Tumpukan Alat Tes Covid-19 yang Terbengkalai di Gudang

Tumpukan Alat Tes Covid-19 yang Terbengkalai di Gudang


Suara.com - Ratusan ribu unit reagen penguji sampel covid-19 dikembalikan oleh laboratorium dan rumah-rumah sakit di daerah, karena tak bisa dipakai. Kekinian, barang itu menumpuk di gudang BNPB. ICW menilai ada potensi kerugian negara.

SEJUMLAH boks styrofoam dan kotak besi berjajar rapi, ditumpuk pada sebuah kontainer pendingin salah satu sudut kompleks pergudangan PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Suara bising yang berasal dari mesin pendingin kontainer itu, turut menemani puluhan boks styrofoam dan kotak besi berwarna abu­-abu tersebut.

Klub Jurnalis Investigasi (KJI)—tim kolaborasi antarmedia yang terdiri dari Suara.com, Jaring.id, Alinea.id, dan Majalah Tempo—melakukan penelusuran tiga pekan lalu.

Pada kontainer itu, terdapat sejumlah boks berisi paket reagen untuk uji sampel covid-19. Paket reagen tersebut milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB, yang dikembalikan diretur oleh sejumlah rumah sakit dan laboratorium rujukan pemeriksaan di berbagai daerah.

Kontainer itu berada di luar gudang H, tempat penyimpanan alat kesehatan BNPB.

Sumber KJI di lokasi menyebutkan, pada kontainer penyimpanan BNPB itu, terdapat reagen yang diretur oleh sejumlah rumah sakit dan laboratorium.

Di antaranya dari Rumah Sakit Universitas Airlangga, Laboratorium Universitas Indonesia, dan RS Universitas Sumatera Utara.

Made with Flourish

Terbengkalai

Tidak hanya laboratorium yang mengembalikan reagen bantuan dari BNBP. Rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 juga berbondong-bondong mengembalikan alat kesehatan tersebut.

Alasannya, selain ketidakcocokan mesin, proses pengujian lama, ada juga yang mendekati kedaluarsa.

Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya tercatat mengembalikan reagen Liferiver karena mendekati kedaluarsa.

Riwayatnya tercatat dalam surat Nomor 2095/UN3.0.1/TU/2020 pada 3 September 2020 perihal pengembalian reagen PCR Covid-19 merk Liferiver.

Dalam surat tersebut dijelaskan, kondisi reagen Liferiver nomor lot P20200404 mendekati kedaluarasa pada 19 Oktober 2020.

Kepala Hubungan Masyarakat RS Unair Brihastama Sawitri mengatakan, sebanyak 1.850 tes reagen Liferiver dikembalikan ke BNPB.

“Waktu itu memang kami kembalikan,” kata Brihastama saat dihubungi tim KJI, melalui telepon, Jumat 12 Maret 2021.

Sementara Rumah Sakit Cipta Mangun Kusumo (RSCM) meminta BNPB untuk mengambil kembali 10 ribu reagen merek Wizprep melalui surat F0.03.04/VIII.1/1640/2020.

RSCM mengungkapkan, reagen yang diterima pada Agustus 2020 itu, tidak dapat digunakan lantaran waktu ekstrasinya lebih lama ketimbang reagen lain.

Biasanya, RSCM menggunakan reagen merek Sansure yang proses ekstrasinya membutuhkan waktu 2 jam lebih sedikit, ketimbang Wizprep.

Kepala Laboratorium Patalogi Klinik RSCM Nuri Dyah Indrasari menjelaskan, Wizprep butuh waktu 5-6 jam untuk melakukan 12 tahap pemisahan RNA virus Corona.

“Kalau satu spesimen ada 12 tahap bagaimana dengan 300 spesimen? Sangat melelahkan sekali bagi petugas,” kata Nuri kepada tim KJI lewat wawancara daring, Kamis (4/3/2021).

Meski begitu, menurut Nuri, reagen merek Wizprep tidak kunjung diambil kembali oleh BNPB, sehingga RSCM memutuskan untuk menaruhnya di gudang penyimpanan.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh tim KJI, reagen yang dibeli BNPB juga tersimpan di sejumlah gudang, antara lain Gudang BGR di Komplek Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Ada pula yang disimpan di cold storage Rawa Bokor di Bogor, Jawa Barat; Gudang Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, Jalan Percetakan Negara II Jakarta; serta, Gudang Merpati Halim dan Gudang Jatiasih.

