Suara.com - Pramono Anung dan Rano Karno dijadwalkan dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 7 Februari 2025. Menjelang pelantikan, tim transisi mereka mulai bekerja.
Salah satu langkah awalnya adalah menyerap aspirasi dari para mantan gubernur Jakarta, termasuk Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Kemenangan Pramono-Rano di Pilkada lalu tak lepas dari pengaruh dua tokoh ini. Setelah gagal diusung PDIP sebagai calon gubernur, Anies secara terbuka menyatakan dukungannya untuk pasangan Pramono-Rano.
Keputusan itu membawa dampak besar. Banyak pendukung Anies mengalihkan dukungan mereka ke pasangan ini.
Sementara itu, Ahok, yang satu partai dengan Pramono dan Rano di PDIP, secara otomatis memberikan dukungan.
Efek dukungan Anies bahkan diakui oleh PKS, partai pengusung Ridwan Kamil-Suswono, rival utama Pramono-Rano. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, menyebut pengaruh Anies sebagai salah satu kunci kemenangan pasangan ini.
Namun, tantangan baru kini menanti. Bagaimana gaya kepemimpinan Pramono-Rano Karno di tengah bayang-bayang dua mantan gubernur, Anies dan Ahok, yang masih populer di kalangan warga Jakarta?
Ketua tim transisi Pramono-Rano, Ima Mahdiah, menegaskan bahwa gaya kepemimpinan Pramono dan Rano tidak akan meniru Anies atau Ahok. Menurut Ima, keduanya akan memimpin Jakarta sesuai karakter masing-masing.
"Pak Anies dan Pak Ahok memang bagian dari perjalanan kami. Tapi Pak Pramono dan Rano punya gaya sendiri. Enggak seperti Pak Ahok, enggak juga seperti Pak Anies," ujar Ima kepada Suara.com.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, sepakat bahwa Pramono-Rano harus memiliki ciri khas dalam memimpin Jakarta. Ia menyebut gaya kepemimpinan adalah hal yang personal.
"Kalau mereka mengikuti gaya Anies atau Ahok, itu malah terasa aneh," kata Jamiluddin.
Ia menjelaskan, Anies dan Ahok memiliki pendekatan yang kontras. Anies dikenal humanis dan mengayomi, sementara Ahok terkenal tegas dan terkadang mengesampingkan sisi humanis.
Namun, Jamiluddin menilai dua gaya ini bisa dikombinasikan oleh Pramono-Rano. Pemimpin yang efektif, menurutnya, harus tahu kapan bersikap tegas dan kapan bersikap humanis.
"Karena tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan satu pendekatan. Terlebih lagi, Jakarta adalah kota yang heterogen," jelasnya.
Pendekatan tegas diperlukan dalam situasi tertentu, sementara pendekatan humanis lebih cocok untuk masyarakat yang memahami hak dan kewajiban mereka. Hal ini, kata Jamiluddin, menjadi tantangan bagi Pramono-Rano.
Dengan gaya yang seimbang dan sesuai kebutuhan, Pramono Anung-Rano Karno diharapkan mampu menciptakan kepemimpinan yang berbeda dan relevan bagi warga Jakarta.
"Kepada masyarakat-masyarakat yang perlu tegas yang memang diperlukan ketegasan. Tetapi buat masyarakat yang memang sudah memahami hak dan kewajiban tentu pendekatannya humanis," jelas Jamil.
Pengamat politik dari Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menekankan pentingnya Pramono-Rano memiliki gaya kepemimpinan yang khas. Hal ini diperlukan agar mereka dapat tampil berbeda dari gubernur dan wakil gubernur Jakarta sebelumnya.
Adi menyarankan, Pramono-Rano bisa memadukan karakteristik gaya Anies yang merakyat dan santun dengan gaya Ahok yang gerak cepat.
Namun, ada juga sisi dari keduanya yang sebaiknya ditinggalkan. "Ahok dikenal keras, sementara Anies sering terjebak dalam banyak wacana tanpa aksi nyata," kata Adi.
