Suara.com - Pemerintah tengah mengkaji kebijakan meliburkan sekolah selama satu bulan penuh di bulan Ramadan. Tujuannya untuk memberikan waktu lebih bagi siswa untuk meningkatkan keimanan dan fokus pada ibadah. Wacana ini pertama kali muncul dari Menteri Agama Nasaruddin Umar.
Ia berencana meliburkan sekolah selama Ramadan 2025. Saat ini wacana tersebut tengah dibahas dan akan diumumkan jika jadi diterapkan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan keputusan soal libur Ramadan akan dibahas bersama Kemendikdasmen, Kemenag, dan Kemendagri. Mu’ti menjelaskan ada tiga usulan dari masyarakat terkait hal ini.
Beberapa mengusulkan libur penuh selama Ramadan, dengan kegiatan keagamaan di masyarakat sebagai pengganti aktivitas sekolah. Ada juga yang mengusulkan libur parsial, seperti awal Ramadan selama beberapa hari, dilanjutkan masuk sekolah seperti biasa, lalu libur kembali menjelang Idulfitri. Sementara itu, sebagian lainnya mengusulkan agar tidak ada libur sama sekali.
Semua usulan ini akan dibahas dalam rapat lintas kementerian. Namun, rencana tersebut memunculkan kekhawatiran, baik dari sisi keagamaan maupun sistem pendidikan.
Dewan Kehormatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, menyebut bahwa meskipun tujuan pendekatan agama dalam kebijakan ini baik, pelaksanaannya belum tentu berhasil. “Kalau melihat di lapangan, apakah pertimbangan seperti itu bisa berjalan dengan baik? Belum tentu,” ujarnya kepada Suara.com pada Selasa (13/1/2025).
Heru menekankan pentingnya kolaborasi antara orang tua dan guru untuk mendukung kebijakan ini. Ia menilai keluarga memiliki peran besar dalam keberhasilannya. Siswa dari keluarga dengan nilai keimanan yang kuat cenderung memanfaatkan libur panjang untuk memperdalam spiritualitas.
Di sekolah, guru agama memiliki peran dalam membangun keimanan siswa melalui berbagai metode pembelajaran. Namun, tanggung jawab terbesar tetap ada pada orang tua. Menurut Heru, tanpa pendampingan yang baik, siswa dengan keimanan yang masih lemah dan tanpa dukungan keluarga bisa menyalahgunakan libur panjang. “Libur panjang ini bahkan bisa menjadi celah untuk perilaku yang kurang baik,” katanya.
Masalah Terhadap Kalender Pendidikan
Libur satu bulan selama Ramadan berpotensi mengganggu kalender pendidikan. Ramadan yang dimulai awal Maret dan Idulfitri pada akhir bulan tersebut berdekatan dengan jadwal ujian siswa, khususnya mereka yang sedang mempersiapkan kelulusan.
Heru Purnomo menjelaskan, siswa kelas 3 SMP biasanya menghadapi ujian akhir semester pada akhir Maret, diikuti ujian praktik di awal April. Sementara itu, ujian akhir sekolah biasanya digelar pada minggu kedua atau ketiga April. Jika libur diberlakukan selama Maret, semua jadwal ujian bisa mundur hingga minggu ketiga Mei.
“Padahal, awal Juni sudah mulai PPDB. Bagaimana mengejar ketertinggalan kalau kalender pendidikan berubah? Libur satu bulan Ramadan akan memunculkan banyak masalah,” kata Heru.
Perubahan jadwal ini juga berdampak pada beban kerja guru. Guru harus menyelesaikan target kurikulum yang terancam tertunda, sementara pekerjaan mereka semakin menumpuk.
Pemerintah Harus Punya Rumusan yang Jelas
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai libur sekolah satu bulan berpotensi menyebabkan learning loss atau penurunan kemampuan akademik siswa. Menurutnya, pemerintah harus merancang kebijakan ini dengan matang, termasuk menentukan kegiatan anak selama libur.
“Kalau anak-anak libur, lalu mereka ngapain? Pemerintah harus merumuskan kegiatan mereka. Jika tidak, ancaman learning loss pasti terjadi. Libur sebulan harus diisi dengan aktivitas belajar yang terarah,” kritik Ubaid.
Tanpa rumusan jelas, ancaman learning loss tidak dapat dihindari. Hal serupa diungkapkan Heru Purnomo, yang menyebut bahwa siswa juga berisiko kehilangan motivasi belajar tanpa rutinitas sekolah.
Seperti diketahui, sebuh Studi The Learning Gap Series – Two oleh Innovation for Indonesia's School Children (INOVASI) menunjukkan siswa kelas awal di Indonesia kehilangan hasil belajar signifikan selama pandemi.
Dalam satu tahun, siswa kehilangan setara 0,47 standar deviasi (6 bulan) untuk literasi dan 0,44 (5 bulan) untuk numerasi. Standar deviasi mengukur seberapa jauh hasil siswa dari rata-rata, menunjukkan dampak besar pandemi pada pembelajaran.