Pantauan tim KJI di Gudang BGR, reagen merek Sansure berada di peti lemari pendingin. Di peti itu, tampak tumpukan reagen Sansure yang terbungkus boks styrofoam berukuran sekitar 1x1 meter.

Alat kesehatan tersebut tidak diletakkan di ruang terbuka. Untuk dapat menjangkaunya tidak mudah, sebabnya setiap satu peti pendingin, dijaga petugas gudang.

Potensi kerugian negara

Selain perangkat reagen Wizprep, terdapat enam merek perangkat reagen lain yang teridentifikasi paling banyak diretur dari sejumlah rumah sakit dan laboratorium pemeriksaan.

Setidaknya, hal itu tergambar dari temuan kajian Indonesian Corruption Watch (ICW) dari pemantauan dokumen pengadaan periode Agustus 2020 hingga September 2020.

Keenam merek yang teridentifikasi yakni Sansure, Liferiver, Biotex, Seggenne, Intron, dan Kogene.

“Dan alat kesehatan yang paling banyak diretur oleh laboratorium dan RS adalah merek Sansure, yang mana kami menduga bahwa alat tersebut belum dilakukan uji teknis, sehingga banyak laboratorium dan RS yang tidak digunakan,” kata peneliti ICW Wana Alamsyah, Rabu (11/3/2021).

Berdasarkan catatan ICW, setidaknya terdapat 209.544 unit perangkat reagen uji sampel Covid-19 yang dikembalikan oleh sejumlah rumah sakit dan laboratorium rujukan.

Potensi kerugian negara akibat pengembalian ratusan perangkat uji sampel itu ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.

ICW mengidentifikasi, dominasi pengadaan ratusan perangkat uji sampel itu dilakukan oleh PT Mastisindo Mulia.

Berdasarkan hasil kajiannya, PT Mastisindo Mulia mendapat satu paket proyek pengadaan perangkat uji sampel Covid-19 berjumlah 500.000 unit dengan nilai Rp172,5 miliar.

[Suara.com/Ema Rohimah]
[Suara.com/Ema Rohimah]

Diredistribusikan

Kepala BNPB Doni Monardo mengakui ada ratusan ribu reagen yang dikembalikan rumah sakit dan laboratorium.

Doni menjelaskan, persoalan itu diketahui dirinya berdasarkan temuan tim inspektorat BNPB.

Selanjutnya, kata Doni, temuan itu sudah ditindaklanjuti melalui audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyasar 7 perusahaan penyedia reagen-reagen itu.

"Hasil akhirnya, perusahaan pemasok Sansure sudah mengembalikan Rp 7 miliar," kata Doni.

Doni menjelaskan, ketika ada laporan pengembalian reagen dari RS dan laboratorium, BNPB mewajibkan perusahaan-perusahaan pemasok membiayai pengembalian.

Selain itu, kata Doni, perusahaan-perusahaan itu juga diwajibkan mendistribusikan kembali reagen-reagen itu kepada RS maupun laboratorium yang memiliki mesin cocok.

Sementara soal reagen Wizprep yang menumpuk di gudang RSCM serta reagen Sansure di gudang Kelapa Gading, Doni menjawab secara diplomatis.

"Ya seharusnya informasinya sampai ke BNPB."

Dalam keterangan lebih lanjut yang didapat Suara.com, BNPB menjelaskan lini masa pengadaan reagen merek Sansure, adanya pengembalian, hingga ditarget habis diredistribusikan kembali pada Maret 2021.

Berikut linimasa BNPB tersebut: 

April 2020
Penawaran sebesar 500 ribu tes, namun Surat Pesanan menyesuaikan stok yang tersedia sehingga jumlah pengadaan sebesar 499,200 Test Reagen PCR, RNA dan VTM dari PT Mastindo Mulia.

April - Mei 2020
Bersama Litbangkes Kemenkes, melakukan distribusi 499,200 test ke-88 laboratorium di 31 provinsi.

