Pejabat Jalur Buzzer: Strategi Meredam Kritik atau Upaya Orkestrasi Pencitraan Publik?
Home > Detail

Pejabat Jalur Buzzer: Strategi Meredam Kritik atau Upaya Orkestrasi Pencitraan Publik?

Bimo Aria Fundrika | Lilis Varwati

Jum'at, 17 Januari 2025 | 14:21 WIB

Suara.com - Manuver Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menarik perhatian publik. Ia merekrut Rudi Sutanto, atau yang dikenal sebagai Rudi Valinka, sebagai Staf Khusus bidang Strategis Komunikasi. Rudi diduga adalah Kurawa, sosok pendengung aktif di media sosial.

Langkah ini menuai sorotan, terutama di era Presiden Prabowo Subianto. Sejumlah pakar menilai keputusan tersebut mirip dengan strategi Presiden ke-7, Joko Widodo, yang memanfaatkan media sosial untuk membangun persepsi publik terhadap pemerintah.

Kabinet Presiden Prabowo, menurut Pengamat Media Sosial Drone Emprit, Nova Mujahid, tak jauh berbeda dengan era Jokowi. 

“Bedanya, sekarang influencernya lebih sedikit. Sebagian besar di presidential chamber, kantor yang dipimpin Pak Hasan Nasbi, diisi orang-orang terkenal, dari media, atau influencer,” ujarnya kepada Suara.com, Jumat (17/1/2025).

Penampakan Rudi Susanto diduga Rudi Valinka pemilik akun @kurawa saat dilantik menjadi staf khusus Menkomdigi, Meutya Hafid. (tangkapan layar/ist)
Penampakan Rudi Susanto diduga Rudi Valinka pemilik akun @kurawa saat dilantik menjadi staf khusus Menkomdigi, Meutya Hafid. (tangkapan layar/ist)

Nova mengungkapkan kekhawatiran terkait efektivitas posisi yang diisi oleh influencer. Ia menyoroti pengalaman era Jokowi. Kala itu sebagian staf khusus dinilai tidak memiliki kontribusi yang jelas. Publik juga sulit melihat hasil kerja mereka secara transparan.

Sebagai contoh, Nova menyebut staf khusus milenial yang diangkat Jokowi. 

"Kita nggak ngerti kerjaan mereka apaan. Sampai sekarang nggak jelas apa yang mereka lakukan," tegasnya. 

Ia juga menilai pengangkatan mereka sering kali bukan karena kemampuan, melainkan hasil lobi politik atau titipan tertentu. 

"Itu buang-buang anggaran," pungkasnya.

Masifnya Peran Buzzer era Jokowi

Pemerintahan Jokowi dikenal dengan penggunaan buzzer yang masif di media sosial. Strategi ini berkembang pesat, menjadikan buzzer sebagai alat utama untuk membentuk opini publik, baik mendukung maupun mengkritik kebijakan pemerintah.

Namun, Nova menilai bahwa penggiringan opini sebenarnya bisa dilakukan tanpa melibatkan mereka secara langsung dalam pemerintahan. 

“Tidak ada urgensi untuk itu,” tegasnya. 

Meski begitu, pemerintahan Jokowi tetap memilih menggandeng buzzer ke dalam lingkar kekuasaan.

Kehadiran buzzer di era Jokowi tidak hanya terlihat di permukaan media sosial. Menurut Nova, ada pola-pola kompleks yang muncul, seperti penggunaan aparat untuk menekan akun-akun kritis terhadap pemerintah.

Pemilik akun tersebut kerap dipanggil oleh polisi atau kejaksaan. Beberapa menjadi korban doxing, troll, atau bahkan serangan fisik.

“Banyak yang diserang dengan cara-cara keras. Ada diskusi yang dibubarkan, orang yang dipersekusi, mobil diintimidasi, hingga ada yang dipukuli,” ungkapnya.

