Suara.com - Jika tak ada mesin ketik, aku akan menulis dengan tangan. Jika tak ada tinta hitam, aku akan menulis dengan arang. Jika tak ada kertas, aku akan menulis pada dinding. Jika aku menulis dilarang, aku akan menulis dengan tetes darah!
Tatkala banyak seniman sedang berasyik masyuk dengan tema cinta monyet, dan lainnya menyembunyikan protes pada permainan kata manis pada era Orde Baru, Widji Thukul secara lugas sudah mengarahkan puisinya seperti itu, lurus ke arah istana Soeharto.
Jikul tak pernah berpuisi untuk memuja keindahan aestetis. Baginya, keindahan adalah ketika rakyat terbebas dari kediktatoran, saat upah buruh naik, dan kala kaum ibu berbaris meruntuhkan penguasa zalim.
Perlawanan sang penyair yang juga turut mengorganisasikan perlawanan rakyat meruntuhkan rezim Soeharto pada 1998 tersebut, harus ditebus oleh kekejian aparat. Ia diculik, dan hingga kekinian tak diketahui nasib dan rimbanya.
Wiji Thukul, hilang pada akhir 1998. Ia terakhir terlihat di Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur.
Adalah Lilik Hastuti Setyowatiningsih, seorang perempuan yang aktif menjadi aktivis Prodemokrasi pada era 1990-an, menceritakan sejumput kisah kenang-kenangannya dengan Widji Thukul. Berikut kisahnya.
Kang Jikul, aku sudah sering cerita tentang kamu. Tak pernah bosan, dan selalu bikin dada ini sesak. Tapi dari sekian banyak kisahmu, aku juga mengenang hal-hal lucu yang pernah terjadi di antara kita.
Aku dulu orang yang keras kepala, ngeyel ya Kang Jikul. Banyak menuntut. Banyak protes. Banyak mau. Aku mangkel banget saat kau ledek sebagai ‘borjuis kecil’.
Gara-garanya, aku berkeluh kesah susah mengorganisasikan buruh di PT Sritex. Aku hampir menangis, dan kamu cuma pringas-pringis.
“Dasar borjuis kecil!” kata kamu sambil berlalu, dengan menenteng buku. Sengak pol! Tapi di situlah aku benar-benar merasa tertampar.
Karena umpatanmu itulah, aku menjadi sadar tidak sepatutnya mengeluhkan hal-hal kecil, di tengah medan perjuangan keras dan berat. Aku makin belajar dari kamu, kisahmu, dan tentu, puisi-puisimu.
Aku nganyelke ya, Kang Jikul. Dulu secara polos, aku memintamu dibuatkan “Puisi yang tak ada huruf R’. Ya, karena kamu pelok.
Ya, aku meledekmu. Karena ledek-meledek adalah hiburan kita satu-satunya. Kukira, kau tertawa seperti biasa. Ternyata, saat itu kau diam saja.
Mukamu memerah kala itu, dan kamu tak berkata apa-apa hingga berjam-jam kemudian. Lalu aku ciut. Aku takut. Itu kali pertama aku menyaksikan amarahmu yang tak biasa.
Kalau Kang Jikul marah-marah dalam forum-forum rapat, aku sudah terbiasa melihatnya. Amarah Kang Jikul dalam puisi, pun aku terbiasa. Tapi tidak dengan marahmu dalam diam.
Kang Jikul, setelah peristiwa itu, aku sempat tak lagi berani datang ke rumahmu. Padahal, biasanya, aku jalan kaki dari sekretariat ke rumahmu, terutama sore hari, saat perut sudah melintir-lintir lapar.
Aku juga biasanya langsung masuk ke dapur rumahmu. Menyendok nasi dan lauk-pauk di atas meja. Setidaknya, selalu ada tempe goreng.
“Sepurane yo Kang...”, mohon maaf ya kang kataku kepadamu.
“Opo??”
“Wingi kae..”, kemarin itu lho.
“Opo..”
“Puisi tanpa huruf R..”
Dan Horeeee… Kang Jikul sudah pringas-pringis lagi!
Aku belajar banyak, sangat banyak dari kamu Kang Jikul. Salah satu kemewahan masa mudaku adalah bertumbuh bersamamu, Bersama ide-ide brilianmu.
Bersama karya-karya Kang Jikul yang luar biasa. Terlebih, aku merasakan kemewahan bisa tumbuh bersama keberanian tanpa tandingmu. Tanpa tedeng aling-aling. Tanpa ndakik-ndakik. Itulah kamu.
Terima kasih Kang Jikul. Kini aku menangis, rindu kamu. Aku sudah tidak bisa aleman dan semaputan seperti dulu, Kang Jikul. Semoga sampeyan bahagia, di mana pun berada.
Bahlil Lahadalia mengaku menjadi aktivis 98 namun tak dikenali Said Didu.
Yusril mengemukakan bahwa semua pelanggaran HAM atau setiap kejahatan merupakan pelanggaran HAM, namun tidak semua kejahatan termasuk dalam pelanggaran HAM berat.
Fedi juga mencantumkan sejumlah dokumen tangkapan layar yang menunjukan sejumlah bukti terjadinya penculikan yang dilakukan oleh Mantan Danjen Kopassus tersebut.
Pada pertemuan tersebut, disinyalir ada upaya pemberian tanda 'tali kasih' berupa uang senilai Rp 1 miliar dari mereka untuk keluarga korban.
Apakah target yang diminta PSSI dan dipatok Indra Sjafri masuk akal?
Berikut kisah Tumenggung Endranata si pengkhianat.
Jurit Malam Kost 1000 Pintu mengisahkan tentang seorang gadis bernama Suci yang baru saja pindah ke sebuah kota untuk mencari kos.
Sebenarnya revisi UU Hak Cipta tengah digodok oleh DPR RI. Kabar itu disampaikan Melly Goeslaw pada 11 Februari 2024 lalu.
Meski Menteri Keuangan kemudian mengklarifikasi bahwa BPI tidak terdampak, kabar ini sempat membuat para awardee resah. Seperti apa keresahan awardee?
MA bekukan hak beracara Razman & Firdaus. Pakar nilai sanksi kurang, harusnya dipidana.
Berarti memang tingkat legitimasi atau dukungan dari masyarakat itu masih kepada tokoh eks-GAM, kata Kemal.