Membaca Manuver Politik Jokowi di Balik Hubungan Prabowo-Megawati yang Kian Mesra
Home > Detail

Membaca Manuver Politik Jokowi di Balik Hubungan Prabowo-Megawati yang Kian Mesra

Bimo Aria Fundrika | Muhammad Yasir

Jum'at, 17 Januari 2025 | 17:42 WIB

Suara.com - Joko Widodo atau Jokowi sempat dikabarkan akan bergabung ke Partai Golkar. Kabar ini bukan hal baru. Isu tersebut sudah beredar sejak lama, bahkan sebelum Presiden ke-7 RI itu dipecat dari PDI Perjuangan (PDIP).

Kini, wacana Jokowi bergabung dengan partai pohon beringin kembali mencuat. Penyebabnya, hubungan ‘mesra’ antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Menurut Yoes Kenawas, pengamat dinasti politik dari Institute for Advanced Research (IFAR), Universitas Katolik Atma Jaya, hubungan Prabowo dan Megawati yang semakin akrab menjadi ancaman bagi Jokowi.

Jokowi bahkan disebut pernah menjadi penghambat kedekatan Prabowo dan Megawati. Sebelum Prabowo dilantik sebagai presiden terpilih 2024-2029, Jokowi dikabarkan menyarankan agar Prabowo tidak melibatkan PDIP dalam Kabinet Merah Putih.

Joko Widodo mengantar Presiden Prabowo Subianto didampingi Kapten Infanteri Windra Sanur.[Instagram/@windrasanur]
Joko Widodo mengantar Presiden Prabowo Subianto didampingi Kapten Infanteri Windra Sanur.[Instagram/@windrasanur]

Kondisi ini, kata Yoes, bisa berdampak pada kepentingan politik Jokowi. Terutama terkait masa depan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjadi Wakil Presiden. Hubungan baik antara Prabowo dan Megawati berpotensi mengganggu jalan politik Gibran menuju Pilpres 2029.

“Apakah Gibran tetap akan mendampingi Prabowo itu pertanyaan besar. Kalau Megawati dan Prabowo semakin dekat, ini bisa jadi akan menimbulkan keretakan antara Prabowo dengan Gibran,” jelas Yoes kepada Suara.com, Jumat (17/1/2025).

Di tengah ancaman itu, Yoes menilai Jokowi semakin membutuhkan partai politik untuk menjaga pengaruhnya. Kedekatan Jokowi dengan Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadahlia, kata dia, jadi salah satu faktor yang memungkinkannya bergabung ke partai tersebut. 

“Sebenarnya pilihannya itu ada dua, Golkar dan PSI —partai yang dipimpinan putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep. Cuma, PSI ini kan bukan partai parlemen. Jadi yang paling menggoda memang Golkar,” ungkapnya. 

 Yoes memperkirakan Jokowi bisa bergabung dengan partai politik dalam waktu dekat, atau paling lambat sebelum 2029. Menurut Yoes, Jokowi sebenarnya sudah mulai merawat eksistensinya di perpolitikan Indonesia.

Dia terlibat dalam kampanye Pilkada 2024 dan melakukan safari politik dengan menemui sejumlah tokoh penting.

Termasuk menemui Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Rabu, 15 Januari 2025.

Foto pertemuan Jokowi dan Sultan Hamengkubuwono X. [X/@SantorinisSun]
Foto pertemuan Jokowi dan Sultan Hamengkubuwono X. [X/@SantorinisSun]

“Karena kalau Jokowi nggak punya cantolan partai politik atau bisa menjadi tokoh, dia akan dilupakan orang,” ujarnya. “Ini tentu buat Jokowi harus diantisipasi, karena dia tetap goalnya itu kan punya satu kaki di pemerintahan di 2029-2034.”

Prabowo-Megawati Segera Bertemu 

Dalam pidato selama 2,5 jam di HUT PDIP ke-52 di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada 10 Januari 2025, Megawati mengungkapkan hubungan baiknya dengan Prabowo.

Presiden RI ke-5 itu menegaskan, meskipun mereka berasal dari kubu berbeda pada Pilpres 2024, hubungan mereka tetap baik.

“Orang mikir saya sama dia (Prabowo) itu wah kayanya musuhan atau apa. Nggak! Nggak!” kata Megawati.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bicara dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri usai Upacara Peringatan HUT ke-78 RI di Istana, Kamis (17/8) kemarin. (Foto dok Prabowo)
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bicara dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri usai Upacara Peringatan HUT ke-78 RI di Istana, Kamis (17/8) kemarin. (Foto dok Prabowo)

Dalam pidatonya, Megawati juga mengucapkan terima kasih kepada Prabowo karena telah menindaklanjuti keputusan MPR RI 2019-2024 yang mencabut TAP MPRS tentang tudingan Bung Karno berkhianat.

Megawati juga mengenang kembali momen ketika ia membuat nasi goreng spesial untuk Prabowo saat berkunjung ke Teuku Umar, Menteng, Jakarta, pada 2019.

Meski belum bertemu langsung, Megawati diam-diam mengutus seseorang untuk menyampaikan pesan kepada Prabowo. Orang yang dimaksud adalah Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah.

Tiga hari sebelum pelantikan Prabowo pada 17 Oktober 2024, Basarah menyampaikan pesan Megawati lewat Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani. Salah satu pesan tersebut adalah bahwa PDIP akan mendukung pemerintahan Prabowo, meskipun tidak ada kader yang masuk ke Kabinet Merah Putih.

