Senin, 01 Jan 2024
Kejanggalan Proyek Meja dan Kursi Sekolah Rp 87 Miliar di DKI Jakarta Home > Detail

Kejanggalan Proyek Meja dan Kursi Sekolah Rp 87 Miliar di DKI Jakarta

Reza Gunadha | Erick Tanjung

Selasa, 24 Desember 2019 | 07:30 WIB

Suara.com - Ada kejanggalan dalam proyek pengadaan meja dan kursi atau meubeler sekolah se-DKI Jakarta tahun 2018. Mebel yang diberikan ke sekolah-sekolah berkualitas rendah dan mudah rusak.

Belum habis masa pakai satu tahun, meja dan kursi di sejumlah sekolah dasar penerima manfaat rusak tidak bisa digunakan.

Selain itu, birokrasi pengadaan meja dan kursi yang tidak tersinkronisasi juga turut memberi dampak pada terhambatnya penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Erick Tanjung Jurnalis Suara.com bersama Nurul Nur Azizah jurnalis Kumparan.com, mencari tahu kejanggalan proyek bernilai Rp 87 miliar tersebut.

Nurul maupun Erick menelusuri produk mebel yang rusak dan mudah rusak ke sejumlah sekolah penerima manfaat. Keduanya juga menghubungi sejumlah pihak, termasuk pengelola PT AFP selaku pemenang, pejabat Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta.

***

TET…TET…TET... suara bel melengking menandakan waktu belajar mengajar telah selesai, ketika kami baru saja sampai di SD Negeri 07 Kalibata, Senin siang, 9 Desember 2019.

Anak-anak berseragam merah putih keluar dari kelas, mereka berlarian ke gerbang sekolah di Jalan Kalibata Timur IV, Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, untuk pulang.

Deni, penjaga sekolah, menghampiri dan menemani kami melihat-lihat mebel di sejumlah kelas. Meja dan kursi hasil pengadaan tahun 2018 itu sudah banyak yang rusak.

Pada ruang kelas di lantai dua, sejumlah meja berbahan serbuk kayu terlihat rusak. Lapisan tripleks bagian atas meja terkelupas.

“Sepatu” kaki meja yang berbahan plastik hitam banyak yang lepas, sehingga kaki meja berbahan pipa pelat kotak itu menjadi tajam dan bisa melukai siswa.

SDN 07 Kalibata mendapat 598 unit mebel dari Dinas Pendidikan setempat yang  dikirim dalam tiga tahap, kata Deni.

Tahap pertama terjadi tahun lalu, yakni 500 unit mebel. Tahap kedua, diberikan sebanyak 66 unit. Tahap ketiga yang baru dikirim sekitar dua pekan lalu, yakni 32 unit mebel.

Meja dan kursi hasil pengadaan tahun 2018 Dinas Pendidikan Jakarta yang sudah rusak di SDN 07 Kalibata. [Suara.com/Kumparan]
Meja dan kursi hasil pengadaan tahun 2018 Dinas Pendidikan Jakarta yang sudah rusak di SDN 07 Kalibata. [Suara.com/Kumparan]

“Belum setahun mejanya sudah banyak yang rusak. Yang paling banyak adalah alas kaki meja plastik warna hitam itu, sering copot,” kata Deni.

Dalam ruang kelas lantai dua itu, kami melihat sedikitnya 12 kursi dan meja yang rusak. Mulai dari kondisi alas meja yang terkelupas, hingga bahan serbuk kayu mencuat. Lainnya, banyak alas kaki meja sudah terlepas.

SD Negeri 07 Kalibata adalah salah satu sekolah yang baru selesai direnovasi. Sekolah 4 lantai itu hasil merger dua sekolah, yakni SDN 08 dan SDN 07. Pada dokumen pengadaan mebel tahun 2018, mestinya ada sebanyak 384 unit meja – kursi pada sekolah itu.

