Suara.com - I Know What You Did Last Summer mencoba menumpang gelombang nostalgia yang kini sedang jadi tren Hollywood.
Film ini adalah remake sekaligus sekuel spiritual dari versi 1997, sebuah slasher klasik yang melegenda karena atmosfir mencekam dan karakter memorable.
Sayangnya, versi terbaru ini justru menjadi bukti bahwa tidak semua yang lawas perlu dibangkitkan.
Alur ceritanya masih berakar pada formula yang sama, lima sahabat secara tidak sengaja menyebabkan kecelakaan hingga korban tewas dan memutuskan menutupinya.
Setahun kemudian, pesan-pesan misterius mulai menghantui mereka. Penonton pun dibawa masuk ke dalam kisah pembalasan berdarah.
Awalnya film ini menjanjikan. Opening scene cukup solid dengan karakter yang tampaknya menarik.
Kemunculan Jennifer Love Hewitt serta Freddy Prinze Jr. menumbuhkan harapan bahwa kita akan melihat pertarungan baru antara masa lalu dan masa kini.
Namun semua ekspektasi itu cepat runtuh saat cerita masuk ke pertengahan durasi.
Narasi menjadi kacau, alur berganti tone tanpa arah, dan karakter mulai kehilangan konsistensi logisnya.
Karakter Klise dan Performa Akting yang Canggung
Salah satu kelemahan paling mencolok dari film ini adalah karakter-karakternya yang terasa dibuat hanya untuk mengisi slot.
Tidak ada satupun karakter kompleks. Ketika satu per satu mulai menjadi korban, sulit untuk peduli, karena teman mereka pun seolah tak peduli.
Histeris sesaat, tapi besoknya, mereka kembali hidup normal, seperti tidak sedang dikejar pembunuh sadis.
Chase Sui Wonders, yang diplot sebagai "final girl" dalam film ini, tampil kurang meyakinkan.
Bukan hanya karena karakter yang dia perankan datar, tapi juga karena penyampaian emosinya terasa artifisial.
Kita tahu dia sedang takut, karena ada musik tegang dan kamera mendekat, tapi raut wajahnya lebih cocok untuk drama remaja ketimbang film pembantaian.
Ironisnya, aktor-aktor lawas yang justru menyelamatkan beberapa momen film ini.
Meski porsinya terbatas, Jennifer Love Hewitt dan Freddy Prinze Jr. tetap mencuri perhatian.
Namun kemunculan mereka yang hanya sebatas nostalgia, tidak cukup untuk memberi bobot dramatis apapun.
Seperti cameo yang dimasukkan untuk memancing sorakan penonton lama, yang sayangnya, mungkin justru merasa dikhianati.
Arah Sutradara Tak Jelas dan Humor Gagal
Upaya menggabungkan elemen horor dengan humor sebenarnya bukan ide buruk, asal dilakukan dengan niat dan kematangan.
Film seperti Scream atau Cabin in the Woods sudah membuktikan bahwa slasher bisa cerdas sekaligus menghibur.
Namun dalam I Know What You Did Last Summer versi ini, humornya justru merusak suasana, seolah-olah kasus pembunuhan yang terjadi hanya main-main.
Alih-alih menjadi satire yang menyegarkan, film ini malah seperti parodi murahan dari dirinya sendiri.
Dari sisi teknis pun tidak ada yang bisa dibanggakan. Sinematografi cenderung generik, tidak ada permainan cahaya atau komposisi yang menggugah rasa takut.
Adegan pembunuhan pun kurang berdampak, baik dari segi efek spesial maupun suspense.
Bahkan desain suara, yang biasanya menjadi andalan di film horor, terasa tumpul dan kurang dramatis.
Penonton hanya dibuat kaget dengan kemunculan yang tiba-tiba, tapi hanya itu saja, tidak ada kesan kurang nyaman.
Teror yang Tidak Pernah Menyala
Satu-satunya hal positif dari film ini mungkin adalah upaya mempertahankan misteri mengenai siapa sebenarnya sang pembunuh.
Beberapa adegan cukup berhasil membangun teka-teki, dan penonton bisa saja dibuat menerka-nerka hingga menjelang akhir.
Namun ketika twist-nya terungkap, semua terasa hambar. Tidak ada kejutan, tidak ada emosi. Hanya semacam "Oh, jadi dia toh," tanpa dampak apapun.
Seperti kembang api yang gagal meledak, film ini punya potensi, tapi tidak pernah menyala.
Sebagai remake, biasa dibilang gagal memberi pembaruan berarti. Mau disebut horor, tapi gagal menakutkan.
Dan sebagai bentuk penghormatan pada film aslinya, film ini justru terlihat seperti parodi yang tidak sadar diri.
Pada akhirnya, I Know What You Did Last Summer hanyalah satu dari sekian banyak contoh bagaimana industri film terlalu sering menggantungkan diri pada masa lalu.
Ketimbang menciptakan horor baru dengan karakter dan cerita segar, mereka memilih menggali kuburan film lama untuk dihidupkan kembali, sayangnya, tanpa jiwa.
Kalau ini adalah bentuk "tribut" untuk film aslinya, maka bisa dibilang ini adalah tribut dengan bunga plastik, warnanya boleh cerah, tapi tidak beraroma, dan cepat membosankan.
Jika tidak ada film lain, I Know What You Did Last Summer bisa menjadi opsi yang menghibur.
Namun jika banyak pilihan, lebih baik skip saja.
Kontributor : Chusnul Chotimah
Diangkat dari kisah penuh perjuangan Panglima TNI Agus Subiyanto, Believe bakal sajikan tontonan yang emosional dan sarat nilai kemanusiaan.
Dapat ditonton di berbagai platform streaming.
Momen reuni Nicole Kidman dan Sandra Bullock di lokasi syuting Practical Magic 2 jadi sorotan.
Dapatkan promo tiket nonton The Fantastic Four: First Steps di bioskop! Simak cara beli tiket lewat TIX ID dan m.tix lengkap dengan promo GoPay dan IMAX.
Haruskan nonton web series-nya dulu sebelum nonton film Sore: Istri dari Masa Depan? Jawabannya ada di sini.
Rasanya seperti berwisata ke taman safari dengan koleksi dinosaurus kerennya. Seru, tapi mudah terlupakan.
"Dalam catatan sejarah itu tercantum Blang Padang (milik Masjid Raya), kata Cek Midi.
M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.
"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.
Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.
Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.