Pembatasan Media Sosial atau Peningkatan Literasi: Menakar Efektivitas Perlindungan Anak di Ruang Digital
Home > Detail

Pembatasan Media Sosial atau Peningkatan Literasi: Menakar Efektivitas Perlindungan Anak di Ruang Digital

Bimo Aria Fundrika | Muhammad Yasir

Rabu, 22 Januari 2025 | 12:00 WIB

Suara.com - Rencana pemerintah membatasi media sosial untuk melindungi anak di ruang digital mendapat sambutan positif. Namun, kebijakan ini perlu didasari kajian mendalam yang sesuai dengan konteks Indonesia. Partisipasi publik yang bermakna juga menjadi hal penting agar regulasi ini tidak terkesan hanya meniru kebijakan di Australia.

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Nenden Sekar Arum, menegaskan pentingnya kajian komprehensif. Hal ini untuk memastikan mekanisme yang diterapkan benar-benar relevan dan tepat bagi Indonesia.

“Karena pasti akan ada berbeda soal behavior anak-anak di Indonesia dan Australia dalam mengonsumsi informasi,” jelas Nenden kepada Suara.com, Selasa (21/1/2025).

Australia telah mengesahkan undang-undang yang membatasi penggunaan media sosial bagi anak di bawah 16 tahun. Langkah ini bertujuan melindungi kesehatan fisik dan mental anak-anak pada masa kritis perkembangan mereka.

Ilustrasi Media Sosial (Pexels/cottonbro studio)
Ilustrasi Media Sosial (Pexels/cottonbro studio)

Pada November 2024, aturan tersebut melarang penggunaan platform seperti Snapchat, TikTok, Instagram, dan X oleh anak-anak. Pelanggaran aturan ini dapat berujung denda hingga AU$49,5 juta atau sekitar Rp512,7 miliar.

Di Indonesia, rencana serupa disampaikan Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, setelah rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka pada 13 Januari 2025. Dalam pertemuan itu, Meutya dan Presiden membahas strategi perlindungan anak di ruang digital.

Hasil diskusi tersebut membuka kemungkinan penerbitan peraturan pemerintah (PP) sebagai langkah awal, sambil mempersiapkan undang-undang yang lebih komprehensif melalui kajian mendalam.

Namun, Nenden Sekar Arum, , mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa. Ia menekankan pentingnya melibatkan partisipasi publik dan mempertimbangkan risiko dari pembatasan media sosial. Menurutnya, aturan semacam itu berpotensi membatasi manfaat positif yang sebenarnya bisa diperoleh anak dari media sosial dan internet.

“Makanya penting juga memastikan bahwa niat baik pemerintah itu harus dibarengi dengan cara-cara yang baik dalam proses penyusunannya dan nanti dalam konteks implementasinya,” tuturnya.

Urgensi Literasi Digital

Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada, Hafiz Noer, menyarankan agar kebijakan pemerintah mempertimbangkan seluruh lapisan masyarakat.

Digitalisasi, menurutnya, berdampak bukan hanya pada anak-anak tetapi juga orang tua dan lansia.

Hafiz menilai upaya perlindungan anak di ruang digital dapat dimulai dari peningkatan literasi dan kecakapan digital. Ia menyebut, literasi digital bahkan pernah diusulkan masuk dalam kurikulum merdeka.

Literasi digital sebenarnya merupakan pengembangan dari mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Namun, Hafiz menyayangkan bahwa pelajaran ini tidak dijadikan mata pelajaran utama. Sebaliknya, literasi digital hanya ditempatkan sebagai bimbingan belajar tambahan.

“Memahami cara menggunakan perangkat seperti Word atau belajar coding itu penting, tapi lebih penting lagi mempelajari etiket dan netiket dalam berdigital,” ujar Hafiz.

Hafiz menyoroti urgensi literasi digital dengan menyinggung ancaman misinformasi seperti penggunaan DeepFake dan AI Generatif. Berdasarkan survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) terhadap 1.200 masyarakat Indonesia, 33,3 persen dari 11,8 persen responden yang pernah melihat konten DeepFake mengaku mempercayainya.

Lebih memprihatinkan, 4,1 persen dari mereka yang percaya juga pernah membagikan konten tersebut.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menegaskan pemerintah akan mempertimbangkan secara matang kebijakan pembatasan media sosial bagi anak.

Hal ini disampaikan usai acara diskusi Memupuk Literasi Digital Anak dalam Bermedia Sosial Secara Bijak di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, 20 Januari 2025.

Literasi digital Generasi Z dalam program KU CERDIG. [KU CERDIG]
Literasi digital Generasi Z dalam program KU CERDIG. [KU CERDIG]

Pratikno menyebut pemerintah akan mendengar masukan dari pakar, akademisi, hingga media untuk memastikan kebijakan yang diterapkan memperhitungkan berbagai aspek.

“Keputusan akhirnya akan dibahas di internal pemerintah. Ada banyak sisi negatif yang perlu diantisipasi, tetapi sisi positif juga tak boleh diabaikan,” pungkasnya.

Dalam artikel berjudul "Banning Social Media for Under-16s Won’t Help – Teaching Digital Media Literacy Will" yang ditulis oleh Dosen Senior Studi Media Kritis dari Universitas Teknologi Auckland, di The Conversation, ia menyoroti pentingnya literasi media sebagai solusi utama dibandingkan larangan media sosial.

Menurut Asosiasi Nasional Pendidikan Literasi Media AS (NAMLE), literasi media memberikan keterampilan untuk "mengakses, menganalisis, mengevaluasi, membuat, dan bertindak menggunakan semua bentuk komunikasi". 