Ketika kami beralih ke SDN Kramat Jati 11, Jakarta Timur, hal serupa juga terjadi pada sekolah tersebut. Di sekolah ini, banyak meja yang sudah terkelupas. Sepatu kaki meja yang berbahan plastik juga banyak pecah serta copot. Bahkan, ada kaki meja yang patah.

Amel, guru kelas III di sekolah itu mengakui, meja dan kursi baru itu terakhir datang pengiriman dua pekan lalu sejumlah 20 unit.

Menurutnya, barang-barang itu tidak ramah anak-anak. Kaki meja dan kursi berbahan besi jenis pelat kotak itu berisiko bagi siswa-siswi SD.

Meja dan kursi hasil pengadaan tahun 2018 Dinas Pendidikan Jakarta yang sudah rusak di SDN 07 Kalibata. [Suara.com/Kumparan]
Meja dan kursi hasil pengadaan tahun 2018 Dinas Pendidikan Jakarta yang sudah rusak di SDN 07 Kalibata. [Suara.com/Kumparan]

Apalagi, alas kaki meja bahan plastik mudah pecah dan copot. Ketika sudah menganga, kaki-kaki meja yang terbuat dari besi tajam bisa melukai anak-anak saat digeser.

Untuk membersihkan kelas, anak-anak harus menggeser meja dan kursinya lantaran rendah. Berbeda dengan meja lama yang tak perlu digeser kala menyapu kotoran debu di bawahnya karena berkontur tinggi.

 “Kalau saya sih lebih suka meja dan kursi yang lama, karena menyapunya enggak susah. Kalau sekarang kan menyapunya susah banget, karena harus digeser dulu (kursi dan meja) untuk membersihkan kotoran-kotoran,” kata Amel.

Selain itu, jok dan sandaran kursi yang berbahan plastik, membuat para siswa tidak nyaman. Anak-anak lebih nyaman belajar di kelas menggunakan meja dan kursi kayu, ketimbang mebel berbahan pelat besi serta plastik.

Amel juga mengatakan, meja dan kursi bahan kayu yang dahulu justru lebih tahan lama. Bahkan, meja dan kursi yang dahulu tahan sampai belasan tahun. 

“Saya lebih suka bahan kayu, buat anak-anak juga enggak licin,” kata Amel.

Meja dan kursi hasil pengadaan tahun 2018 Dinas Pendidikan Jakarta yang sudah rusak di SDN 07 Kalibata. [Suara.com/Kumparan]
Meja dan kursi hasil pengadaan tahun 2018 Dinas Pendidikan Jakarta yang sudah rusak di SDN 07 Kalibata. [Suara.com/Kumparan]

Kami lantas beranjak ke SD Negeri 18 Kramat Jati, Jakarta Timur. Di sana, Jati—seorang guru—menuturkan ada kiriman meja dan kursi baru pada dua pekan lalu.

Kursi dan meja itu, kata Jati, adalah sisa pengadaan mebel Dinas Pendidikan DKI Jakarta tahun 2018. Namun, meja dan kursi yang baru datang itu belum dirakit. 

“Jadi sekarang barangnya sudah datang semua.”

Lebih mahal daripada harga pasaran

Beragam kerusakan yang dikeluhkan pihak sekolah itu berawal dari Pemprov DKI Jakarta yang melakukan pengadaan mebel sekolah tahun anggaran 2018.

Pemprov mengklaim, proyek itu dianggarkan dalam APBD karena berdasarkan survei dan laporan sekolah, kondisi mebel sudahbanyak rusak serta tak nyaman.

Karenanya, tahun lalu, pemprov menggelar proyek lelang pengadaan mebel untuk 183 sekolah, baik SD – SMP – SMA Jakarta.

Disdik DKI mematok harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 87,33 miliar untuk para peserta lelang pengadaan mebel tersebut. HPS itu ditawarkan kepada publik untuk pengadaan 86.304 unit meja serta kursi. Pelaksanaan pengadaan mebel itu dimulai sejak Juli 2018 hingga 20 Desember 2018.

Berdasarkan penelusuran melalui laman daring lpse.jakarta.go.id, terdapat 9 perusahaan peserta lelang yang melakukan penawaran.

