Menakar Untung Rugi Libur Sekolah Selama Ramadan: Kalender Akademik Berantakan, Hingga Ancaman Learning Loss
Home > Detail

Menakar Untung Rugi Libur Sekolah Selama Ramadan: Kalender Akademik Berantakan, Hingga Ancaman Learning Loss

Bimo Aria Fundrika | Lilis Varwati

Selasa, 14 Januari 2025 | 12:00 WIB

Suara.com - Pemerintah tengah mengkaji kebijakan meliburkan sekolah selama satu bulan penuh di bulan Ramadan. Tujuannya untuk memberikan waktu lebih bagi siswa untuk meningkatkan keimanan dan fokus pada ibadah. Wacana ini pertama kali muncul dari Menteri Agama Nasaruddin Umar. 

Ia berencana meliburkan sekolah selama Ramadan 2025. Saat ini wacana tersebut tengah dibahas dan akan diumumkan jika jadi diterapkan.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan keputusan soal libur Ramadan akan dibahas bersama Kemendikdasmen, Kemenag, dan Kemendagri. Mu’ti menjelaskan ada tiga usulan dari masyarakat terkait hal ini. 

Beberapa mengusulkan libur penuh selama Ramadan, dengan kegiatan keagamaan di masyarakat sebagai pengganti aktivitas sekolah. Ada juga yang mengusulkan libur parsial, seperti awal Ramadan selama beberapa hari, dilanjutkan masuk sekolah seperti biasa, lalu libur kembali menjelang Idulfitri. Sementara itu, sebagian lainnya mengusulkan agar tidak ada libur sama sekali.

Mendikdasmen Abdul Mu'ti. [Tangkapan layar Youtube]
Mendikdasmen Abdul Mu'ti. [Tangkapan layar Youtube]

Semua usulan ini akan dibahas dalam rapat lintas kementerian. Namun, rencana tersebut memunculkan kekhawatiran, baik dari sisi keagamaan maupun sistem pendidikan.

Dewan Kehormatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, menyebut bahwa meskipun tujuan pendekatan agama dalam kebijakan ini baik, pelaksanaannya belum tentu berhasil. “Kalau melihat di lapangan, apakah pertimbangan seperti itu bisa berjalan dengan baik? Belum tentu,” ujarnya kepada Suara.com pada Selasa (13/1/2025).

Heru menekankan pentingnya kolaborasi antara orang tua dan guru untuk mendukung kebijakan ini. Ia menilai keluarga memiliki peran besar dalam keberhasilannya. Siswa dari keluarga dengan nilai keimanan yang kuat cenderung memanfaatkan libur panjang untuk memperdalam spiritualitas.

Di sekolah, guru agama memiliki peran dalam membangun keimanan siswa melalui berbagai metode pembelajaran. Namun, tanggung jawab terbesar tetap ada pada orang tua. Menurut Heru, tanpa pendampingan yang baik, siswa dengan keimanan yang masih lemah dan tanpa dukungan keluarga bisa menyalahgunakan libur panjang. “Libur panjang ini bahkan bisa menjadi celah untuk perilaku yang kurang baik,” katanya.

Masalah Terhadap Kalender Pendidikan

Libur satu bulan selama Ramadan berpotensi mengganggu kalender pendidikan. Ramadan yang dimulai awal Maret dan Idulfitri pada akhir bulan tersebut berdekatan dengan jadwal ujian siswa, khususnya mereka yang sedang mempersiapkan kelulusan.

Heru Purnomo menjelaskan, siswa kelas 3 SMP biasanya menghadapi ujian akhir semester pada akhir Maret, diikuti ujian praktik di awal April. Sementara itu, ujian akhir sekolah biasanya digelar pada minggu kedua atau ketiga April. Jika libur diberlakukan selama Maret, semua jadwal ujian bisa mundur hingga minggu ketiga Mei.

“Padahal, awal Juni sudah mulai PPDB. Bagaimana mengejar ketertinggalan kalau kalender pendidikan berubah? Libur satu bulan Ramadan akan memunculkan banyak masalah,” kata Heru.

Perubahan jadwal ini juga berdampak pada beban kerja guru. Guru harus menyelesaikan target kurikulum yang terancam tertunda, sementara pekerjaan mereka semakin menumpuk.

Pemerintah Harus Punya Rumusan yang Jelas

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai libur sekolah satu bulan berpotensi menyebabkan learning loss atau penurunan kemampuan akademik siswa. Menurutnya, pemerintah harus merancang kebijakan ini dengan matang, termasuk menentukan kegiatan anak selama libur.

