Suara.com - Tak lama setelah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan pemerintah, muncul kegaduhan baru. Persoalan ini bermula saat Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa anggaran untuk program yang telah dianggarkan, sebesar Rp 71 triliun, hanya cukup sampai bulan Juni 2025.
Dalam rapat koordinasi terbatas bidang pangan di Jawa Timur (Jatim) pada Selasa (7/1/2025) silam yang disiarkan secara virtual, Zulhas menyebut setidaknya membutuhkan anggaran bertambah menjadi Rp 210 triliun.
Jumlah itu bahkan dikatakannya belum bisa memenuhi kebutuhan makan bergizi grati selama setahun penuh.
"Kalau full Januari-Desember kira-kira lebih dari Rp 420 triliun-an lebih. Bayangkan belanja makanan Rp 420 triliun," ujar Zulhas kala itu.
Meski kemudian Zulhas mengklarifikasi ucapannya tersebut, namun persoalan anggaran itu kemudian memantik Kepala Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Bahtiar Najamuddin menyampaikan wacana ke publik.
Salah satunya menggunakan dana zakat untuk menyukseskan program tersebut. Bukan tanpa alasan, Sultan melontarkan ide tersebut. Menurutnya, penggunaan dana zakat itu bisa meringankan beban APBN.
"Saya kemarin juga berpikir kenapa nggak ya, zakat kita yang luar biasa besar ini juga kita mau libatkan ke sana," katanya di Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Ide penggunaan dana zakat tersebut merupakan lontaran Najamuddin dalam pendanaan makan bergizi gratis yang membuka tabir program Pemerintahan Prabowo-Gibran.
Setelahnya bisa ditebak, muncul respons negatif dari sejumlah pihak, termasuk tokoh politik, agama hingga pihak istana.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, misalnya, menanggapi bahwa usulan itu perlu dikonsultasikan kepada sejumlah pihak, salah satunya majelis ulama. Menurutnya, dana zakat sebenarnya sudah ada peruntukannya sendiri.
"Saya belum bisa jawab, karena penggunaan dana zakat itu sudah diatur sendiri. Sebelum jawab, saya musti konsultasi ke majelis ulama dan lainnya untuk menjawabnya, bukan melaksanakannya ya," kata Dasco kepada wartawan di Komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Dari kalangan ormas Islam, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf juga mengungkapkan respons serupa, perlu kajian dalam praktik tersebut, sebab penerima zakat sudah memiliki kategori tertentu dalam aturan agama Islam.
"Zakat harus dikaji lagi yang menerima siapa dulu? Kalau dikhususkan untuk anak-anak miskin itu bisa, kalau umum dan untuk semua orang, zakat ini harus lebih hati-hati," ujar Gus Yahya dalam keterangannya, dikutip Rabu (15/1/2025).
Bahkan pihak Istana Kepresidenan menyebut ide tersebut sangat memalukan. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Letjen TNI (Purn) AM Putranto menegaskan bahwa zakat bukan diperuntukan untuk membiayai program makan bergizi gratis.
"Jadi sudah betul-betul luar biasa, jadi nggak ada yang ngambil dari mana? Zakat itu sangat memalukan itu ya, bukan seperti itu ya kami," katanya.
Program Suplemental
Terlepas dari polemik layak tidaknya zakat dijadikan sumber anggaran untuk program makan bergizi gratis, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny Sasmita menilai bahwa anggaran Rp 71 triliun sebenarnya sudah sangat besar dikeluakan oleh negara untuk membiayai program berkategori suplemental.
Pernyataan Ronny tersebut didasarkan bila pengeluaran program makan siang bergizi dikomparasikan dengan ruang fiskal yang ada. Padahal di sisi lain, sebagian besar APBN Indonesia digunakan untuk biaya rutin, cicilan utang, bunga utang, dan sebagian kecil untuk pembangunan.
Berdasarkan kondisi penerimaan negara yang 'pas-pasan,' keberadaan program MBG menambah tekanan pada anggaran negara yang sudah defisit.
"Saya pikir Rp 71 triliun itu sudah maksimum didapatkan oleh pemerintah dengan ambil sana-sini. Karena program ini sebenarnya sifatnya supplemental, bukan strategis. Di negara lain pun seperti itu, tidak dijadikan program utama," kata Ronny kepada Suara.com, dihubungi Kamis (16/1/2025).
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang masih berkisar 5 persen juga dianggap tidak cukup untuk keluar dari jebakan middle-income trap. Dengan penerimaan negara yang cenderung stagnan, sulit bagi pemerintah untuk menemukan sumber pendanaan baru bagi program makan bergizi gratis.
Sementara itu Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengungkapkan, sejak awal program MBG diwacanakan, sebenarnya penuh dengan risiko.
Apalagi dalam kondisi penerimaan negara yang masih sangat terbatas, serta beriringan dengan berjalannya program prioritas lainnya sehingga anggaran jumbo MBG sulit disediakan.
