Suara.com - Reformasi 98 adalah karya massa, sebab tak hanya mahasiswa, tapi juga buruh, petani, kaum miskin perkotaan, ibu-ibu, hingga pelajar ikut menyumbangkan tenaga, pikiran, air mata maupun darah untuk mendobrak kekuasaan Orde Baru.
Selain ditebus oleh darah aktivis Reformasi 98 yang meninggal, ada pula 13 aktivis hingga kekinian tak diketahui rimbanya.
Salah satu aktivis yang hingga kekinian dinyatakan hilang setelah diculik aparat pada medio 1990-an adalah seorang pengamen, lulusan STM bernama Gilang.
Adalah Lilik Hastuti Setyowatiningsih, seorang perempuan yang aktif menjadi aktivis Prodemokrasi pada era 1990-an, menceritakan sejumput kisah kenang-kenangannya dengan Gilang. Berikut kisahnya.
Gilang, aku dan kawan-kawan kala itu memanggilmu sebagai Tarzan. Aku Lupa bagaimana ihwal panggilan itu.
Aku tersedu-sedu ketika mendengar berita kamu tewas. Diculik. Ditembak. Ditemukan di tengah hutan di Saradan Madiun, Jawa Timur.
Kami sedang dalam gairah besar membangun gerakan di Solo pada medio 1994-95, bersama SMID dan PRD.
Lalu, sesosok anak muda bertubuh kurus, tinggi semampai, dengan rambut acak-acakan itu tiba-tiba setiap pagi kerap tertidur sambil menekuk kaki di selembar karpet sekretariat kami.
Kadang-kadang, dia tertidur di teras depan pintu sekretariat. Dia tidur di sana kalau pintu sekretariat terlanjur terkunci.
Paginya, ketika kami sudah bersiap-siap piket menyapu, bersih-bersih sekretariat, sesosok tinggi jangkung dengan rambut acak-acakan itu masih saja mengorok.
Namanya Leonardus Iskandar, kami memanggilnya Tarzan. Dia baru lulus STM waktu itu. Sering mengamen di jalanan.
Ketika sering berdiskusi dengan kami, Gilang tertarik ikut aksi-aksi massa. Lalu, dia membantu membuat spanduk, menyebarkan selebaran, menjadi pasukan pengaman dalam aksi.
Karena kerap aktif membantu, dia lancar berbicara tentang politik. Dia fasih menjelaskan mengenai apa itu lima paket undang-undang politik, pentingnya upah buruh nasional, dan terpenting: menumbangkan rezim Soeharto. Tapi Tarzan tetap saja bangun siang.
Aku benar-benar masih mengingat kelakuanmu Gilang. Kamu suka mencongkel tutup telepon sekretariat. Memakai pensil, kau bisa memencet nomor dan menelepon siapa saja dan semaunya.
Hari berikutnya, giliran kami yang kelabakan mencari uang untuk membayar tagihan telepon sekretariat. Kepadanya, aku kerap marah.
Tapi, apa yang membuatku menangis meraung mendengar penemuan jasadmu adalah, aku tak pernah sekali pun meminta maaf.
Aku tak pernah meminta maaf kepadamu Gilang, hingga aku pindah dari Solo ke Surabaya, lalu ke Jakarta, sampai akhirnya mendengar kabar penemuan jasadmu.
Lantas aku mendengar, lamat-lamat, bagaimana kau tetap setia membangun organisasi. Pada masa-masa genting penumbangan Soeharto, kau adalah bagian tulang punggung gerakan di Solo.
Kau tak pernah surut langkah. Kau makin maju dan maju. Tarzan, aku berdoa panjang untukmu. Aku meminta maaf, dulu kerap marah padamu.
Saat pertama bertemu ibumu, Bu Budiarti Fattah, perempuan hebat yang mendidik adik-adikmu secara sangat luar biasa dan kini semua lulus menjadi sarjana, aku memeluknya erat.
Aku bilang kepada ibundamu, dulu aku galak kepada Gilang, Bu. Sering marah. Ibumu tersenyum-senyum. Tarzan, berbahagialah kau di sana ya.
Bahlil Lahadalia mengaku menjadi aktivis 98 namun tak dikenali Said Didu.
Yusril mengemukakan bahwa semua pelanggaran HAM atau setiap kejahatan merupakan pelanggaran HAM, namun tidak semua kejahatan termasuk dalam pelanggaran HAM berat.
Fedi juga mencantumkan sejumlah dokumen tangkapan layar yang menunjukan sejumlah bukti terjadinya penculikan yang dilakukan oleh Mantan Danjen Kopassus tersebut.
Pada pertemuan tersebut, disinyalir ada upaya pemberian tanda 'tali kasih' berupa uang senilai Rp 1 miliar dari mereka untuk keluarga korban.
Apakah target yang diminta PSSI dan dipatok Indra Sjafri masuk akal?
Berikut kisah Tumenggung Endranata si pengkhianat.
Jurit Malam Kost 1000 Pintu mengisahkan tentang seorang gadis bernama Suci yang baru saja pindah ke sebuah kota untuk mencari kos.
Sebenarnya revisi UU Hak Cipta tengah digodok oleh DPR RI. Kabar itu disampaikan Melly Goeslaw pada 11 Februari 2024 lalu.
Meski Menteri Keuangan kemudian mengklarifikasi bahwa BPI tidak terdampak, kabar ini sempat membuat para awardee resah. Seperti apa keresahan awardee?
MA bekukan hak beracara Razman & Firdaus. Pakar nilai sanksi kurang, harusnya dipidana.
Berarti memang tingkat legitimasi atau dukungan dari masyarakat itu masih kepada tokoh eks-GAM, kata Kemal.