Dengan mengajarkan literasi media sebagai keterampilan hidup, kaum muda diajarkan untuk menjadi pengguna media yang kritis, bukan sekadar konsumen pasif. Mereka juga dapat memahami bagaimana platform media memengaruhi dan memanfaatkan penggunanya.

Psikolog sosial Inggris, Sonia Livingstone, menekankan bahwa diskusi soal batasan waktu penggunaan gadget sebaiknya fokus pada kualitas, bukan kuantitas. Yang utama adalah bagaimana gadget digunakan, bukan durasi penggunaannya.

Ethan Bresnick, seorang sarjana asal AS, menggambarkan dunia daring sebagai "taman bermain virtual." Ada risiko, seorang bisa terluka, tetapi juga ada kegembiraan, koneksi, kreativitas, permainan, dan tawa.

"Seperti taman bermain fisik, dunia daring memerlukan langkah-langkah kesehatan dan keselamatan. Namun, lebih penting lagi, kaum muda perlu didukung untuk menilai dan mengelola risiko sendiri agar bisa tumbuh dan menikmati pengalaman mereka," kata dia. 


Terkait

Kampus Kelola Bisnis Tambang, Mercusuar Ilmu atau Menara Asap?
Rabu, 22 Januari 2025 | 08:10 WIB

Kampus Kelola Bisnis Tambang, Mercusuar Ilmu atau Menara Asap?

Keterlibatan perguruan tinggi dalam bisnis tambang akan menggerus sensitivitas terhadap persoalan lingkungan dan peran kampus sebagai kekuatan moral.

Ulah Arogan Menteri Satryo, Masuk Daftar Reshuffle Punggawa Kabinet Prabowo-Gibran?
Selasa, 21 Januari 2025 | 12:38 WIB

Ulah Arogan Menteri Satryo, Masuk Daftar Reshuffle Punggawa Kabinet Prabowo-Gibran?

Jamiluddin menilai dari kasus Menteri Satryo yang didemo pegawainya sendiri menunjukan bahwa yang bersangkutan tidak mampu untuk memimpin lembaganya.

Polemik Pembongkaran Pagar Laut di Tangerang: Tumpang Tindih Koordinasi Demi Selamatkan Muka Pemerintah
Selasa, 21 Januari 2025 | 16:00 WIB

Polemik Pembongkaran Pagar Laut di Tangerang: Tumpang Tindih Koordinasi Demi Selamatkan Muka Pemerintah

Pembongkaran melibatkan 600 personel, termasuk anggota TNI AL dan nelayan. Menurut TNI AL, aksi ini dilakukan atas perintah Presiden Prabowo Subianto.

Terbaru
Problematika Militer di Balik Kepercayaan Masyarakat Terhadap TNI
polemik

Problematika Militer di Balik Kepercayaan Masyarakat Terhadap TNI

Senin, 02 Juni 2025 | 08:32 WIB

Gen Z memiliki keterbatasan literasi terkait isu sosial, politik, dan sejarah.

Skandal PSG Juara Liga Champions: Kelakuan Nasser Al-Khelaifi hingga Potong Jari polemik

Skandal PSG Juara Liga Champions: Kelakuan Nasser Al-Khelaifi hingga Potong Jari

Minggu, 01 Juni 2025 | 11:12 WIB

Di balik keberhasilan PSG juara Liga Champions musim ini, klub berjuluk Les Parisiens punya skandal memalukan.

Beda Gugatan Yoni Dores dan Ahmad Dhani, Kasus Via Vallen Bisa Jadi Pelajaran? nonfiksi

Beda Gugatan Yoni Dores dan Ahmad Dhani, Kasus Via Vallen Bisa Jadi Pelajaran?

Sabtu, 31 Mei 2025 | 11:43 WIB

Yoni Dores dan Ahmad Dhani sama-sama memperjuangkan hak cipta, tetapi kasus Lesti Kejora lebih mirip Via Vallen di masa lalu.

Prabowo Buka Pintu untuk Israel Jika Akui Kemerdekaan Palestina: Diplomasi Realistis? polemik

Prabowo Buka Pintu untuk Israel Jika Akui Kemerdekaan Palestina: Diplomasi Realistis?

Jum'at, 30 Mei 2025 | 18:55 WIB

Israel tak hanya harus mengakui kemerdekaan Palestina secara penuh, tetapi juga harus bertanggung jawab atas genosida yang selama ini dilakukan terhadap rakyat Palestina.

Reformasi Anggaran: Tantangan di Balik Putusan Sekolah Gratis polemik

Reformasi Anggaran: Tantangan di Balik Putusan Sekolah Gratis

Jum'at, 30 Mei 2025 | 16:20 WIB

Presiden adalah satu-satunya otoritas yang dapat melakukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran pendidikan, kata Ubaid.

Bongkar Korupsi Dana Zakat di Baznas Jabar, Whistleblower Malah Dikriminalisasi polemik

Bongkar Korupsi Dana Zakat di Baznas Jabar, Whistleblower Malah Dikriminalisasi

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:51 WIB

"Kriminalisasi terhadap pelapor dugaan korupsi di Baznas menunjukkan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wana.

Kebijakan Jam Malam Pelajar di Jabar: Solusi atau Sekadar Simbolik? polemik

Kebijakan Jam Malam Pelajar di Jabar: Solusi atau Sekadar Simbolik?

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:23 WIB

"Kebijakan jam malam bagi pelajar perlu manajemen pengawasan yang baik. Tanpa itu, kebijakan tersebut hanya akan terdengar baik di atas kertas," ujar Rakhmat.