Di antaranya ialah PT Karya Mitra Seraya senilai Rp 69,04 miliar; PT Tjakrindo Mas Rp 70,13 miliar; PT Elite Permai Metal Workd Rp 72,76 miliar; dan, PT Taram Jaya senilai Rp 73,57 miliar.

Selanjutnya, PT Angkasa Wastu Pratama menawar Rp 74,04 miliar; PT Araputra Fortuna Perkasa Rp 74,22 miliar; PT Satya Megah Intektama Rp 81, 22 miliar; PT Triputra Furintraco Rp 82,97 miliar; dan, PT Deka Sari Perkasa Rp 84, 96 miliar.

Pada akhirnya, lelang tersebut dimenangkan PT Araputra Fortuna Perkasa. Perseroan milik Thamrin Anwar itu berhasil mendapatkan proyek pengadaan mebel sekolah DKI Jakarta pada 2018 seharga Rp 74,22 miliar untuk 86.304 buah.

Artinya, PT Araputra Fortuna Perkasa berani mengadakan satu set meja – kursi senilai Rp 859 ribu.

Dokumentasi pelelangan mebel untuk sekolah di Jakarta tahun 2018. [LPSE]
Dokumentasi pelelangan mebel untuk sekolah di Jakarta tahun 2018. [LPSE]

Kami lantas melakukan survei harga per satu set meja dan kursi dengan spesifikasi dan kualitas yang hampir sama dengan dokumen lelang.

Pada sebuah toko meja dan kursi kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, misalnya, harga satu set meja – kursi hanya Rp 800 ribu. Untuk harga itu, pembeli minimal harus memesan 1.500 set.

Kalau memesan sebanyak 80.000 lebih set meja – kursi seperti pelelangan pemprov, maka toko tersebut berani memberi diskon sehingga lebih murah per set dengan spesifikasi tetap sama.

Penelusuran tentang harga mebel lebih murah di pasaran ketimbang harga penawaran lelang, membawa kami kepada data status tender yang dimenangkan PT AFP.

Meja dan kursi di pasaran yang lebih murah dari harga pelelangan Disdik DKI tapi berspesifikasi sama. [Suara.com/Kumparan]
Meja dan kursi di pasaran yang lebih murah dari harga pelelangan Disdik DKI tapi berspesifikasi sama. [Suara.com/Kumparan]

Berdasarkan dokumen pengadaan lelang bernomor 964/PT/-077.9 tertanggal 31 Mei 2019, tender yang dimenangkan PT AFP tersebut sebenarnya pelelangan ulang.

Hal itu dibenarkan oleh Direktur Komisi Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu.

Ia mengungkapkan, lelang pada Juli 2018 yang dimenangkan PT Araputra Fortuna Perkasa (AFP) adalah pelelangan ulang.

Lelang sebelumnya digelar tahun 2017, yang juga dimenangkan oleh PT AFP, tapi dibatalkan Badan Pelayanan Pengadaaan Barang/Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta. Sebabnya, PT Araputra tidak memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.

“Kenapa batal? Karena tidak memiliki persyaratan yang sudah dikeluarkan, sehingga ngurus semua itu. Makanya di 2018, terpenuhi itu ISO, SNI, baru dia jadi pemenang,” kata Tom Pasaribu.

Kepala BPPBJ DKI Jakarta Blessmiyanda Amanna pun tak menyangkal hal itu.

“Tahun 2017, dia (PT AFP) ikut, 2018 ikut juga. (2017) kalah karena persyaratan administrasi, dia sudah punya pengalaman dan sebagainya ya itulah, itu kan saya sendiri yang mengkritisi, saya kan waktu itu di luar BPPBJ (DKI Jakarta),” ujar Blessmiyanda.

Blessmiyanda mengatakan, PT AFP menang pada lelang 2018 karena produk mebel yang ditawarkan paling bagus secara kualitas.

