Menyibak Tabir di Balik Kekerasan Prajurit TNI: Mengapa Terus Berulang?
Home > Detail

Menyibak Tabir di Balik Kekerasan Prajurit TNI: Mengapa Terus Berulang?

Bimo Aria Fundrika | Muhammad Yasir

Senin, 03 Februari 2025 | 19:00 WIB

Suara.com - Seorang anggota TNI dari Yonif 318/Kostrad, Pratu TS, ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan terhadap perempuan berinisial NS (26). Korban, seorang ibu tunggal dengan satu anak, ditemukan tewas di kontrakannya di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, pada Kamis, 30 Januari 2025.

Pembunuhan ini terungkap setelah warga mencium bau busuk dari kamar kontrakan korban. Saat memeriksa, mereka terkejut menemukan tubuh NS yang sudah membusuk.

Kapendam Jaya, Kolonel Infanteri Deki Rayusyah Putra, mengonfirmasi bahwa Pratu TS mengaku menganiaya NS hingga tewas. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Denpom Jaya 1/Tangerang.

Denpom Jaya 1/Tangerang saat ini masih menyelidiki motif di balik kejadian ini. Kolonel Deki menegaskan, sanksi tegas akan dijatuhkan kepada Pratu TS sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Ilustrasi kekerasan (Pexels/Mart Production)
Ilustrasi kekerasan (Pexels/Mart Production)

“Saat ini masih  dilakukan pemeriksaan oleh Denpom untuk mengetahui motif dan sebagainya,” kata Deka kepada Suara.com, Senin (3/2/2025).

Kekerasan dalam hubungan pacaran masih menjadi masalah besar bagi banyak perempuan. Data terbaru dari Simfoni, sistem yang dikelola Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), menunjukkan bahwa hingga awal tahun 2025, sudah ada 187 kasus kekerasan yang dilakukan pacar.

Data lain dari Komnas Perempuan di akhir tahun 2023 mencatat total kekerasan terhadap perempuan mencapai 401.975 kasus. Dari jumlah itu, 39 kasus pelakunya berasal dari TNI, sementara 87 kasus lainnya melibatkan anggota Polri.

Menurut Komnas Perempuan, tingginya angka kekerasan dari anggota Polri disebabkan oleh transparansi proses hukum di kepolisian. Berbeda dengan TNI yang lebih tertutup karena proses hukum berlangsung di Mahkamah Militer.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah, menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan umumnya terjadi karena ketidakseimbangan relasi antara laki-laki dan perempuan. Ketimpangan ini semakin besar ketika pelaku adalah anggota TNI atau Polri, yang memiliki status sosial tinggi di masyarakat.

"Militer menempati posisi yang dihormati dan disegani," kata Siti kepada Suara.com, Senin (3/2/2025).

Namun, Siti Aminah menegaskan bahwa ia masih menunggu informasi lebih lanjut mengenai motif pelaku yang menganiaya hingga menyebabkan kematian, untuk mengklasifikasikan kejadian ini sebagai femisida.

Masalah Mental hingga Penegakan Hukum

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menyoroti masalah mental prajurit TNI terkait kasus ini. Banyak kekerasan yang dilakukan prajurit muda, seperti Pratu TS, dipicu oleh masalah mental.

Fahmi menjelaskan, prajurit muda sering bertindak impulsif saat menghadapi masalah atau tekanan. Ini bukan hanya di pekerjaan, tapi juga dalam kehidupan pribadi mereka.

“Ketidakmampuan mengelola emosi di situasi penuh tekanan atau frustrasi sering mendorong mereka untuk bertindak secara tidak proporsional, seperti kekerasan,” kata Fahmi, Senin (3/2/2025).

Fahmi menilai, Panglima TNI perlu fokus pada pembinaan mental dan karakter prajurit. Kekerasan yang dilakukan prajurit muda tidak lepas dari kurangnya pembekalan.

“Karena itu, mereka rentan terlibat dalam kekerasan, terutama saat menghadapi masalah pribadi atau tekanan emosional,” lanjutnya.

Selain itu, Fahmi menyebut lingkungan TNI juga bisa menjadi faktor penyebab. Jika kekerasan dianggap norma di lingkungan TNI, maka kasus seperti yang dilakukan Pratu TS bisa terulang.

“Penting bagi senior dan pimpinan memberikan contoh perilaku yang baik untuk mengurangi risiko kekerasan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya, mengatakan kekerasan yang berulang menunjukkan masalah dalam rekrutmen dan pendidikan prajurit.

Dimas menilai, proses pendidikan dan pembentukan karakter prajurit harus mengikuti perkembangan zaman.

“Jangan sampai pola pendidikan TNI disamakan dengan pola zaman perang atau konflik. Sekarang sudah era demokrasi,” ujar Dimas kepada Suara.com.

Dimas menekankan, prajurit TNI harus dibentuk dengan pemahaman tentang demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Selain itu, evaluasi dan tes psikologi berkala sangat diperlukan, terutama bagi prajurit yang dibekali senjata.

“Penting untuk memperhatikan pencegahan melalui pengawasan, baik tes psikologi maupun pembinaan karir dan pendidikan,” tambahnya.

Dimas juga menilai perlunya lembaga eksternal independen yang mengawasi kinerja TNI. Lembaga ini diharapkan bisa menekan angka pelanggaran oleh prajurit.