Situasi ini menunjukkan bahwa di era Jokowi, buzzer dan pendukung pemerintah tidak hanya mendominasi ruang digital, tetapi juga menekan oposisi melalui cara fisik dan sosial.

Dinamika Buzzer era Prabowo

Kolase foto Rudi Sutanto dan Meutya Hafid (Instagram)
Kolase foto Rudi Sutanto dan Meutya Hafid (Instagram)

Di bawah pemerintahan Prabowo, Nova menganggap, masih terlalu dini untuk memberikan penilaian menyeluruh karena masa pemerintahannya belum mencapai 100 hari. 

Namun, Nova Mujahid mencatat bahwa pengaruh media sosial terhadap kebijakan terlihat lebih terkendali dibandingkan era sebelumnya.

“Sejauh ini, saya belum melihat kebijakan yang dipengaruhi oleh diskusi ramai di media sosial,” ujarnya. 

Meski begitu, Nova menyebut protes publik melalui media sosial sempat memengaruhi keputusan pemerintah terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

Peran buzzer juga tampak berkurang di era Prabowo, meskipun wacana di media sosial tetap memengaruhi kebijakan pemerintah.

Di era Jokowi, respons terhadap tekanan publik di media sosial sering memicu kebijakan yang, menurut Nova, tidak selalu berbasis data atau riset objektif.

“Saat ini, fokus pemerintah tampaknya berbeda. Tapi beberapa bulan ke depan, kita lihat apakah media sosial akan menjadi perhatian utama lagi,” tambahnya.

Nova juga menyoroti tantangan yang dihadapi Prabowo, termasuk program makan bergizi gratis yang membebani anggaran. 

“Dengan anggaran triliunan dan APBN yang defisit, belum lagi program prioritas lainnya, tentu itu jadi masalah besar,” jelasnya.

Meski tekanan fisik atau intimidasi keras belum terlihat selama tiga bulan pemerintahan Prabowo, Nova mengingatkan adanya potensi polarisasi yang meningkat, baik di dunia maya maupun nyata. 

Mengalihkan Kritik Terhadap Kebijakan

Salah satu pola yang muncul adalah trolling untuk mengalihkan kritik terhadap kebijakan, seperti yang terjadi pada program makan bergizi gratis. Trolling tersebut meredam diskusi tanpa berujung pada intimidasi fisik seperti di era Jokowi.

Peneliti dari Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Wawan Kurniawan, mengingatkan bahwa dalam politik, kepercayaan dan verifikasi fakta menjadi sangat penting. Penyebaran informasi yang salah melalui influencer atau bahkan buzzer dapat terjadi dengan cepat dan berdampak luas.

Ketergantungan pada influencer dalam politik berpotensi merusak kualitas diskusi demokratis. 

“Alih-alih membahas isu substantif, narasi sering kali berfokus pada citra dan popularitas,” kata Wawan. 

Risiko lainnya adalah meningkatnya polarisasi di masyarakat, yang dapat melemahkan hubungan antarwarga negara.


Terkait

Buzzer Jadi Pejabat: Dulu Dibayar, Sekarang Digaji
Jum'at, 17 Januari 2025 | 08:05 WIB

Buzzer Jadi Pejabat: Dulu Dibayar, Sekarang Digaji

Disebutkan bahwa bayaran buzzer di Indonesia berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 50 juta untuk sekali kontrak

Pendengung Berdasi: Kala Buzzer Naik Pangkat Jadi Pejabat
Kamis, 16 Januari 2025 | 20:35 WIB

Pendengung Berdasi: Kala Buzzer Naik Pangkat Jadi Pejabat

Rudi Valinka ditengarai merupakan sosok di balik akun X (dulu Twitter) bernama @kurawa. Ia dikenal sebagai buzzer Jokowi

Terbaru
Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa
nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan nonfiksi

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 13:12 WIB

Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung nonfiksi

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.

×
Zoomed