Dia mengklaim, mebel yang ditawarkan peserta lelang lainnya tidak berkualitas karena diimpor dari China dan dirakit sendiri di Indonesia. Selain itu, PT AFP dianggap memenuhi syarat serta kualifikasi lelang dibanding peserta lainnya.

“Contohnya ini ada barang-barang yang dari China, ketahuan ini beli di China, dipotong sendiri seakan-akan dari dia. Tetapi yang ini (produk PT AFP) kualitasnya luar biasa, paling bagus dari yang lain,” kata dia.

Blessmiyanda menjamin, meja dan kursi milik PT AFP tersebut bisa bertahan untuk 5 tahun sampai 10 tahun ke depan.

Ia juga menegaskan, PT AFP berani memberikan garansi 2 tahun bila ada meja maupun kursinya yang rusak.

Tak hanya itu, Blessmiyanda mengklaim mebel milik PT AFP berbahan plastik sehingga ramah lingkungan dan nyaman bagi anak untuk belajar.

Sementara meja dan kursi yang terbuat dari kayu serta tahan lama kekinian semakin terbatas di Indonesia. Hal itu pula yang membuat PT AFP memunyai nilai lebih di matanya.

“Kayu yang bermutu kan kayu jati, mana ada kita punya lagi kayu jati yang sebegitu banyaknya, kan enggak mungkin. Kayu jati kan mesti harus dari hutan tanaman industri,” ujar dia.

Secara persentase, Blessmiyanda mengatakan bahan baku meja maupun kursi PT AFP adalah 70 persen komponen dalam negeri. Sedangkan 30 persen sisanya, impor.

Atas dasar semua itu, Blessmiyanda menegaskan, pemenang lelang proyek 86.304 mebel untuk sekolah Jakarta itu bukanlah dipilih berdasarkan penawaran terendah, tapi kualitas serta spesifikasi produk.

Blessmiyanda juga menuturkan, tidak ada regulasi yang mengatur perusahaan yang baru kali pertama ikut lelang tidak bisa memenangkan tender.

 “Enggak ada aturan itu. Selama dia memiliki perizinan yang legal di negara ini, siapa pun punya hak untuk menang.”

Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Ikak G Patriastomo mengatakan, pokja tertentu BPPBJ DKI Jakarta harus memperhatikan lebih detail tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pengadaan mebel PT AFP.

Sebab, kalau banyak perusahaan mebel lain yang bisa memproduksi barang dengan bahan baku dalam negeri, maka pengadaannya tidak boleh impor.

“Misalnya mebel ini di pasar ada yang TKDN-nya bagus atau enggak, kalau ada yang 40 persen di atas, misalnya ada dua atau tiga, volumenya cukup, mestinya enggak boleh impor,” kata Ikak.

Menurut Ikak, tampak aneh bila hanya satu perusahaan yang dianggap memenuhi persyaratan, padahal ada enam perseroan yang melakukan mock-up.

Karenanya, kata dia, patut dicurigai proses lelangnya hanya formalitas. “Masak memasukkan penawaran kok enggak lengkap, aneh kan. Manakala situasinya seperti itu, ya harus diinvestigasi,” ujar dia.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Syaefuloh Hidayat, sempat memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan wawancara perihal kejanggalan pengadaan mebel tersebut di kantornya, Selasa (17/12/2019).

Namun, setibanya kami di kantor, Syaefuloh justru mendisposisi ke anak buahnya. Kami lantas diterima oleh Anas Rosich sebagai Kepala Seksi Peralatan dan Perlengkapan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Anas mengakui baru sebulan menjadi kepala seksi, sehingga tidak banyak mengetahui pengadaan mebel sekolah tahun anggaran 2018.

Tak ramah lingkungan dan anak

Keluhan sekolah tentang mebel hasil pengadaan tahun 2018 secara prosedural, tak sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun  2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.

Dalam Permen No 24/2007 itu disebutkan, guna menunjang proses kegiatan belajar mengajar diperlukan meubeler yang kuat, stabil, aman, dan mudah dipindahkan oleh peserta didik.