Sebagai contoh, Ahok kerap menunjukkan sikap kerasnya. Ia pernah memarahi wartawan, warga, bahkan bawahan di lingkup pemerintahan Jakarta.
Di sisi lain, Anies dianggap lambat dalam mengeksekusi program. Ketua Fraksi PDIP DPRD Jakarta periode 2014-2019, Gembong Warsono, pernah mengkritik hal ini pada Mei 2022.
Menurut Gembong, banyak program dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 yang tidak terlaksana. Dua contoh utamanya adalah normalisasi sungai untuk mengatasi banjir dan penyediaan hunian layak bagi warga Jakarta.
Adi menilai, ke depan, Pramono-Rano harus belajar dari kekurangan ini. Mereka diharapkan mampu mengombinasikan kecepatan kerja dan pendekatan yang humanis tanpa mengulang kelemahan para pendahulunya.
"Jadi, hal-hal negatif mesti ditinggalkan," kata Adi menambahkan.
Mengakomodir Pendukung Anies hingga Ridwan Kamil
Gaya kepemimpinan Pramono-Rano saat memimpin Jakarta memang penting. Namun, menurut Jamiluddin, hal yang lebih mendesak adalah bagaimana mereka mengakomodasi kepentingan para pendukung Ahok dan Anies.
Ia menilai, kemenangan Pramono-Rano tak lepas dari dukungan kedua kelompok tersebut. "Selama aspirasi pendukung Anies dan Ahok diakomodasi, gaya kepemimpinan Pramono-Rano tidak akan jadi masalah," kata Jamil.
Tak hanya itu, Jamil menambahkan, Pramono-Rano juga harus memperhatikan aspirasi pendukung Ridwan Kamil-Suswono. Sebagai pemimpin daerah, mereka wajib menjadi gubernur dan wakil gubernur untuk seluruh warga Jakarta, tanpa membedakan latar belakang politik.
Untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak, Jamil menyarankan Pramono-Rano melanjutkan program kerja Anies dan Ahok yang dinilai baik. Sebaliknya, kebijakan yang kurang tepat harus ditinggalkan.
Ima Mahdiah, Ketua Tim Transisi Pramono-Rano, menegaskan hal serupa. Ia menyebut, meski Pramono-Rano akan memimpin Jakarta dengan karakter mereka sendiri, program-program Anies dan Ahok yang bermanfaat akan tetap diteruskan.
"Yang pasti, tim transisi ini dengan arahan Pak Pramono dan Pak Rano akan mengakomodasi kebijakan-kebijakan Pak Ahok dan Pak Anies. Tapi tentu, ada beberapa hal baru juga," kata Ima.
Pendekatan ini diharapkan bisa menjadi solusi untuk menjaga keseimbangan dan harmoni di tengah keberagaman aspirasi warga Jakarta.
JAY B bersiap tur konser solo di Asia hingga comeback GOT7
Taman Cattleya merupakan sebuah tempat wisata dengan konsep ruang terbuka hijau di tengah Kota Jakarta.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi menerbitkan aturan baru mengenai pernikahan untuk aparatur sipil negara (ASN).
Dianggap kian mesra, warganet baru-baru ini justru membuat sentilan menohok ke Jokowi
Urun biaya hanya digunakan untuk pengobatan tambahan yang tidak fundamental, misalnya tambahan vitamin.
Penyebabnya, hubungan mesra antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Kabinet Presiden Prabowo, menurut Pengamat Media Sosial Drone Emprit, Nova Mujahid, tak jauh berbeda dengan era Jokowi.
Disebutkan bahwa bayaran buzzer di Indonesia berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 50 juta untuk sekali kontrak
Rudi Valinka ditengarai merupakan sosok di balik akun X (dulu Twitter) bernama @kurawa. Ia dikenal sebagai buzzer Jokowi
Dana ini belum mampu mencakup seluruh anak sekolah di Indonesia.
Ide penggunaan dana zakat tersebut merupakan lontaran Najamuddin dalam pendanaan makan bergizi gratis yang membuka tabir program Pemerintahan Prabowo-Gibran.