Suara.com - Kamelia seolah tak percaya, anaknya yang berumur 10 tahun harus menanggung malu duduk di lantai kelas dan tidak diizinkan mengikuti pelajaran. Musabab kisah pilu ini bermula lantaran tunggakan membayar sumbangan pembinaan pendidikan alias SPP.
ORANG miskin dilarang sekolah. Kalimat singkat yang dijadikan judul buku oleh Eko Prasetyo seolah menjadi familiar kembali. Kenyataan dalam buku tersebut yang menggambarkan praktik-praktik buruk sekolah di masa lalu seolah kembali nyata di depan mata pada hari ini.
Kisah anak Kamelia berinisial IM ini menarik perhatian publik usai videonya menjalani hukuman tersebut viral. Siswa kelas 4 Sekolah Dasar (SD) Abdi Sukma di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut) berasal dari kalangan tak mampu.
Ayahnya hanya bekerja sebagai buruh bangunan. Sedangkan, Kamelia hanya ibu rumah tangga sekaligus relawan Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan atau JPKP yang aktif membantu masyarakat kesulitan.
Pada Desember 2024 lalu, Kamelia meminta dispensasi pihak sekolah agar IM tetap bisa mengikuti ujian meski belum bisa membayar SPP. Dia bersyukur, pihak sekolah pun mengabulkan. Walaupun, hingga saat ini dia tidak bisa mengambil rapor anaknya karena belum melunasi SPP.
Persoalan muncul setelah proses belajar kembali aktif pada 6 Januari 2025. IM yang awalnya antusias kembali bersekolah tiba-tiba murung.
Dia malu lantaran dihukum wali kelasnya, Haryati, duduk di lantai dan tak boleh mengikuti pelajaran karena belum melunasi SPP selama tiga bulan.
Sejak hari itu, IM setiap kali berangkat sekolah kerap menangis. IM bercerita kepada ibunya, dia malu dengan teman-teman di sekolah.
Sempat ragu dengan cerita IM, Kamelia memutuskan untuk datang ke sekolah pada Rabu, 8 Januari 2025. Perempuan 38 tahun itu langsung menangis dan bergetar ketika benar-benar menyaksikan langsung anaknya duduk di lantai kelas.
“Ya Allah anakku, tega kali gurumu nak,” ucap Kamelia bergetar.
Anggota Komisi X Fraksi PKB DPR RI, Habib Syarief Muhammad Alaydus menilai IM tidak sepantasnya menanggung hukuman yang membuat anak dipermalukan di hadapan teman-temannya.
Persoalan SPP, semestinya menjadi persoalan orang tua dan pihak sekolah. Apalagi, salah satu alasan Kamelia belum mampu membayar SPP juga karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) akhir tahun 2024 belum cair.
"Tugas anak itu belajar, bukan memikirkan SPP. Sekolah harus memperlakukan semua siswa dengan perlakuan yang sama," kata Syarief, Senin (13/1/2025).
Kamelia sempat berencana menjual telepon genggamnya usai adanya kejadian tersebut. Dia berharap setelah melunasi tunggakan SPP sebesar Rp 180.000 itu, anaknya tidak lagi diperlakukan tidak adil.
Belakangan, Kepala Sekolah Abdi Sukma, Juli Sari mengklaim, pihaknya tidak pernah melarang siswa yang menunggak SPP masuk sekolah.
Dia membuktikan, adik IM yang duduk di kelas 1 SD juga masih bersekolah di sana, masih tetap melakukan aktivitas belajar biasa meski sama-sama menunggak SPP selama empat bulan. Hukuman duduk di lantai, kata dia, adalah inisiatif guru IM, Haryati.
"Guru tersebut berinisiatif membuat peraturan sendiri di kelasnya," ungkap Juli.
Selain IM kisah serupa juga pernah dialami tiga siswa kakak-beradik di Sekolah Dasar Islam Terpadu Mathla'ul Anwar atau SDIT ICMA, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pihak sekolah kala itu memulangkan paksa mereka lantaran menunggak biaya sekolah sebesar Rp 42 juta.
