dari caranya mengatur anggaran, tampak jelas bahwa IKN tidak menjadi agenda utama.
“Jika benar-benar prioritas, seharusnya pembangunannya tidak diperlambat,” kata Asrinaldi.
Meski bukan prioritas utama, pemangkasan anggaran IKN tidak berarti Prabowo melanggar undang-undang. Pembangunan tetap berjalan, meski bertahap. Secara politik, keputusan ini lebih menguntungkan karena survei menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Prabowo tetap tinggi.
“Ini juga sebagai upaya menunjukkan komitmennya sebagai presiden yang taat pada janji politik,” ujar Asrinaldi.
Klaim Tak Dipotong
Pemerintah memastikan anggaran pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tahun ini tidak akan dipangkas. Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, justru menyatakan bahwa anggaran tersebut akan bertambah sebesar Rp8,1 triliun.
Menurut Basuki, alokasi anggaran OIKN awalnya sebesar Rp6,3 triliun. Setelah rapat terbatas dengan Presiden Prabowo pada 21 Januari 2025, anggaran itu ditambah Rp8,1 triliun. Tambahan ini akan digunakan untuk pembangunan kawasan yudikatif dan legislatif di IKN.
Basuki menjelaskan bahwa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran disusun sebelum rapat terbatas tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian agar kebijakan terbaru bisa diterapkan.
"Inpres 2025 Nomor 1 dibuat sebelum ratas kemarin," ujar Basuki di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/2).
Hari ini, Basuki berencana mengirim surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Isi surat tersebut adalah permohonan penyesuaian anggaran IKN sesuai hasil rapat dengan Prabowo.
"Kami diminta berkirim surat ke Menteri Keuangan untuk menyesuaikan sesuai yang sudah disetujui Presiden, yaitu Rp6,3 triliun ditambah Rp8,1 triliun," pungkasnya.
DPR dan MPR dikecualikan.
Kematian gajah di Aceh Timur itu bukan kasus pertama di tahun 2025. Pada 1 Januari lalu, satu gajah ditemukan mati di Kawasan Perkebunan Panton Reu, Aceh Barat.
Lantaran kuatnya politik uang, pemilih menjadi terlena. Mereka tak peduli dengan siapa yang mereka pilih.
Haruskan nonton web series-nya dulu sebelum nonton film Sore: Istri dari Masa Depan? Jawabannya ada di sini.
Rasanya seperti berwisata ke taman safari dengan koleksi dinosaurus kerennya. Seru, tapi mudah terlupakan.
"Dalam catatan sejarah itu tercantum Blang Padang (milik Masjid Raya), kata Cek Midi.
M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.
"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.
Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.
Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.