Memoar Aktivis 98 yang Diculik (5): Gilang, Pengamen yang Melawan Soeharto
Home > Detail

Memoar Aktivis 98 yang Diculik (5): Gilang, Pengamen yang Melawan Soeharto

Reza Gunadha

Rabu, 22 Mei 2019 | 09:00 WIB

Suara.com - Reformasi 98 adalah karya massa, sebab tak hanya mahasiswa, tapi juga buruh, petani, kaum miskin perkotaan, ibu-ibu, hingga pelajar ikut menyumbangkan tenaga, pikiran, air mata maupun darah untuk mendobrak kekuasaan Orde Baru.

Selain ditebus oleh darah aktivis Reformasi 98 yang meninggal, ada pula 13 aktivis hingga kekinian tak diketahui rimbanya.

Salah satu aktivis yang hingga kekinian dinyatakan hilang setelah diculik aparat pada medio 1990-an adalah seorang pengamen, lulusan STM bernama Gilang.

Adalah Lilik Hastuti Setyowatiningsih, seorang perempuan yang aktif menjadi aktivis Prodemokrasi pada era 1990-an, menceritakan sejumput kisah kenang-kenangannya dengan Gilang. Berikut kisahnya.

[Suara.com/Ema Rohimah]
[Suara.com/Ema Rohimah]

Gilang, aku dan kawan-kawan kala itu memanggilmu sebagai Tarzan. Aku Lupa bagaimana ihwal panggilan itu.

Aku tersedu-sedu ketika mendengar berita kamu tewas. Diculik. Ditembak. Ditemukan di tengah hutan di Saradan Madiun, Jawa Timur.

Kami sedang dalam gairah besar membangun gerakan di Solo pada medio 1994-95, bersama SMID dan PRD.

Lalu, sesosok anak muda bertubuh kurus, tinggi semampai, dengan rambut acak-acakan itu tiba-tiba setiap pagi kerap tertidur sambil menekuk kaki di selembar karpet sekretariat kami.

Kadang-kadang, dia tertidur di teras depan pintu sekretariat. Dia tidur di sana kalau pintu sekretariat terlanjur terkunci.

Paginya, ketika kami sudah bersiap-siap piket menyapu, bersih-bersih sekretariat, sesosok tinggi jangkung dengan rambut acak-acakan itu masih saja mengorok.

Namanya Leonardus Iskandar, kami memanggilnya Tarzan. Dia baru lulus STM waktu itu. Sering mengamen di jalanan.

Ketika sering berdiskusi dengan kami, Gilang tertarik ikut aksi-aksi massa. Lalu, dia membantu membuat spanduk, menyebarkan selebaran, menjadi pasukan pengaman dalam aksi.

Karena kerap aktif membantu, dia lancar berbicara tentang politik. Dia fasih menjelaskan mengenai apa itu lima paket undang-undang politik, pentingnya upah buruh nasional, dan terpenting: menumbangkan rezim Soeharto. Tapi Tarzan tetap saja bangun siang.

Aku benar-benar masih mengingat kelakuanmu Gilang. Kamu suka mencongkel tutup telepon sekretariat. Memakai pensil, kau bisa memencet nomor dan menelepon siapa saja dan semaunya.

Hari berikutnya, giliran kami yang kelabakan mencari uang untuk membayar tagihan telepon sekretariat. Kepadanya, aku kerap marah.

Foto Gilang, pengamen yang juga aktivis PRD, sedang dipegang oleh kedua orangtuanya. Gilang diculik, ditembak, dan jasadnya ditemukan di tengah hutan di Saradan Madiun, Jawa Timur.
Foto Gilang, pengamen yang juga aktivis PRD, sedang dipegang oleh kedua orangtuanya. Gilang diculik, ditembak, dan jasadnya ditemukan di tengah hutan di Saradan Madiun, Jawa Timur.

Tapi, apa yang membuatku menangis meraung mendengar penemuan jasadmu adalah, aku tak pernah sekali pun meminta maaf.

Aku tak pernah meminta maaf kepadamu Gilang, hingga aku pindah dari Solo ke Surabaya, lalu ke Jakarta, sampai akhirnya mendengar kabar penemuan jasadmu.

Lantas aku mendengar, lamat-lamat, bagaimana kau tetap setia membangun organisasi. Pada masa-masa genting penumbangan Soeharto, kau adalah bagian tulang punggung gerakan di Solo.

Kau tak pernah surut langkah. Kau makin maju dan maju. Tarzan, aku berdoa panjang untukmu. Aku meminta maaf, dulu kerap marah padamu.

Saat pertama bertemu ibumu, Bu Budiarti Fattah, perempuan hebat yang mendidik adik-adikmu secara sangat luar biasa dan kini semua lulus menjadi sarjana, aku memeluknya erat.

Aku bilang kepada ibundamu, dulu aku galak kepada Gilang, Bu. Sering marah. Ibumu tersenyum-senyum. Tarzan, berbahagialah kau di sana ya.


Terkait

Memoar Aktivis 98 yang Diculik (3): Suyat dan Nasi Timlo Tak Terbeli
Rabu, 22 Mei 2019 | 08:30 WIB

Memoar Aktivis 98 yang Diculik (3): Suyat dan Nasi Timlo Tak Terbeli

Suyat ikut aksi pemogokan buruh PT Sritex, Solo, masih dengan kepala bekas diperban. Saat aksi itu juga, Suyat lagi-lagi digebuk. Kepalanya bonyok lagi.

Memoar Aktivis 98 yang Diculik (2): Hendrawan dan Cerita Secangkir Kopi
Rabu, 22 Mei 2019 | 08:10 WIB

Memoar Aktivis 98 yang Diculik (2): Hendrawan dan Cerita Secangkir Kopi

Man, aku kangen senandung lagu Widurimu. Aku kangen umpatanmu agak ganjil dan aneh dengan logat Bangka-mu itu.

Memoar Aktivis 98 yang Diculik (1): Senyum Terakhir Bima di Halte Trisakti
Rabu, 22 Mei 2019 | 07:55 WIB

Memoar Aktivis 98 yang Diculik (1): Senyum Terakhir Bima di Halte Trisakti

Kami, anak-anak muda usia awal dua puluhan, awam situasi ibu kota, dipaksa kondisi untuk jadi seliat baja.

Terbaru
Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis
nonfiksi

Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis

Sabtu, 08 November 2025 | 08:00 WIB

Pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran utama adalah bukti ketajaman mata Reza Rahadian sebagai sutradara.

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja nonfiksi

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja

Jum'at, 07 November 2025 | 19:50 WIB

Deway, mahasiswa Kalbar di Jogja, belajar menenangkan kecemasan dan menemukan rumah di kota asing.

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

×
Zoomed