“Kalau anak-anak libur, lalu mereka ngapain? Pemerintah harus merumuskan kegiatan mereka. Jika tidak, ancaman learning loss pasti terjadi. Libur sebulan harus diisi dengan aktivitas belajar yang terarah,” kritik Ubaid.

Tanpa rumusan jelas, ancaman learning loss tidak dapat dihindari. Hal serupa diungkapkan Heru Purnomo, yang menyebut bahwa siswa juga berisiko kehilangan motivasi belajar tanpa rutinitas sekolah.

Seperti diketahui, sebuh Studi The Learning Gap Series – Two oleh  Innovation for Indonesia's School Children (INOVASI) menunjukkan siswa kelas awal di Indonesia kehilangan hasil belajar signifikan selama pandemi. 

Ilustrasi anak sekolah dasar (Dok. SGM)
Ilustrasi anak sekolah dasar (Dok. SGM)

Dalam satu tahun, siswa kehilangan setara 0,47 standar deviasi (6 bulan) untuk literasi dan 0,44 (5 bulan) untuk numerasi. Standar deviasi mengukur seberapa jauh hasil siswa dari rata-rata, menunjukkan dampak besar pandemi pada pembelajaran.

Hasil ini mengungkapkan capaian siswa selama tahun ajaran normal hanya setengah dari yang seharusnya. Selain itu, learning loss memperlebar kesenjangan hasil belajar, dengan banyak siswa belum mencapai standar kompetensi minimum.

Pada tahun ajaran 2020/2021, hanya 22 persen siswa kelas 1 yang memenuhi standar kurikulum darurat untuk numerasi. Sebagian besar belum mampu melakukan operasi hitung sederhana di atas angka 20. Untuk literasi, hanya 33 persen siswa kelas 2 mencapai standar kemampuan minimum sesuai indikator SDGs. Banyak siswa masih kesulitan membaca teks sederhana secara mandiri dan memahami maknanya.

Learning loss tidak hanya memengaruhi perkembangan saat ini, tetapi juga masa depan siswa. Literasi dan numerasi sebagai keterampilan dasar penting untuk belajar lebih lanjut. Ketidakmampuan menguasai keterampilan ini membatasi kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan menciptakan inovasi.

Studi INOVASI lainnya, yang berjudul Bangkit Lebih Kuat: Pemulihan Pembelajaran Pasca Pandemi, mencatat bahwa learning loss pada anak sekolah di Indonesia belum sepenuhnya pulih. Meski memang ada indikasi perbaikan.  Pada tahun ajaran tertentu, siswa mengalami peningkatan setara 0,16 standar deviasi (2 bulan) untuk literasi dan 0,12 (2 bulan) untuk numerasi.

Misalnya, siswa kelas 1 diharapkan memahami konsep bilangan hingga 99 pada akhir semester satu (Desember). Sebelum pemulihan, banyak siswa baru memahami konsep ini pada akhir semester dua (Mei). Namun, pemulihan berhasil mempercepat capaian hingga Maret.

Ia menilai, sekolah selama Ramadan justru bisa menjadi momen untuk membimbing siswa menjalankan ibadah dengan benar, sembari tetap mengikuti pembelajaran akademik.

“Jika siswa tetap masuk sekolah, mereka bisa belajar menjalankan ibadah dengan baik sekaligus tetap mempertahankan kemampuan akademik,” ujarnya.

Kebijakan Lama Telah Efektif

Kebijakan libur sebagian saat Ramadan dan Idulfitri dinilai telah cukup efektif. Heru menyarankan agar pemerintah tetap mempertahankan sistem yang selama ini berjalan, yakni memberikan libur di awal dan akhir Ramadan, namun tetap mengadakan kegiatan belajar-mengajar selama bulan puasa.  

“selama ini sudah ada keseimbangan. Maksudnya, di awal Ramadan ada libur, setelah itu masuk (sekolah). Kemudian satu minggu sebelum Idulfitri mereka libur. Itu tidak banyak waktu terbuang," tuturnya.

Ilustrasi sekolah swasta- Pemprov DKI Jakarta mengkaji agar sekolah swasta gratis. [Istimewa]
Ilustrasi sekolah swasta- Pemprov DKI Jakarta mengkaji agar sekolah swasta gratis. [Istimewa]

Libur sekolah selama satu bulan penuh di bulan Ramadan memang memiliki tujuan mulia, yaitu meningkatkan keimanan siswa. Namun, tanpa pengawasan yang memadai, kebijakan ini berisiko menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pendidikan maupun pembentukan karakter siswa.

