PSI Sudah Siap, Tapi Jokowi Masih Kalkulasi: Ada Apa di Balik Keraguannya?
Home > Detail

PSI Sudah Siap, Tapi Jokowi Masih Kalkulasi: Ada Apa di Balik Keraguannya?

Chandra Iswinarno | Muhammad Yasir

Selasa, 03 Juni 2025 | 15:08 WIB

Suara.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memperpanjang masa pendaftaran calon ketua umum hingga 23 Juni 2025. Langkah ini dilakukan di tengah wacana Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi maju mengambil alih kepemimpinan partai tersebut.

ENAM hari sebelum berakhirnya masa pendaftaran Calon Ketua Umum PSI, Raja Juli Antoni menemui Jokowi di kediaman pribadinya di Jalan Kutai Utara 1, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Senin, 26 Mei 2025.

Sekretaris Jenderal PSI itu mengaku sempat menanyakan langsung terkait niat Jokowi mendaftar.

"Bapak katakan 'ya saya sedang terus kalkulasi'. Jadi belum ada jawaban dari beliau, masih kalkulasi," ungkap Antoni.

Pada 14 Mei 2025 lalu, Jokowi secara terang-terangan mengakui tengah mengkalkulasi kemungkinan dirinya mendaftar sebagai ketua umum PSI.

Kala itu, ia mengatakan tak ingin terburu-buru mengambil keputusan, mengingat masa pendaftaran masih tersedia cukup panjang hingga 31 Mei 2025.

“Jangan sampai kalau nanti misalnya saya ikut, saya kalah,” ucap Jokowi.

Hingga berakhirnya masa pendaftaran calon ketua umum PSI, Jokowi nyatanya tak kunjung mendaftar.

PSI kemudian memutuskan untuk memperpanjang masa pendaftaran calon ketua umum tersebut hingga 23 Juni 2025.

Ketua Steering Committee Kongres PSI Andy Budiman menyebut hingga 31 Mei 2025 belum ada kandidat yang telah mendaftarkan diri secara resmi sebagai calon ketua umum.

Sehingga, PSI memutuskan untuk memperpanjang masa pendaftaran hingga 24 Juni 2025 dengan dua alasan.

“Pertama, memberi ruang dan waktu tambahan kepada para kandidat untuk mendapat dukungan dari daerah, dari DPW dan DPD,” Andy kepada Suara.com, Senin 2 Juni 2025.

Saat ini, PSI diketahui mengusung konsep partai perorangan yang terinspirasi dari gagasan partai super Tbk Jokowi. Sebagai partai yang mengusung konsep tersebut, proses pemilihan ketua umum PSI akan digelar lewat Pemilihan Raya dengan sistem pemilihan suara elektronik atau e-voting.

Berbeda dengan pemilihan ketua umum partai politik di Indonesia, PSI menerapkan sistem bahwa anggotanya memiliki hak memilih.

Masa pendaftaran bagi bakal Calon Ketua Umum PSI itu awalnya dibuka sejak 13 Mei hingga 31 Mei 2025.

Kandidat yang ingin mendaftar harus memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) serta mendapat surat rekomendasi minimal dari 5 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan 20 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI.

Politisi PSI Raja Juli Antoni usai menemui Presiden ke-7 RI Jokowi di Solo,. (Suara.com/Ari Welianto)
Politisi PSI Raja Juli Antoni usai menemui Presiden ke-7 RI Jokowi di Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. (Suara.com/Ari Welianto)

"Alasan kedua pendaftaran ini diperpanjang, kami ingin memberi ruang kepada tokoh di luar PSI yang ingin maju dalam pencalonan untuk mencari dukungan pengurus daerah," ungkap Andy.

Andy memastikan bahwa Pemilihan Raya Ketua Umum PSI tetap dijadwalkan berlangsung pada 12-19 Juli 2025. Hasilnya akan diumumkan pada 19 Juli 2025 dalam Kongres PSI di Solo, Jawa Tengah.

"Sesuai aturan di Pemilihan Raya, tokoh eksternal dimungkinkan untuk mendaftar setelah resmi menjadi anggota PSI," ujarnya.

Bukan Pilihan Strategis 

Analis politik dari Institute for Advanced Research (IFAR) Universitas Katolik Atmajaya, Yoes Kenawas menilai, wajar jika Jokowi berpikir panjang sebelum memutuskan bergabung ke dalam PSI.

Sebab, jika salah langkah, keputusan ayah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu bisa saja dimaknai sebagai ancaman bagi keberlanjutan kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2029.

"Tentu ini akan jadi hitungan serius bagi semua partai,” kata Yoes kepada Suara.com, Senin 2 Juni 2025.

Yoes menilai bahwa dalam kalkulasi politik, langkah Jokowi bergabung ke dalam PSI juga bukan sebuah pilihan strategis untuk saat ini. Penyebabnya, karena PSI bukan partai yang memiliki kursi di parlemen.

“Jadi agak kurang strategis kalau Jokowi mengunci langkah politiknya dari sekarang,” jelasnya.

Selain itu, Yoes menyebut Jokowi juga terkesan tidak ingin terburu-buru karena pintu masuk ke PSI sebenarnya selalu terbuka.

Apalagi, Ketua Umum PSI saat ini juga dijabat oleh anaknya sendiri, Kaesang Pangarep.

"PSI bisa dikatakan kapanpun Jokowi mau masuk, mereka dengan senang hati akan menerima. Jadi buat Jokowi tidak ada urgensi saat ini untuk harus menjadi ketua umum PSI," ungkap Yoes.

