Foto Lengkap Surat Rahasia Brawijaya yang Diduga Skenario Jatuhkan Gus Dur
Home > Detail

Foto Lengkap Surat Rahasia Brawijaya yang Diduga Skenario Jatuhkan Gus Dur

Reza Gunadha | Erick Tanjung

Rabu, 08 Januari 2020 | 07:40 WIB

Suara.com - Buku Menjerat Gus Dur (2019; Numedia Digital Indonesia) karya Virdika Rizky Utama, menggegerkan jagat politik Indonesia, sejak terbit menjelang tutup tahun lalu.

Sebab, dalam buku tersebut, Virdika membuka sejumlah dokumen yang disebutnya sebagai plot menjatuhkan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dari tampuk kursi kepresidenan tahun 2001.

Buku itu langsung habis di pasaran. Buku itu terbit berdekatan dengan peringatan satu dasawarsa haul Gus Dur.

Karena sudah habis di pasaran sementara cetakan kedua belum terbit, Virdika menyerahkan manuskrip atau naskah tulisannya sebelum terbit menjadi buku, kepada Suara.com.

Buku itu “dihidupi” oleh adanya dua dokumen yang merujuk soal strategi menjatuhkan Gus Dur dari tampuk kekuasaannya.

Dalam buku itu, semua kisah berawal dari kebijakan Gus Dur yang memecat Muhammad Jusuf Kalla dari jabatan Menteri Perdagangan dan Perindrustrian, JK adalah tokoh Partai Golkar.

Selain JK, Gus Dur juga mencopot Laksamana Sukardi sebagai Menteri BUMN. Laksamana adalah politikus PDIP. Keduanya dipecat Gus Dur tanggal 24 April 2000.

Alasan Gus Dur memecat keduanya adalah, dianggap tak mampu bekerja dengan anggota-anggota timnya. Gus Dur juga disebut tak menyukai pejabat-pejabat BUMN yang diangkat Laksamana.

Beberapa pekan setelah pemecatan itu, muncullah 2 wacana yang menyudutkan Gus Dur, yakni Buloggate dan Bruneigate.

DPR berencana membuat panitia khusus untuk menggunakan hak interpelasi mereka terhadap Gus Dur soal dua skandal tersebut.

“Sebelum memutuskan membentuk pansus, beberapa elite politik merancang sebuah rapat. Rapat tersebut dilatarbelakangi pemecatan Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla. Hal itu menjadi titik balik dukungan mereka kepada Gus Dur. Gus Dur yang ingin menciptakan reformasi di bidang politik dan birokrasi, malah membangkitkan kekuatan-kekuatan lama di bidang politik dan birokrasi, terutama Golkar,” tulis Virdika, hlm 122.

Selain itu, tulis Virdika pada halaman yang sama, Golkar juga seperti mendapatkan teman untuk mengkritisi Gus Dur yakni PDIP, meskipun pada pemilu 1999 kedua partai ini berseberangan. PDIP tentu masih merasa kesal karena sebagai partai pemenang pemilu, mereka tak bisa menjadikan Megawati sebagai presiden.

“Titik temu dua kekuatan besar ini tercatat dalam sebuah surat laporan bersifat rahasia pada 3 Juli 2000. Ada sebuah surat yang ditulis oleh Priyo Budi Santoso ditujukan kepada Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung. Surat tersebut merupakan sebuah notulensi atau hasil catatan pertemuan dari pertemuan terbatas yang dilaksanakan pada 27 Juni 2000, pukul 21.00 WIB di kediaman Arifin Panigoro, Jalan Brawijaya,” tulis Virdika.

Virdika pada halaman 123 menuliskan, “Priyo sendiri dalam pembukaan suratnya mengaku tak menghadiri rapat tersebut, tetapi ia diminta menuliskan hasil pertemuan tersebut berdasarkan catatan yang dibuat oleh Arifin Panigoro.”

Priyo, menuliskan rapat tersebut yang dihadiri oleh Fuad Bawazier, Ginandjar Kartasasmita, Arifin Panigoro, Kapolri Rusdihardjo, Kapolda Metro Mayjen Nurfaizi, Asisten Intel Kapolri Mayjen Pol Guntur, dan Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiwa Islam (PB HMI) M Fakhruddin.

“Sebenarnya, Priyo juga mengundang Wiranto, Djaja Suparman, Adi Sasono, dan Dawam Rahardjo, tetapi mereka berhalangan hadir. Sedangkan, Eggi Sujana menolak hadir pada rapat tersebut.”

Virdika melanjutkan, rapat tersebut membahas kemungkinan menjatuhkan Gus Dur pada Sidang MPR di bulan Agustus melalui mobilisasi massa di Jakarta.

Tak hanya itu, rapat itu juga membahas kemungkinan menggantikan Gus Dur dengan Megawati yang sudah dbicarakan dengan Ginanjar sebulan sebelum rapat tersebut digelar.

Virdika menuliskan, dalam dokumen tersebut dituliskan juga rencana-rencana yang akan ditempuh untuk mejatuhkan Gus Dur.

“Pertama adalah tentang melemahnya posisi Gus Dur, pokok pembicaraan ini dipimpin oleh Ginanjar Kartasasmita. Secara umum, kampanye untuk menjatuhkan Gus Dur dinilai cukup berhasil karena sudah terlihat polarisasi antara yang pro-Gus Dur dan anti-Gus Dur,” tulis Virdika berdasarkan dokumen yang didapatnya.