Menko bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, menilai pemerintah tak perlu meliburkan anak-anak sekolah selama Ramadan. Menurutnya, ibadah puasa merupakan hal yang biasa.

"Saya kira tidak perlu ya. Karena libur ramadhan itu belum jelas konsepnya. Nggak perlu, tetap saja jalan puasa tidak menghentikan semua," kata Cak Imin ditemui di TMPN Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (11/1/2025).


Terkait

Ancaman Di Balik Ambisi Hijau Proyek Biodiesel B40: Mulai dari Kelangkaan Minyak Goreng Hingga Deforestasi
Senin, 13 Januari 2025 | 15:30 WIB

Ancaman Di Balik Ambisi Hijau Proyek Biodiesel B40: Mulai dari Kelangkaan Minyak Goreng Hingga Deforestasi

Sekilas, ambisi hijau pemerintah dengan beralih ke B40 memang tampak ramah lingkungan karena menggunakan sumber daya terbarukan.

Retorika Prabowo Subianto Soal Perluasan Lahan Sawit: Siapa yang Sebenarnya Diuntungkan?
Jum'at, 03 Januari 2025 | 10:15 WIB

Retorika Prabowo Subianto Soal Perluasan Lahan Sawit: Siapa yang Sebenarnya Diuntungkan?

Bahkan, Prabowo juga tak segan memerintah kepala daerah, TNI, dan Polri menjaga perkebunan sawit.

Terbaru
Beda Gugatan Yoni Dores dan Ahmad Dhani, Kasus Via Vallen Bisa Jadi Pelajaran?
nonfiksi

Beda Gugatan Yoni Dores dan Ahmad Dhani, Kasus Via Vallen Bisa Jadi Pelajaran?

Sabtu, 31 Mei 2025 | 11:43 WIB

Yoni Dores dan Ahmad Dhani sama-sama memperjuangkan hak cipta, tetapi kasus Lesti Kejora lebih mirip Via Vallen di masa lalu.

Prabowo Buka Pintu untuk Israel Jika Akui Kemerdekaan Palestina: Diplomasi Realistis? polemik

Prabowo Buka Pintu untuk Israel Jika Akui Kemerdekaan Palestina: Diplomasi Realistis?

Jum'at, 30 Mei 2025 | 18:55 WIB

Israel tak hanya harus mengakui kemerdekaan Palestina secara penuh, tetapi juga harus bertanggung jawab atas genosida yang selama ini dilakukan terhadap rakyat Palestina.

Reformasi Anggaran: Tantangan di Balik Putusan Sekolah Gratis polemik

Reformasi Anggaran: Tantangan di Balik Putusan Sekolah Gratis

Jum'at, 30 Mei 2025 | 16:20 WIB

Presiden adalah satu-satunya otoritas yang dapat melakukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran pendidikan, kata Ubaid.

Bongkar Korupsi Dana Zakat di Baznas Jabar, Whistleblower Malah Dikriminalisasi polemik

Bongkar Korupsi Dana Zakat di Baznas Jabar, Whistleblower Malah Dikriminalisasi

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:51 WIB

"Kriminalisasi terhadap pelapor dugaan korupsi di Baznas menunjukkan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wana.

Kebijakan Jam Malam Pelajar di Jabar: Solusi atau Sekadar Simbolik? polemik

Kebijakan Jam Malam Pelajar di Jabar: Solusi atau Sekadar Simbolik?

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:23 WIB

"Kebijakan jam malam bagi pelajar perlu manajemen pengawasan yang baik. Tanpa itu, kebijakan tersebut hanya akan terdengar baik di atas kertas," ujar Rakhmat.

Hunian Vertikal: Mimpi atau Bumerang Bagi Warga Jakarta? polemik

Hunian Vertikal: Mimpi atau Bumerang Bagi Warga Jakarta?

Rabu, 28 Mei 2025 | 15:35 WIB

"Rumah susun itu adalah cara yang paling prinsip untuk merubah Jakarta menjadi lebih tertata terkait dengan penduduk dan pemukiman," kata Yayat.

Bantuan China untuk MBG: Kadin Senang, Ekonom Khawatir 'No Free Lunch'! polemik

Bantuan China untuk MBG: Kadin Senang, Ekonom Khawatir 'No Free Lunch'!

Rabu, 28 Mei 2025 | 07:56 WIB

No free lunch. Pasti akan ada yang dikorbankan untuk mendapatkan bantuan tersebut, mulai dari politik hingga sumber daya alam, ungkap Huda.