Hasil ini mengungkapkan capaian siswa selama tahun ajaran normal hanya setengah dari yang seharusnya. Selain itu, learning loss memperlebar kesenjangan hasil belajar, dengan banyak siswa belum mencapai standar kompetensi minimum.
Pada tahun ajaran 2020/2021, hanya 22 persen siswa kelas 1 yang memenuhi standar kurikulum darurat untuk numerasi. Sebagian besar belum mampu melakukan operasi hitung sederhana di atas angka 20. Untuk literasi, hanya 33 persen siswa kelas 2 mencapai standar kemampuan minimum sesuai indikator SDGs. Banyak siswa masih kesulitan membaca teks sederhana secara mandiri dan memahami maknanya.
Learning loss tidak hanya memengaruhi perkembangan saat ini, tetapi juga masa depan siswa. Literasi dan numerasi sebagai keterampilan dasar penting untuk belajar lebih lanjut. Ketidakmampuan menguasai keterampilan ini membatasi kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan menciptakan inovasi.
Studi INOVASI lainnya, yang berjudul Bangkit Lebih Kuat: Pemulihan Pembelajaran Pasca Pandemi, mencatat bahwa learning loss pada anak sekolah di Indonesia belum sepenuhnya pulih. Meski memang ada indikasi perbaikan. Pada tahun ajaran tertentu, siswa mengalami peningkatan setara 0,16 standar deviasi (2 bulan) untuk literasi dan 0,12 (2 bulan) untuk numerasi.
Misalnya, siswa kelas 1 diharapkan memahami konsep bilangan hingga 99 pada akhir semester satu (Desember). Sebelum pemulihan, banyak siswa baru memahami konsep ini pada akhir semester dua (Mei). Namun, pemulihan berhasil mempercepat capaian hingga Maret.
Ia menilai, sekolah selama Ramadan justru bisa menjadi momen untuk membimbing siswa menjalankan ibadah dengan benar, sembari tetap mengikuti pembelajaran akademik.
“Jika siswa tetap masuk sekolah, mereka bisa belajar menjalankan ibadah dengan baik sekaligus tetap mempertahankan kemampuan akademik,” ujarnya.
Kebijakan Lama Telah Efektif
Kebijakan libur sebagian saat Ramadan dan Idulfitri dinilai telah cukup efektif. Heru menyarankan agar pemerintah tetap mempertahankan sistem yang selama ini berjalan, yakni memberikan libur di awal dan akhir Ramadan, namun tetap mengadakan kegiatan belajar-mengajar selama bulan puasa.
“selama ini sudah ada keseimbangan. Maksudnya, di awal Ramadan ada libur, setelah itu masuk (sekolah). Kemudian satu minggu sebelum Idulfitri mereka libur. Itu tidak banyak waktu terbuang," tuturnya.
Libur sekolah selama satu bulan penuh di bulan Ramadan memang memiliki tujuan mulia, yaitu meningkatkan keimanan siswa. Namun, tanpa pengawasan yang memadai, kebijakan ini berisiko menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pendidikan maupun pembentukan karakter siswa.
Menko bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, menilai pemerintah tak perlu meliburkan anak-anak sekolah selama Ramadan. Menurutnya, ibadah puasa merupakan hal yang biasa.
"Saya kira tidak perlu ya. Karena libur ramadhan itu belum jelas konsepnya. Nggak perlu, tetap saja jalan puasa tidak menghentikan semua," kata Cak Imin ditemui di TMPN Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (11/1/2025).
Menko PMK Pratikno memaklumi bila kemudian muncul anggapan 'iri' pada daerah yang belum menjadi prioritas MBG.
Meski memiliki konsep boarding school, sekolah ini diperuntukkan bagi masyarakat miskin ekstrem.
"Memang rencananya sesuai arahan Presiden dimulai di Jakarta dan sekitarnya, setelah itu nanti di tempat-tempat lain,"
Gus Ipul juga menyampaikan, pemerintah terbuka peluang untuk turut menggandeng pihak swasta dalam menjalankan program Sekolah Rakyat
Ya Allah anakku, tega kali gurumu nak, ucap Kamelia bergetar.
Sejarah mencatat bagaimana PDIP telah terbukti mampu melampaui rintangan terberat di masa Rezim Orde Baru.
Sekilas, ambisi hijau pemerintah dengan beralih ke B40 memang tampak ramah lingkungan karena menggunakan sumber daya terbarukan.
Megawati sempat menyinggung sebuah istilah atau frasa Italia, vivere pericoloso, yang memiliki arti tahun menyerempet bahaya.
Perilaku Firli Bahuri yang menolak penetapan tersangka yang diajukan para penyidik, bukan suatu hal baru.
Per Januari 2025, Indonesia memang mulai menggunakan B40.
Kalau boleh jujur, Pandji jadi man of the match pertunjukan The Founder5.