Dengan hubungan antara Prabowo dan Megawati yang semakin akrab, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menyebutkan bahwa keduanya akan segera bertemu. Pertemuan tersebut dijadwalkan pada Januari 2025.

"Saya berdoa mudah-mudahan bisa bulan ini, makin cepat, makin bagus," kata Muzani di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1).

Pengamat politik Citra Institute Yusak Farchan menilai kedekatan PDIP dengan Prabowo yang kian mesra ini mengindikasikan bahwa Megawati ingin menjauhkan Prabowo dari Jokowi. Upaya itu tidak terlepas dari perseteruan yang terjadi antara PDIP dan Jokowi do Pilpres 2024.

"Kalau Jokowi out, Gerindra dapat barter PDIP. Itu lebih signifikan untuk stabilitas pemerintahan ke depan," kata Yusak kepada Suara.com. 

Di sisi lain, Yusak berpendapat, Prabowo sebagai kepala negara sesungguhnya juga ingin melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi. Karena itu, dia juga membutuhkan dukungan dari PDIP. 

“Dalam posisi itu, Prabowo butuh dukungan PDIP agar pemerintahannya kuat dan stabil," ujarnya.

Jokowi Bantah 

Ditemui di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, pada 14 Januari 2025, Jokowi membantah menghambat hubungan antara Prabowo dan Megawati. Mantan kader PDIP itu, mengaku sudah 2,5 tahun tidak bertemu dengan Megawati. 

“Apa hubungannya, saya dengan hubungan beliau-beliau," ucap Jokowi. 

Sementara terkait rencana pertemuan Prabowo dan Megawati, Jokowi secara normatif menilai baik. Pertemuan antara kedua tokoh tersebut menurutnya akan berdampak positif terhadap stabilitas politik dan ekonomi Indonesia. 

“Itu akan memberikan sebuah kekuatan yang baik dalam rangka pembangunan nasional kita," katanya. 

Sedangkan terkait kabar yang berhembus dirinya akan masuk lewat organisasi masyarakat pendiri Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong atau MKGR, Jokowi menyebut hanya isu belaka. 

Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). (Suara.com/Ari Welianto)
Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). (Suara.com/Ari Welianto)

“Aaaaaaah..isu, isu terus," ungkapnya.

Analis Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga meyakini sekalipun kekinian membantah, Jokowi cepat atau lambat akan bergabung dalam partai politik.

Selain karena sudah lama berkecimpung di dunia politik, Jamiluddin menyebut, Jokowi masuk partai politik itu semata-mata bukan hanya untuk kepentingan dirinya. Tapi juga untuk kedua putranya, Gibran dan Kaesang serta menantunya, Bobby Afif Nasution. 

“Tentu itu akan dilakukannya bila dalam kalkulasi politiknya menguntungkan bagi dirinya, anaknya dan menantunya," pungkas Jamiluddin.


Terkait

Pejabat Jalur Buzzer: Strategi Meredam Kritik atau Upaya Orkestrasi Pencitraan Publik?
Jum'at, 17 Januari 2025 | 14:21 WIB

Pejabat Jalur Buzzer: Strategi Meredam Kritik atau Upaya Orkestrasi Pencitraan Publik?

Kabinet Presiden Prabowo, menurut Pengamat Media Sosial Drone Emprit, Nova Mujahid, tak jauh berbeda dengan era Jokowi.

Buzzer Jadi Pejabat: Dulu Dibayar, Sekarang Digaji
Jum'at, 17 Januari 2025 | 08:05 WIB

Buzzer Jadi Pejabat: Dulu Dibayar, Sekarang Digaji

Disebutkan bahwa bayaran buzzer di Indonesia berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 50 juta untuk sekali kontrak

Pendengung Berdasi: Kala Buzzer Naik Pangkat Jadi Pejabat
Kamis, 16 Januari 2025 | 20:35 WIB

Pendengung Berdasi: Kala Buzzer Naik Pangkat Jadi Pejabat

Rudi Valinka ditengarai merupakan sosok di balik akun X (dulu Twitter) bernama @kurawa. Ia dikenal sebagai buzzer Jokowi

Terbaru
Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!
nonfiksi

Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah berhasil meraih 420 ribu penonton meski berhadapan dengan film The Conjuring.

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan nonfiksi

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan

Selasa, 09 September 2025 | 20:27 WIB

Catatan tiga hari Pestapora 2025, pesta musik lintas generasi.

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring nonfiksi

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring

Sabtu, 06 September 2025 | 08:00 WIB

Plot yang lemah, jumpscare yang klise, serta kurangnya ide segar membuat film terasa datar.

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat nonfiksi

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Film ini justru hadir dengan nuansa kelam, penuh darah, dan sarat pertarungan.

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob polemik

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob

Jum'at, 29 Agustus 2025 | 13:04 WIB

Affa Kurniawan, driver ojol yang baru berusia 21 tahun tewas dilindas rantis Brimob Polda Jaya yang menghalau demonstran, Kamis (28/8) malam. Semua bermula dari arogansi DPR.

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita nonfiksi

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Film Tinggal Meninggal lebih banyak mengajak penonton merenungi hidup ketimbang tertawa?

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror polemik

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror

Minggu, 17 Agustus 2025 | 15:38 WIB

Di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, jurnalis masih menghadapi intimidasi, teror, hingga kekerasan.