Agustus 2020
Proses Audit BPKP. Ditemukan sejumlah 473.984 RNA Sansure tidak bisa digunakan di beberapa laboratorium. Untuk reagen PCR dan VTM bisa digunakan oleh laboratorium.

Agustus s/d Desember 2020

BNPB bersama Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dan Litbangkes menindaklanjuti hasil audit BPKP, dengan membuat surat penarikan ke laboratorium penerima. Sampai dengan per-31 Desember 2020, ditarik sebanyak 202,560 tes dari 26 laboratorium.

Sisa 271,424 tes RNA bisa digunakan laboratorium atau dikembalikan ke dinas kesehatan provinsi untuk dilakukan redistribusi.

Akhir Desember 2020

BNPB bersama Gugus Tugas Penanganan Covid-19 melakukan redistribusi sejumlah 137,280 tes RNA merek Sansure ke 12 laboratorium.

Januari - Maret 2021

Redistribusi sejumlah 65,280 tes ke 4 laboratorium.

Linimasa BNPB terkait pengadaan reagen covid-19 merek Sansure Biotech, hingga proses redistribusi ke laboratorium-laboratorium. [dokumentasi BNPB]
Linimasa BNPB terkait pengadaan reagen covid-19 merek Sansure Biotech, hingga proses redistribusi ke laboratorium-laboratorium. [dokumentasi BNPB]

***

Agus Salim Pangestu, anak taipan Prajogo Pangestu, mengakui perusahaannya yakni PT Mastindo Mulia diminta BNPB menyediakan 500 ribu reagen Sansure.

BNPB meminta PT Mastindo Mulia untuk memasok reagen Sansure, setelah perusahaan itu menghibahkan 50 ribu reagen dalam program tanggungjawab sosial perusahaan alias CSR.

Kerja sama BNPB - PT Mastindo Mulia itu diteken pada tanggal 22 April 2020. Total nilai kerja sama pengadaan reagen Sansure itu Rp 172,5 miliar.

Masih di hari yang sama, perusahaan itu memasukkan kategori usaha perusahaan sebagai penyalur alat-alat kesehatan serta laboratorium.

Sebelum ada pandemi corona, PT Mastindo Mulia aslinya adalah badan usaha di bidang keuangan, asuransi, serta griya tawang.

Agus Salim Pangestu yang menjabat Presiden Direktur Barito Pasific Group, mengakui penyediaan alat-alat untuk BNPB itu diyakininya guna membantu penanganan pandemi.

“Dengan studi kelayakan dan restu dari BNPB,” kata Agus Salim Pangestu kepada tim KJI melalui pesan WhatsApp, Kamis 11 Maret 2021.

Djoko Suyanto, perwakilan manajemen PT Mastindo Mulia, melalui pernyataan terulis menegaskan perusahaannya tidak tahu menahu Sansure bermasalah.

Dia juga menegaskan, PT Mastindo Mulia tidak mengetahui reagen Sansure tak cocok dengan alat-alat laboratorium di hampir semua rumah sakit.

"Kami cuma menjalankan penunjukan BNPB. Pemahaman kami, BNPB sudah mengujinya," kata Djoko Suyanto.

Djoko Suyanto lantas mengakui, tidak mengetahui soal pengembalian uang Rp 7 miliar sebagai ongkos redistribusi atas reagen yang tak terpakai.

Ia menegaskan, PT Mastindo Mulia juga hingga kekinian tak pernah mengurus pengembalian atau menerima reagen yang dikembalikan rumah-rumah sakit.

"Rp 7 miliar itu adalah pengembalian selisih kurs pembelian reagen dan selisih volume PCR kit," kata Djoko.

Terakhir ia menegaskan, keterlibatan anak usaha Barito Group itu dalam pengadaan reagen di BNPB, semata-mata untuk membantu pemerintah menangani pandemik covid-19.

”Kami memiliki kepedulian besar. Kami melakukan pembelian mandiri."

-----------------------------------------------

Catatan Redaksi: artikel ini merupakan bagian ke-3 dari 4 laporan hasil kolaborasi sejumlah media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Reportase dilakukan oleh Suara.com, Jaring.id, Alinea.id, dan Majalah Tempo, sejak Desember 2020. Tim Suara.com terdiri dari Erick Tanjung (penulis), Reza Gunadha (penyunting) dan Ema Rohimah (infografis).