“Kehadiran lembaga pengawas eksternal di level TNI sangat penting. Polri sudah punya Kompolnas, tapi TNI belum ada,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Imparsial Ardi Manto menilai kekerasan yang berulang ini menunjukkan ketidakefektifan peradilan militer. Menurutnya, reformasi peradilan militer sangat mendesak.

Ardi menegaskan, prajurit TNI yang terlibat tindak pidana seharusnya diproses di peradilan umum yang lebih transparan. Ia merujuk Pasal 3 Ayat 4 huruf a TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 yang menyatakan bahwa prajurit TNI tunduk pada peradilan militer hanya untuk pelanggaran hukum militer, sementara pelanggaran hukum pidana umum harus melalui peradilan umum.

“Kasus kekerasan prajurit TNI terhadap masyarakat sipil bukan cuma tindakan oknum, tetapi sistem yang memungkinkan mereka menghindari hukuman,” kata Ardi.

Tanpa reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan militer dan penguatan mekanisme pertanggungjawaban, kasus serupa akan terus berulang, tegasnya.


Terkait

Sebut Militer Kian Brutal! Koalisi Sipil Desak Prajurit TNI Pembunuh Wanita di Tangsel Diadili Lewat Peradilan Umum
Senin, 03 Februari 2025 | 08:47 WIB

Sebut Militer Kian Brutal! Koalisi Sipil Desak Prajurit TNI Pembunuh Wanita di Tangsel Diadili Lewat Peradilan Umum

"...maka sepatutnya diadili dalam sistem peradilan umum yang lebih terbuka, akuntabel dan dapat diawasi oleh publik secara luas."

19 Bocah di Tangerang Jadi Korban Nafsu Guru Ngaji, KemenPPPA Beri Pendampingan Psikologis
Minggu, 02 Februari 2025 | 10:34 WIB

19 Bocah di Tangerang Jadi Korban Nafsu Guru Ngaji, KemenPPPA Beri Pendampingan Psikologis

Nahar menyebut, adanya ketimpangan relasi kuasa yang tinggi antara pelaku dan para korbannya yang masih usia anak

Prabowo: Pangkat TNI-Polri Adalah Titipan Rakyat, Bukan Hak!
Jum'at, 31 Januari 2025 | 15:00 WIB

Prabowo: Pangkat TNI-Polri Adalah Titipan Rakyat, Bukan Hak!

Prabowo juga menyebut rakyat menuntut TNI-Polri untuk memberikan pengabdian dan dedikasi setinggi-tingginya.

Terbaru
Mewaspadai Ancaman Kejahatan Terorganisir Komunitas WNA di Bali
polemik

Mewaspadai Ancaman Kejahatan Terorganisir Komunitas WNA di Bali

Senin, 03 Februari 2025 | 16:00 WIB

Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menyebut ini bukan sekadar kejahatan jalanan.

Uang, Patronase, dan Suara yang Terjual: Mengapa DPR Tidak Lagi Dipercaya? polemik

Uang, Patronase, dan Suara yang Terjual: Mengapa DPR Tidak Lagi Dipercaya?

Senin, 03 Februari 2025 | 12:03 WIB

Lantaran kuatnya politik uang, pemilih menjadi terlena. Mereka tak peduli dengan siapa yang mereka pilih.

Malam Maut di Laut Tanjung Rhu, Tragedi Lima Pekerja Migran Indonesia Ditembak Otoritas Malaysia polemik

Malam Maut di Laut Tanjung Rhu, Tragedi Lima Pekerja Migran Indonesia Ditembak Otoritas Malaysia

Senin, 03 Februari 2025 | 08:06 WIB

Petugas Maritim Malaysia itu melepas tembakan membabi buta ke arah boat WNI yang berjarak antara 20 meter hingga 25 meter di tengah malam gelap.

When the Past Was Around: Perjalanan Emosional Melalui Visual dan Musik nonfiksi

When the Past Was Around: Perjalanan Emosional Melalui Visual dan Musik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 11:45 WIB

Tanpa sepatah kata, When the Past Was Around mampu menyampaikan emosi yang mendalam dan kisah yang menyentuh hati.

Jika Versi Danilla-Hindia Dikritik: Remake Lagu Indonesia Lawas, Bisakah Bikin Puas? nonfiksi

Jika Versi Danilla-Hindia Dikritik: Remake Lagu Indonesia Lawas, Bisakah Bikin Puas?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB

Lagu "Jika" ciptaan Melly Goeslaw membuka tahun 2025 dengan dinyanyikan ulang alias remake oleh Danilla Riyadi dan Hindia.

Momen Hemat Anggaran, Normalisasi Transportasi Umum bagi Pejabat Negara Harus Dilaksanakan polemik

Momen Hemat Anggaran, Normalisasi Transportasi Umum bagi Pejabat Negara Harus Dilaksanakan

Jum'at, 31 Januari 2025 | 20:19 WIB

Sudah tidak ada alasan bagi pejabat untuk tidak menggunakan transportasi umum.

Utak-atik APBN Demi Makan Bergizi Gratis polemik

Utak-atik APBN Demi Makan Bergizi Gratis

Jum'at, 31 Januari 2025 | 17:00 WIB

Presiden Prabowo instruksikan efisiensi APBN 2025 hingga Rp306,6 triliun untuk program prioritas, terutama Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditargetkan 82,9 juta penerima.