Kemudian, ukuran sesuai dengan kelompok usia peserta didik dan mendukung pembentukan postur tubuh yang baik, desain dudukan dan sandaran membuat peserta didik nyaman belajar.

Namun, berdasarkan pengakuan guru SD yang menerima hasil pengadaan proyek tersebut, meja dan kursi tidak sesuai ukuran anak-anak sehingga membuat tak nyaman.

Kepala Seksi Peralatan dan Perlengkapan Dinas Pendidikan DKI Jakarta Anas Rosich menjelaskan, pihaknya sengaja memilih spesifikasi meja dan kursi berbahan plastik dengan alasan harga lebih murah.

Alasan lainnya adalah, pokja tertentu BPPBJ DKI Jakarta tidak merekomendasikan penggunaan bahan kayu untuk pengadaan meja dan kursi.

“Kenapa pakai bahan plastik karena pertimbangan harga, dan BPPBJ juga tak merekomendasikan pakai bahan kayu full,” terangnya.

Sedangkan mengenai masih ada pengiriman meja dan kursi baru-baru ini di beberapa sekolah, kata Anas, itu barang yang lama.

Dia memastikan, mebel tahun anggaran 2018 sudah terkirimkan tahun lalu. Namun, berhubung sejumlah sekolah ada yang masih tahap renovasi, jadi barangnya dititipkan di gudang Dinas Pendidikan.

Meubeler yang baru datang di beberapa sekolah itu adalah barang lama yang dulu sebagian disimpan di gudang Dinas Pendidikan. Sebab dulu sekolah-sekolah itu direnovasi,” ujar dia.

Direktur Utama PT Araputra Fortuna Perkasa Thamrin Anwar mengakui, perusahaannya baru pertama kali ikut tender pengadaan barang dan jasa di Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta.

Selama ini, produk-produk mebelnya berorientasi ekspor. Soal rekam jejak, perusahaannya sudah 20 tahun terakhir bergelut di bidang mebel.

Soal 80.304 set meja dan kursi untuk sekolah-sekolah di Jakarta itu, Thamrin mengklaim merupakan produksi sendiri.

Ia memiliki 1.300 pekerja, sehingga mampu untuk memproduksi meubeler sebanyak 80 ribu lebih dalam waktu dua atau tiga bulan.

“Tergantung ordernya saja, mau 1.000 bisa, 2.000 bisa mau 3.000 bisa per hari. Karena kapasitas kami kan gede, kalau kapasitas finishing kami per hari bisa sampai 4.000 set satu hari,” kata dia.

Dia mengatakan, pengadaan 80.304 set meja dan kursi itu telah didistribusikan ke 183 sekolah, plus 6 sekolah sebagai sekolah proyek percontohan.

Karena belakangan ada pertambahan pengadaan mebel untuk 6 sekolah proyek percontohan, Thamrin mengatakan secara prosedural juga perusahannya telah dilakukan adendum sekitar September 2018.

“Jadi serah terima saya dengan Disdik DKI sudah selesai pada 10 Desember 2018.”

Tak sinkron soal pengadaan mebel

Selama masa pengadaan mebel meja dan kursi di sekolah DKI Jakarta, yakni tahun 2018 hingga kekinian atau terhitung setahun, setidaknya terjadi 4 kali pergantian kepala Dinas Pendidikan.

Ketika masa awal lelang sekitar bulan Mei 2018, Kadisdik sekaligus yang memegang kerangka acuan kerja (KAK) adalah Sopan Adrianto. Tak lama kemudian, sekitar bulan Juni 2018, Sopan dicopot dan digantikan oleh pelaksana tugasnya yaitu Bowo Irianto.

Mulai Maret hingga September 2019, posisi Kadisdik beralih dipegang oleh Ratiyono. Hingga akhirnya Ratiyono pensiun, jabatan Kadisdik diambil alih oleh wakil kadisdik yaitu Syaifuloh yang juga pernah menjadi plt kadisdik.

