Zakat Jadi Solusi Buat Makan Bergizi Gratis? Ide Sultan, Protes Rakyat
Home > Detail

Zakat Jadi Solusi Buat Makan Bergizi Gratis? Ide Sultan, Protes Rakyat

Chandra Iswinarno | Lilis Varwati

Kamis, 16 Januari 2025 | 13:24 WIB

Suara.com - Tak lama setelah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan pemerintah, muncul kegaduhan baru. Persoalan ini bermula saat Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa anggaran untuk program yang telah dianggarkan, sebesar Rp 71 triliun, hanya cukup sampai bulan Juni 2025.

Dalam rapat koordinasi terbatas bidang pangan di Jawa Timur (Jatim) pada Selasa (7/1/2025) silam yang disiarkan secara virtual, Zulhas menyebut setidaknya membutuhkan anggaran bertambah menjadi Rp 210 triliun.

Jumlah itu bahkan dikatakannya belum bisa memenuhi kebutuhan makan bergizi grati selama setahun penuh.

"Kalau full Januari-Desember kira-kira lebih dari Rp 420 triliun-an lebih. Bayangkan belanja makanan Rp 420 triliun," ujar Zulhas kala itu.

Meski kemudian Zulhas mengklarifikasi ucapannya tersebut, namun persoalan anggaran itu kemudian memantik Kepala Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Bahtiar Najamuddin menyampaikan wacana ke publik.

Salah satunya menggunakan dana zakat untuk menyukseskan program tersebut. Bukan tanpa alasan, Sultan melontarkan ide tersebut. Menurutnya, penggunaan dana zakat itu bisa meringankan beban APBN.

"Saya kemarin juga berpikir kenapa nggak ya, zakat kita yang luar biasa besar ini juga kita mau libatkan ke sana," katanya di Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Ide penggunaan dana zakat tersebut merupakan lontaran Najamuddin dalam pendanaan makan bergizi gratis yang membuka tabir program Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Setelahnya bisa ditebak, muncul respons negatif dari sejumlah pihak, termasuk tokoh politik, agama hingga pihak istana.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, misalnya, menanggapi bahwa usulan itu perlu dikonsultasikan kepada sejumlah pihak, salah satunya majelis ulama. Menurutnya, dana zakat sebenarnya sudah ada peruntukannya sendiri.

"Saya belum bisa jawab, karena penggunaan dana zakat itu sudah diatur sendiri. Sebelum jawab, saya musti konsultasi ke majelis ulama dan lainnya untuk menjawabnya, bukan melaksanakannya ya," kata Dasco kepada wartawan di Komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Ketua DPD Sultan Najamuddin. (Suara.com/Lilis)
Ketua DPD Sultan Najamuddin. (Suara.com/Lilis)

Dari kalangan ormas Islam, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf juga mengungkapkan respons serupa, perlu kajian dalam praktik tersebut, sebab penerima zakat sudah memiliki kategori tertentu dalam aturan agama Islam.

"Zakat harus dikaji lagi yang menerima siapa dulu? Kalau dikhususkan untuk anak-anak miskin itu bisa, kalau umum dan untuk semua orang, zakat ini harus lebih hati-hati," ujar Gus Yahya dalam keterangannya, dikutip Rabu (15/1/2025).

Bahkan pihak Istana Kepresidenan menyebut ide tersebut sangat memalukan. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Letjen TNI (Purn) AM Putranto menegaskan bahwa zakat bukan diperuntukan untuk membiayai program makan bergizi gratis.

"Jadi sudah betul-betul luar biasa, jadi nggak ada yang ngambil dari mana? Zakat itu sangat memalukan itu ya, bukan seperti itu ya kami," katanya.

Program Suplemental

Terlepas dari polemik layak tidaknya zakat dijadikan sumber anggaran untuk program makan bergizi gratis, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny Sasmita menilai bahwa anggaran Rp 71 triliun sebenarnya sudah sangat besar dikeluakan oleh negara untuk membiayai program berkategori suplemental.

Pernyataan Ronny tersebut didasarkan bila pengeluaran program makan siang bergizi dikomparasikan dengan ruang fiskal yang ada. Padahal di sisi lain, sebagian besar APBN Indonesia digunakan untuk biaya rutin, cicilan utang, bunga utang, dan sebagian kecil untuk pembangunan.

Berdasarkan kondisi penerimaan negara yang 'pas-pasan,' keberadaan program MBG menambah tekanan pada anggaran negara yang sudah defisit.