"Jika pemerintah memaksakan 100 persen target program MBG, defisit anggaran kita prediksi bisa lebih dari 3 persen. Maka kita yakin sampai tahun 2029, target program MBG sulit mencapai 100 persen karena keterbatasan anggaran," katanya kepada Suara.com.
Alhasil, pemerintah sempat mencari sumber alternatif anggaran dari pos belanja yang ada, seperti pos pendidikan yang kemudian malah mendapat pertentangan. Pos lain yang kemudian dilirik, yakni dana desa. Namun berkonsekuensi akan mengurangi kemandirian desa.
Sebenarnya, Huda mengemukakan, ada potensi tambahan penerimaan negara dari dua hal, yakni pajak pertambangan dan pengemplang pajak yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari Rp 300 triliun.
"Ini pernah disampaikan oleh Hasjim, jadi harusnya bisa dijadikan jalan pemerintah untuk menambah pundi-pundi penerimaannya," katanya.
Bila melihat menganggarkan program MBG dari sumber pendanaan baru, Ronny menilai akan sulit bagi pemerintah untuk mendapatkannya.
"Karena penerimaan negara kita sudah mepet, sementara anggaran belanja yang ditetapkan jauh lebih tinggi dari itu. Jika ditambah lagi defisitnya, maka ini akan menimbulkan kontroversi publik, bahwa program yang sifatnya suplemental ini kenapa harus dibiayai pakai utang," tuturnya.
Perihal utang, Huda menilai bahwa pembiayaan MBG dengan pinjaman malah bakal membuat negara buntung karena tidak akan sustain.
"Ini yang kita wanti-wanti program ini jangan sampai dibiayai menggunakan hutang."
Ia kemudian membandingkan program serupa di negara lain yang dibiayai dengan dana sendiri.
Terkait konsep makan bergizi di luar negeri, Ronny mengungkap keberhasilan sejumlah negara dengan program makan bergizi gratis. Penyebabnya karena perbedaan konsep kebijakan.
Pemberlakuan makan bergizi gratis di Indonesia yang dijalankan saat ini disebutnya merupakan kebijakan utama. Sedangkan di negara lain hanya bersifat suplementer.
Ronny kemudian mencontohkan China yang hanya menjalankan program makan bergizi gratis di beberapa provinsi terpilih dengan kondisi angka stunting tinggi.
Program tersebut berhasil menunjukkan dampak positif pada peningkatan tinggi badan anak-anak. Namun, sifatnya tetap tidak strategis dan hanya menjadi pelengkap kebijakan makroekonomi.
Hal serupa juga diterapkan di Jepang yang hanya menyasar beberapa sekolah. Sehingga hanya dilakukan dalam skala kecil dan tidak menjadi kebijakan nasional.
Dalam konteks makan bergizi gratis, menurut Ronny, pemerintah saat ini baru memikirkan sumber anggarannya sambil menjalankan program tersebut.
"Jadi masuk ke dalam yang defisit tadi dan dipikirkan sambil jalan. Pemerintah memang selalu melakukan itu."
"Sehingga mau tidak mau, di tengah jalan dicari, kalau nggak ketemu ya menjelang akhir tahun itu akan diterbitkan surat utang untuk menutupnya," ungkapnya.
Food waste yang mungkin timbul dari MBG bukan hanya isu teknis pengelolaan sampah, tetapi juga tanggung jawab moral untuk keberlanjutan program dan kelestarian lingkungan
PT Pertamina Patra Niaga melaui anak perusahaannya, PT Pertamina Retail, kembali menghadirkan Serambi MyPertamina.
Inilah yang menjadikan program makan bergizi sebagai langkah krusial dalam mendukung mereka agar bisa berkembang secara optimal.
Kabar itu beredar di media sosial (Medsos) Instagram. Yakni, akun "mus76_official".
China yang klaim penemu sepak bola punya ambisi besar untuk jadi kekuatan dunia. Ambisi itu bakal dipertaruhkan di markas Timnas Indonesia.
Jumbo, secara mengejutkan, menjadi salah satu film lebaran 2025 yang paling banyak ditonton.
Saya kira ini sebenarnya bukan isu kemanusiaan, tapi isu politik. Prabowo sepertinya tidak punya cara lain untuk bernegosiasi dengan Trump, kata Smith.
Faktor orang berbondong-bondong ke kota besar, terutama Jakarta adalah penghasilan mereka di daerah semakin tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup.
Ini bisa menjadi tantangan bahkan hambatan ketika guru-guru yang direkrut adalah guru-guru yang tidak punya pengalaman, kata Satriwan.
Ari bilang eror seperti itu bukanlah hal baru selama ia memakai JakOne Mobile.
Indonesia kini dikenai tarif balasan hingga 32 persen.