Berdasarkan pengakuan pihak PT AFP, mebel meja dan kursi telah lengkap dikirimkan dan telah dilakukan serah terima pada tanggal 10 Desember 2018.

“(Pengiriman pertama) Agustus sampai Desember. Pengerjaan meja dan kursinya,” kata Thamrin.

Setelah itu, barang-barang tersebut dititipkan di gudang Disdik DKI Jakarta. Yaitu, di P2KPTK2 Jakarta Timur, GOS Duren Sawit Jakarta Timur, dan Rumah Dinas Cilandak Fatmawati Jakarta Selatan.

Menurutnya, barang tersebut pada bulan Januari atau Februari 2019 didistribusikan oleh Disdik DKI Jakarta yang diambil dari gudang PT AFP.

"Jadi kami itu mendistribusikan barang-barangnya sesuai perintah Dinas Pendidikan. Itu di tengah-tengahnya ada adendum,” kata Thamrin.

Adendum yang dimaksud salah satunya adalah Nomor 860/076.71 pada tanggal 4 Oktober 2018 yang salah satunya mengatakan, lokasi pekerjaan mengalami perubahan menjadi 189 sekolah atau penambahan 6 sekolah pilot project.

Imbasnya, penyaluran mebel meja dan kursi akhirnya tidak bisa lengkap disalurkan kepada 183 sekolah seperti daftar awal. Sebab, harus dikurangi untuk melengkapi 6 lokasi sekolah pilot project.

Temuan di lapangan, sekolah-sekolah baru mendapatkan meja dan kursi yang kurang itu setidaknya pada minggu pertama bulan Desember 2019. Misalnya yang terjadi di SD Kramat Jati 11 dan 18.

Kualitas meja dan kursi yang datang pun berbeda dengan pengiriman sebelumnya. Salah seorang guru, Amel mengatakan meja kursi yang baru datang relatif lebih bagus dengan bahan kayu.

Perbedaan pertama adalah mengenai spesifikasi meja dan kursi yang ditentukan untuk mebel sekolah.

Kepala BPPBJ DKI Jakarta Blessmiyanda sebelumnya mengatakan, penggunaan plastik karena menganggap spesifikasi kayu justru tidak ramah lingkungan dan menganggu keseimbangan alam.

“Produk di alam yang saat ini mampu adalah kayu, tetapi jumlah kayunya kan enggak ada. Terbatas dong. Ya lu mau berapa yang ditebang. Makanya kita memakai sertifikasi itu,” kata Blessmiyanda.

Dikonfirmasi soal spesifikasi plastik itu pula, pihak Dinas Pendidikan DKI mengaku penggunaan plastik bisa menekan biaya lebih murah.

“Justru tidak ramah lingkungan menggunakan bahan alam itu. Kedua, nilainya juga harganya tinggi,” kata Anas.

PT AFP sebagai pemenang tender dan juga penyedia di e-katalog yang kembali dipilih untuk menyuplai kebutuhan mebel meja dan kursi sekolah DKI 2019 pun membenarkan temuan di lapangan.

“Kan tahun ini ada pengadaan lagi, melalui e-katalog nasional, Disdik membeli tipe yang bukan kayak tipe tahun lalu. Dinas Pendidikan membeli model dari tempat saya yang top, top table-nya pakai kayu. Dia belinya lebih mahal,” kata Thamrin.

Ketidaksinkronan lainnya adalah soal TKDN produk mebel meja dan kursi. Sebelumnya, BPPBJ DKI Jakarta mengatakan, PT AFP memiliki 70 persen TKDN. Namun, setelah dikonfirmasi, TKDN yang dimiliki PT AFP sebetulnya hanya sekitar 61 persen.

“Satu-satunya produk yang punya TKDN tertinggi di e-katalog itu kami, 61 persen,” ujar Thamrin.

Satu hal lagi yang janggal adalah persoalan pertambahan 6 sekolah pilot project sebagai penerima manfaat pengadaan mebel tersebut. Alhasil, ada sekolah yang masuk daftar awal penerima manafaat justru tidak kebagian jatah.