"Saya pikir Rp 71 triliun itu sudah maksimum didapatkan oleh pemerintah dengan ambil sana-sini. Karena program ini sebenarnya sifatnya supplemental, bukan strategis. Di negara lain pun seperti itu, tidak dijadikan program utama," kata Ronny kepada Suara.com, dihubungi Kamis (16/1/2025).

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang masih berkisar 5 persen juga dianggap tidak cukup untuk keluar dari jebakan middle-income trap. Dengan penerimaan negara yang cenderung stagnan, sulit bagi pemerintah untuk menemukan sumber pendanaan baru bagi program makan bergizi gratis.

Sementara itu Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengungkapkan, sejak awal program MBG diwacanakan, sebenarnya penuh dengan risiko.

Apalagi dalam kondisi penerimaan negara yang masih sangat terbatas, serta beriringan dengan berjalannya program prioritas lainnya sehingga anggaran jumbo MBG sulit disediakan.

"Jika pemerintah memaksakan 100 persen target program MBG, defisit anggaran kita prediksi bisa lebih dari 3 persen. Maka kita yakin sampai tahun 2029, target program MBG sulit mencapai 100 persen karena keterbatasan anggaran," katanya kepada Suara.com.

Alhasil, pemerintah sempat mencari sumber alternatif anggaran dari pos belanja yang ada, seperti pos pendidikan yang kemudian malah mendapat pertentangan. Pos lain yang kemudian dilirik, yakni dana desa. Namun berkonsekuensi akan mengurangi kemandirian desa.

Sebenarnya, Huda mengemukakan, ada potensi tambahan penerimaan negara dari dua hal, yakni pajak pertambangan dan pengemplang pajak yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari Rp 300 triliun.

"Ini pernah disampaikan oleh Hasjim, jadi harusnya bisa dijadikan jalan pemerintah untuk menambah pundi-pundi penerimaannya," katanya.

Bila melihat menganggarkan program MBG dari sumber pendanaan baru, Ronny menilai akan sulit bagi pemerintah untuk mendapatkannya.

"Karena penerimaan negara kita sudah mepet, sementara anggaran belanja yang ditetapkan jauh lebih tinggi dari itu. Jika ditambah lagi defisitnya, maka ini akan menimbulkan kontroversi publik, bahwa program yang sifatnya suplemental ini kenapa harus dibiayai pakai utang," tuturnya.

Sejumlah siswa salah satu SD di Kota Yogyakarta mengikuti ujicoba MBG. [kontributor/putu ayu palupi]
Sejumlah siswa salah satu SD di Kota Yogyakarta mengikuti ujicoba MBG. [kontributor/putu ayu palupi]

Perihal utang, Huda menilai bahwa pembiayaan MBG dengan pinjaman malah bakal membuat negara buntung karena tidak akan sustain.

"Ini yang kita wanti-wanti program ini jangan sampai dibiayai menggunakan hutang."

Ia kemudian membandingkan program serupa di negara lain yang dibiayai dengan dana sendiri.

Terkait konsep makan bergizi di luar negeri, Ronny mengungkap keberhasilan sejumlah negara dengan program makan bergizi gratis. Penyebabnya karena perbedaan konsep kebijakan.

Pemberlakuan makan bergizi gratis di Indonesia yang dijalankan saat ini disebutnya merupakan kebijakan utama. Sedangkan di negara lain hanya bersifat suplementer.

Ronny kemudian mencontohkan China yang hanya menjalankan program makan bergizi gratis di beberapa provinsi terpilih dengan kondisi angka stunting tinggi.

Program tersebut berhasil menunjukkan dampak positif pada peningkatan tinggi badan anak-anak. Namun, sifatnya tetap tidak strategis dan hanya menjadi pelengkap kebijakan makroekonomi.

Hal serupa juga diterapkan di Jepang yang hanya menyasar beberapa sekolah. Sehingga hanya dilakukan dalam skala kecil dan tidak menjadi kebijakan nasional.

Dalam konteks makan bergizi gratis, menurut Ronny, pemerintah saat ini baru memikirkan sumber anggarannya sambil menjalankan program tersebut.

"Jadi masuk ke dalam yang defisit tadi dan dipikirkan sambil jalan. Pemerintah memang selalu melakukan itu."

"Sehingga mau tidak mau, di tengah jalan dicari, kalau nggak ketemu ya menjelang akhir tahun itu akan diterbitkan surat utang untuk menutupnya," ungkapnya.