Pada halaman 124 manuskrip itu Virdika menuliskan rapat itu juga membahas, “Rencana jangka pendek menaikkan Megawati menjadi presiden. Pembahasan tersebut dipimpin oleh Arifin Panigoro dan Fuad Bawazier. Mereka membahas bahwa jika aliansi PDIP, Golkar, dan Poros Tengah tetap solid—setelah nanti teruji dalam penandatanganan hak angket—, maka jalan untuk menjatuhkan Gus Dur akan lebih terbuka.”

Erick Tanjung, jurnalis Suara.com yang melakukan wawancara terhadap Virdika, juga diberi kesempatan untuk mereproduksi dokumen yang ditandatangani oleh Priyo tersebut.

Berikut selengkapnya:

Halaman pertama

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Halaman kedua

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Halaman ketiga

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Halaman keempat

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Halaman kelima

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Halaman keenam

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Halaman ketujuh

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Halaman kedelapan

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Halaman kesembilan

[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]
[Virdika/repro Suara.com oleh Erick Tanjung]

Konfirmasi

Virdika, dalam bukunya juga membuat tanggapan dari sejumlah orang yang nama-namanya disebut dalam dokumen tersebut.

Misalnya, kepada Virdika pada tanggal 30 Januari 2019, Priyo Budi Santoso mengatakan, "Meyakini bahwa 60-70% isi dokumen tersebut merupakan idenya. Akan tetapi, dia menolak merinci poin-poin mana saja yang merupakan idenya. Selain itu, Priyo juga mengklaim bahwa bukan dirinya yang menuliskannya ke Akbar Tandjung. Priyo menduga dokumen tersebut dibuat oleh intelijen." (hlm 128).

Sementara Fuad Bawazier yang dikonfirmasi Virdika tanggal 25 Januari 2019, "Mengaku mungkin lupa dengan pertemuan tersebut. Tetapi, katanya, memang proses menjatuhkan Gus Dur itu memang ada setelah Gus Dur seolah menjalankan pemerintahanya hanya seorang diri, proses impeachment itu memang berjalan." (hlm 128).

Sedangkan Fakhruddin yang dikonfirmasi tanggal2 Februari 2019, "Mengakui memang terlibat dalam aksi-aksi awal hingga penjatuhan Gus Dur dan membuka jaringan dengan siapapun yang sejalan dengan HMI. Menurutnya, itu merupakan konsekuensi logis dari sebuah sinergi atau konsolidasi. Gagasan utamanya, HMI sekadar memberikan kritik terhadap kekuasaan." (hlm 129).


Terkait

Kejanggalan Proyek Meja dan Kursi Sekolah Rp 87 Miliar di DKI Jakarta
Selasa, 24 Desember 2019 | 07:30 WIB

Kejanggalan Proyek Meja dan Kursi Sekolah Rp 87 Miliar di DKI Jakarta

Belum setahun mejanya sudah banyak yang rusak, kata Deni. Namun, Blessmiyanda menjamin, meja dan kursi milik PT AFP bisa bertahan untuk 5 tahun sampai 10 tahun.

Peluk yang Tak Sampai, Perlawanan dan Cinta Tapol Papua
Selasa, 26 November 2019 | 07:15 WIB

Peluk yang Tak Sampai, Perlawanan dan Cinta Tapol Papua

Tugas kami sebagai rakyat Papua untuk berjuang demi kebenaran. Apa pun konsekuensinya harus terima. Apa yang mau disesalkan.

Cadar Tak Melunturkan Nasionalismeku, Pengakuan Perempuan Eks PNS
Selasa, 19 November 2019 | 07:15 WIB

Cadar Tak Melunturkan Nasionalismeku, Pengakuan Perempuan Eks PNS

Anggota Niqab Squad ada yang menjadi guru SD, padahal gajinya kecil banget, tapi dia setia mengajar. Mereka mengabdi untuk bangsa dan negara. Apa tidak Pancasilais?"

Air Mata dari Nduga, Menguak Tragedi Pemerkosaan di Papua
Selasa, 05 November 2019 | 07:15 WIB

Air Mata dari Nduga, Menguak Tragedi Pemerkosaan di Papua

Warga meminta agar pasukan keamanan ditarik dari Nduga, karena mereka merasa ketakutan dengan kehadiran aparat bersenjata dalam jumlah besar.

Terbaru
Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!
nonfiksi

Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah berhasil meraih 420 ribu penonton meski berhadapan dengan film The Conjuring.

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan nonfiksi

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan

Selasa, 09 September 2025 | 20:27 WIB

Catatan tiga hari Pestapora 2025, pesta musik lintas generasi.

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring nonfiksi

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring

Sabtu, 06 September 2025 | 08:00 WIB

Plot yang lemah, jumpscare yang klise, serta kurangnya ide segar membuat film terasa datar.

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat nonfiksi

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Film ini justru hadir dengan nuansa kelam, penuh darah, dan sarat pertarungan.

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob polemik

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob

Jum'at, 29 Agustus 2025 | 13:04 WIB

Affa Kurniawan, driver ojol yang baru berusia 21 tahun tewas dilindas rantis Brimob Polda Jaya yang menghalau demonstran, Kamis (28/8) malam. Semua bermula dari arogansi DPR.

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita nonfiksi

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Film Tinggal Meninggal lebih banyak mengajak penonton merenungi hidup ketimbang tertawa?

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror polemik

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror

Minggu, 17 Agustus 2025 | 15:38 WIB

Di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, jurnalis masih menghadapi intimidasi, teror, hingga kekerasan.