Uniknya, Disdik Jakarta mengatakan 6 sekolah percontohan itu didahulukan mendapat mebel hasil pengadaan 2018 karena diresmikan oleh gubernur.

Sementara, sekolah lain yang jatahnya dialihkan kepada 6 sekolah percontohan, dipenuhi melalui adendum atau pengadaan tambahan.

“Pilot project itu adalah sekolah-sekolah yang ditunjuk, yang nantinya diresmikan oleh bapak gubernur,” kata pihak disdik.

Namun, keterlambatan pemberian mebel bagi sekolah-sekolah yang harus “mengalah” demi 6 sekolah percontohan itu bukan tanpa ekses.

 “Ya terkendala (belajar mengajar), karena kemarin kan sempat kelas itu kosong (meja dan bangku), enggak ada bangkunya sama sekali, kita di bawah. Gelar tikar. Sempat beberapa bulan di bawah (di lantai),” ujar salah seorang guru SD yang jatahnya diambil lebih dulu oleh sekolah pilot project.

Terbaru
Di Balik Kepulan Asap: Siapa Raup Untung dari PLTU Baru Suralaya?
polemik

Di Balik Kepulan Asap: Siapa Raup Untung dari PLTU Baru Suralaya?

Kamis, 19 September 2024 | 20:06 WIB

Data Kementerian ESDM akhir 2023 menunjukkan oversupply listrik di grid Jawa-Bali mencapai 4 gigawatt. Artinya, keberadaan PLTU baru sebenarnya tidak terlalu mendesak.

Cuma Heboh di Dunia Maya, Ada Apa di Balik Skenario Fufufafa? polemik

Cuma Heboh di Dunia Maya, Ada Apa di Balik Skenario Fufufafa?

Kamis, 19 September 2024 | 08:29 WIB

Apa yang terjadi pada isu Fufufafa sudah bukan lagi echo chamber. Perbincangan isu Fufufafa sudah crossed platform media sosial and crossed cluster.

Polemik Akun Fufufafa: Fakta Kabur yang Menciptakan Kebingungan Publik polemik

Polemik Akun Fufufafa: Fakta Kabur yang Menciptakan Kebingungan Publik

Selasa, 17 September 2024 | 20:10 WIB

Kecurigaan mengenai Gibran sebagai pemilik akun Fufufafa bermula dari postingan seorang netizen

Perilaku Kejahatan Anak Makin Liar: Gejala Anomie yang Tak Cukup Diselesaikan Lewat Penjara polemik

Perilaku Kejahatan Anak Makin Liar: Gejala Anomie yang Tak Cukup Diselesaikan Lewat Penjara

Sabtu, 14 September 2024 | 20:09 WIB

Kondisi anomie acap kali menyertai setiap perubahan sosial di masyarakat.

Kasus Nyoman Sukena: Peringatan Darurat Pelestarian Landak Jawa polemik

Kasus Nyoman Sukena: Peringatan Darurat Pelestarian Landak Jawa

Jum'at, 13 September 2024 | 20:20 WIB

Dengan penuh kasih sayang, Nyoman Sukena memelihara dua ekor Landak Jawa itu

Menantu Hingga Anak Jokowi di Pusaran Dugaan Gratifikasi: Masihkah KPK Punya Taji? polemik

Menantu Hingga Anak Jokowi di Pusaran Dugaan Gratifikasi: Masihkah KPK Punya Taji?

Jum'at, 13 September 2024 | 09:54 WIB

Pada prosesnya nanti, KPK harus mengusut pihak yang memberikan dan memastikan maksud pemberian dugaan gratifikasi itu.

Babak Baru Seteru PKB-PBNU: Cak Imin dan Gus Yahya Semakin Jauh dari Titik Temu polemik

Babak Baru Seteru PKB-PBNU: Cak Imin dan Gus Yahya Semakin Jauh dari Titik Temu

Kamis, 12 September 2024 | 17:32 WIB

Dinamika ini mengundang pertanyaan besar: benarkah tidak ada konflik di balik layar?