Orang tua siswa tersebut, Muhamad Fahat menyebut peristiwa itu terjadi pada April 2024. Pemilik sekolah saat itu marah dan memerintahkan kepala sekolah untuk memulangkan ketiga anak Fahat yang masih duduk di kelas 1, 3 dan 5.
Padahal, Fahat sempat memohon kepada pihak sekolah agar ketiga anaknya dipulangkan di waktu jam sekolah. Musababnya dia khawatir, apabila anaknya dipulangkan di tengah jam belajar akan menganggu psikologisnya.
"Tapi ini ditarik aja gitu langsung dimasukin ke mobil, dianterin pulang," ungkapnya.
Disanksi Skors
Yayasan Abdi Sukma telah menjatuhkan sanksi skor kepada Haryati. Wali kelas IM itu untuk sementara waktu dilarang mengajar.
Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Perlindungan menyebut, sanksi tegas diberikan karena Haryati melakukan tindakan di luar visi dan misi sekolah.
Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai pihak sekolah semestinya dapat memanfaatkan dana bantuan operasional sekolah atau BOS dari pemerintahan. Bukan justru membebani persoalan SPP itu kepada siswa. Apalagi sampai memberikan hukuman yang tak pantas.
“Semestinya uang sekolah sudah tercukupi oleh dana BOS,” kata Darma kepada Suara.com, Senin (13/1/2025).
Berdasar Permendikbud 63 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis atau Juknis BOS Reguler SD, SMP, SMA, SMA Tahun 2021 dijelaskan, dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan atau BOSP reguler dapat digunakan untuk membiayai operasional penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Mulai dari persoalan penerimaan siswa baru hingga honor guru.
Selain itu, Darma juga mengungkap sekolah swasta yang bukan kapital, sudah seharusnya tidak menjadikan sekolah sebagai ladang bisnis. Tetapi semata-mata sebagai misi sosial dalam rangka mencerdaskan kehidupan masyarakat.
“Kalau prinsip itu disepakati harusnya tidak ada lagi anak dihukum atau tidak boleh ikut ujian hanya karena belum bayar SPP,” ungkapnya.
Segendang sepenarian dengan Darma, Pengamat pendidikan dari Sumut, M Surip mengaku prihatin dengan tindakan Haryati menghukum IM. Sebagai pengajar yang notabene sudah melewati proses pendidikan harusnya, Haryati tidak melakukan sanksi kepada siswa yang di luar aktivitas pendidikan.
Surip berharap peristiwa ini dapat menjadi pelajaran tak hanya bagi Haryati, tetapi juga semua tenaga pendidik agar lebih hati-hati memberikn sanksi yang tidak mendidik.
“Semoga tidak ada lagi para pendidik yang melakukn hal-hal yang tidak mencerdaskan dan menyadarkan masyarakat," katanya.
Sedangkan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno yang mengaku belum mengetahui detail terkait kasus ini. Menurutnya, persoalan tersebut nantinya akan dibahas dalam rapat bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti.
“Nanti kita bahas,” katanya.
Sedangkan uang SPP dari Juli hingga Desember dibebankan kepada orang tua siswa.
Video pembangunan pagar laut misterius viral di media sosial.
Menurutnya, sang petugas patwal yang terlihat arogan itu hanya sedang menegur kendaraan taksi dan truk sedang ribut.
Gus Iqdam kembali dibanjiri nyinyiran publik.
Sejarah mencatat bagaimana PDIP telah terbukti mampu melampaui rintangan terberat di masa Rezim Orde Baru.
Sekilas, ambisi hijau pemerintah dengan beralih ke B40 memang tampak ramah lingkungan karena menggunakan sumber daya terbarukan.
Megawati sempat menyinggung sebuah istilah atau frasa Italia, vivere pericoloso, yang memiliki arti tahun menyerempet bahaya.
Perilaku Firli Bahuri yang menolak penetapan tersangka yang diajukan para penyidik, bukan suatu hal baru.
Per Januari 2025, Indonesia memang mulai menggunakan B40.
Kalau boleh jujur, Pandji jadi man of the match pertunjukan The Founder5.
Kalau memang harus dihapus saya setuju, tapi lebih ke semangat penghapusan diskriminasinya, kata Shinte.