Terkait

Makan Bergizi Gratis Prabowo: Antara Janji Kampanye dan Ancaman Pemburu Rente
Kamis, 13 Februari 2025 | 12:24 WIB

Makan Bergizi Gratis Prabowo: Antara Janji Kampanye dan Ancaman Pemburu Rente

Menurut Didik, MBG mempunyai kapasitas besar sehingga menimbulkan ironi, dapat menjadi sasaran para pemburu rente

Program MBG Tidak Gratis, Rakyat 'Membayarnya' dengan Dikuranginya Layanan Publik
Kamis, 13 Februari 2025 | 11:51 WIB

Program MBG Tidak Gratis, Rakyat 'Membayarnya' dengan Dikuranginya Layanan Publik

Pemerintah harus hati-hati dalam menjalankan program MBG karena rakyat memerhatikannya dengan sangat kritis.

Ketua Banggar DPR Tegaskan Dukung Pemotongan Anggaran Pemerintah: Di Mana Salahnya?
Kamis, 13 Februari 2025 | 09:53 WIB

Ketua Banggar DPR Tegaskan Dukung Pemotongan Anggaran Pemerintah: Di Mana Salahnya?

Said mengklaim bahwa tidak ada yang salah dari kebijakan tersebut kalau melihat tujuannya.

Badan Gizi Nasional Ngaku Ikut Kena Pemangkasan Anggaran, Program Makan Bergizi Gratis Terdampak?
Kamis, 13 Februari 2025 | 07:56 WIB

Badan Gizi Nasional Ngaku Ikut Kena Pemangkasan Anggaran, Program Makan Bergizi Gratis Terdampak?

Kendati begitu, Dadan memastikan jika adanya pemangkasan anggaran ini tak berdampak pada program Makan Bergizi Gratis atau MBG.

Terbaru
Efek Domino Efisiensi Anggaran: Pukulan Telak Bagi Industri Perhotelan, Rp 24,5 Triliun Siap-Siap Melayang
polemik

Efek Domino Efisiensi Anggaran: Pukulan Telak Bagi Industri Perhotelan, Rp 24,5 Triliun Siap-Siap Melayang

Kamis, 13 Februari 2025 | 14:47 WIB

Para pengusaha mulai resah. Mereka khawatir kebijakan ini memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kontroversial! Deddy Corbuzier Stafsus Menhan, Gaji Gede di Tengah Pemangkasan Anggaran polemik

Kontroversial! Deddy Corbuzier Stafsus Menhan, Gaji Gede di Tengah Pemangkasan Anggaran

Kamis, 13 Februari 2025 | 08:15 WIB

Kemenhan meski membutuhkan seorang influencer (Deddy Corbuzier) semestinya tak perlu diangkat menjadi staf khusus menteri.

'Boleh Kerja Tapi Tak Ada Honor': Kala Badai Efisiensi Melanda TVRI dan RRI polemik

'Boleh Kerja Tapi Tak Ada Honor': Kala Badai Efisiensi Melanda TVRI dan RRI

Rabu, 12 Februari 2025 | 19:31 WIB

Harapan saya, DPR RI, Presiden tolong ambil kebijakan yang bisa menguntungkan orang banyak, ujar kontributor TVRI.

Ilusi Kenaikan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, Butuh 10 Tahun untuk Naik 1 Poin polemik

Ilusi Kenaikan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, Butuh 10 Tahun untuk Naik 1 Poin

Rabu, 12 Februari 2025 | 13:20 WIB

Peningkatan skor tersebut menempatkan posisi Indonesia pada rangking ke-99 dari 180 negara yang diukur.

#KaburAjaDulu, Brain Drain, dan Bentuk Frustasi Masyarakat ke Pemerintah: Mengapa Ini Jadi Ancaman di Tahun 2045? polemik

#KaburAjaDulu, Brain Drain, dan Bentuk Frustasi Masyarakat ke Pemerintah: Mengapa Ini Jadi Ancaman di Tahun 2045?

Rabu, 12 Februari 2025 | 08:55 WIB

Sulitnya mencari pekerjaan, rendahnya upah, dan ketimpangan sosial menjadi pemicu utama.

Selat Malaka: Jalur Tikus Narkoba dari Malaysia ke Indonesia polemik

Selat Malaka: Jalur Tikus Narkoba dari Malaysia ke Indonesia

Selasa, 11 Februari 2025 | 17:55 WIB

Kejahatan narkoba ini mencari celah-celah pintu masuk sepanjang jalur yang ada, kata Marzuki.

Tentara Pimpin Bulog, Kembalinya Dwifungsi TNI di Era Prabowo? polemik

Tentara Pimpin Bulog, Kembalinya Dwifungsi TNI di Era Prabowo?

Selasa, 11 Februari 2025 | 13:11 WIB

Penunjukkan Mayjen Novi juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) TNI, dan bentuk ancaman bagi negara demokrasi.