Sementara peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyebut bahwa Jokowi perlu perhitungan yang matang demi menjaga kredibilitasnya.

Apabila, ia bergabung sebagai ketua umum PSI, keberhasilan membawa partai berlogo mawar itu masuk parlemen pada Pemilu 2029 bakal menjadi taruhannya.

"Jika tidak berhasil membesarkan partai tentu kredibilitasnya akan jatuh," tutur Lili kepada Suara.com.

Berpartai atau Main di Balik Layar? 

Analis Politik Citra Institute Yusak Farhan menyebut bahwa bermain di belakang layar tanpa memilih bergabung dalam satu partai politik memang bisa menjadi pilihan Jokowi.

Namun, menurutnya itu berisiko mengurangi kekuatan kontrol Jokowi terhadap para loyalis dan jalur distribusi kekuasaan.

Logo PSI (psi.id)
Lambang Partai Solidaritas Indonesia (PSI), saat ini partai tersebut akan menggelar suksesi kepemimpinan dari Kaesang Pangarep. (psi.id)

Sehingga, Yusak memrediksi bahwa cepat atau lambat pada akhirnya Jokowi akan tetap memilih masuk ke dalam sebuah partai.

Terlebih menurutnya, partai politik itu sangat dibutuhkan Jokowi bukan hanya sekadar kendaraan politik, melainkan alat negosiasi kekuasaan yang dapat digunakan untuk menjaga relevansi politik dirinya dan keluarga dalam jangka panjang.

“Kalau hanya bermain di belakang layar, Jokowi terancam tidak bisa powerfull,” beber Yusak kepada Suara.com.

Sementara di sisi lain, Yusak berpendapat bahwa PSI secara ideologis juga lebih cocok dengan Jokowi daripada PPP atau Golkar yang belakangan juga sempat dikait-kaitkan dengan nama Presiden Ketujuh RI tersebut.

“Habitat politik Jokowi memang lebih pas di partai nasionalis, seperti PSI daripada partai Islam seperti PPP. Dinamika di internal PSI tentu tidak sekencang di Golkar. Ini juga yang menjadi pertimbangan Jokowi,” tuturnya.

Walau demikian, Yusak mengatakan, apabila Jokowi benar-benar memilih bergabung dengan PSI Pilpres 2029 menurutnya juga akan semakin menarik.

"Bukan tidak mungkin dia pecah kongsi dengan Prabowo dan mendorong Gibran sebagai capres berikutnya. Apalagi sekarang presidential threshold sudah dihapus, PSI bisa menjadi poros baru," katanya.


Terkait

Merapat ke PSI atau PPP? Menakar Keuntungan jika Jokowi jadi Ketum Parpol
Senin, 02 Juni 2025 | 19:46 WIB

Merapat ke PSI atau PPP? Menakar Keuntungan jika Jokowi jadi Ketum Parpol

Namun, kata dia, jika Jokowi ingin menjadi King Maker terutama untuk menyatukan spektrum nasionalis-religius, maka pilihannya adalah PPP.

Ini Peluang dan Tantangan Jokowi jika Jadi Ketum PSI Atau PPP, Bakal Untung Atau Buntung?
Senin, 02 Juni 2025 | 12:49 WIB

Ini Peluang dan Tantangan Jokowi jika Jadi Ketum PSI Atau PPP, Bakal Untung Atau Buntung?

Struktur PSI yang masih relatif longgar memungkinkan Jokowi memiliki ruang manuver besar dalam melakukan konsolidasi internal dan rebranding partai.

Doa Ade Irfan Pulungan Agar Jokowi Dapat Hidayah Pilih Pimpin PPP Ketimbang PSI
Sabtu, 31 Mei 2025 | 13:11 WIB

Doa Ade Irfan Pulungan Agar Jokowi Dapat Hidayah Pilih Pimpin PPP Ketimbang PSI

Ade tetap mendoakan agar Jokowi mau menerima pinangan sebagai calon ketua umum PPP.

Terbaru
Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?
nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan nonfiksi

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 13:12 WIB

Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung nonfiksi

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.

Review Tukar Takdir, Bukan Film yang Bikin Penonton Trauma Naik Pesawat! nonfiksi

Review Tukar Takdir, Bukan Film yang Bikin Penonton Trauma Naik Pesawat!

Sabtu, 04 Oktober 2025 | 12:33 WIB

Mouly Surya dan Marsha Timothy kembali menunjukkan kerja sama yang memukau di film Tukar Takdir.

Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan nonfiksi

Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan

Selasa, 30 September 2025 | 19:26 WIB

Ada alamat di Jakarta yang tak tercatat di peta teror, namun denyutnya adalah neraka. Menelusuri 'Kremlin', ruang-ruang interogasi Orde Baru, dan persahabatan aneh di Cipinang

Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta nonfiksi

Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta

Selasa, 30 September 2025 | 15:38 WIB

Ingatan kolektif masyarakat tentang tapol PKI dari balik jeruji penjara Orde Baru telah memudar, seiring perkembangan zaman. Jurnalis Suara.com mencoba menjalinnya kembali.

Review Film Kang Solah: Spin-Off Tanpa Beban, Tawa Datang Tanpa Diundang nonfiksi

Review Film Kang Solah: Spin-Off Tanpa Beban, Tawa Datang Tanpa Diundang

Sabtu, 27 September 2025 | 08:00 WIB

Akankah Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung menyaingi kesuksesan Kang Mak tahun lalu?

×
Zoomed