Suara.com - Film Pangku akhirnya tayang di bioskop Indonesia setelah lebih dulu menggelar gala premiere di 30th Busan International Film Festival (BIFF)
Tujuh nominasi Piala Citra 2025 membuat film perdana yang disutradarai Reza Rahadian tersebut semakin bikin penasaran.
Bagaimana hasil dari seorang Reza Rahadian yang telah membintangi puluhan film apabila bekerja di balik layar?
Tanpa bermaksud spoiler, simak review film Pangku yang dibintangi Claresta Taufan dan Fedi Nuril berikut ini.
Kisah Seorang Ibu dengan Pengorbanan Tanpa Batas

Film Pangku mengisahkan Sartika, seorang wanita yang mencari kerja saat tengah mengandung delapan bulan.
Supir truk yang memberikan Sartika tumpangan membawanya ke Pantai Utara alias Pantura.
Di salah satu warung kopi pangku yang berjejer di Pantura, Sartika bertemu seorang pemilik bernama Maya.
Sartika mengaku akan bekerja apa saja untuk melanjutkan hidup.
Meski awalnya ragu, Sartika akhirnya menjadi pelayan warung kopi yang duduk di pangkuan pelanggan karena tak punya pilihan lain.
Hingga suatu hari, seorang sopir truk bernama Hadi mampir ke warung dan mencuri hati Sartika. Hadi pun menyayangi putra Sartika, Bayu.
Sartika mulai dilanda dilema, Bayu harus punya bapak untuk mendaftar sekolah. Bayu pun mulai terang-terangan tak suka dengan pekerjaan Sartika.
Perjuangan Sartika sebagai seorang ibu tunggal merupakan cerita yang ditonjolkan dalam film Pangku.
Dalam berbagai kesempatan promosi, Reza Rahadian pun menyatakan film Pangku memang dibuatnya untuk para wanita dan ibu, khususnya sang mama.
Sebab Reza Rahadian bernasib sama dengan karakter Bayu, dibesarkan oleh ibu tunggal yang bekerja keras untuk hidup mereka.
Sempurna dari Berbagai Sisi

Dengan pengalaman kurang lebih 20 tahun di dunia akting, Reza Rahadian tentu punya mata yang tajam untuk pemilihan aktor.
Terutama pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran Sartika yang berhasil memerankan tiga sosok 'berbeda': wanita, ibu, dan istri.
Claresta Taufan terbilang baru di industri perfilman Tanah Air. Ia tercatat baru membintangi delapan film termasuk Pangku.
Namun akting Claresta Taufan tak jomplang disandingkan dengan Christine Hakim dan Fedi Nuril yang jauh lebih senior.
Chemistry Claresta Taufan dan Shakeel Fauzi, pemeran Bayu, pun tak membuat penonton ragu apabila mereka benar ibu dan anak.
Pantas saja Claresta Taufan langsung dinominasikan sebagai Pemeran Utama Perempuan Terbaik, 'melawan' Acha Septriasa, Aurora Ribeiro, Lola Amaria, dan Sheila Dara memperebutkan Piala Citra 2025.
Pengambilan gambar alias sinematografi film Pangku pun terasa sangat realistis.
Rumah dan warung di Pantura, SD dengan halaman yang banyak sampah, tempat pelelangan ikan dengan kegaduhannya, semuanya sama persis dengan yang kita jumpai sehari-hari.
Selain "Rayuan Perempuan Gila" Nadin Amizah, lagu "Ibu" Iwan Fals sebagai soundtrack membuat film Pangku semakin bernyawa.
Kopi Pangku Hanya jadi Sebuah Latar
Namun yang amat saya sayangkan, warung-warung kopi di Pantura hanya menjadi latar film Pangku.
Saya cukup banyak menyimak Reza Rahadian cs saat mempromosikan film Pangku.
Reza Rahadian mengaku tertarik dengan fenomena kopi pangku di Indramayu saat mengunjunginya pada 2018.
Dengan judul Pangku pula, saya berharap fenomena kopi pangku digali lebih dalam lagi.
Sayangnya warung kopi pangku dalam film Pangku terkesan hanya menjadi latar saja.
Film Pangku kurang mengeksplor fenomena kopi pangku itu sendiri, melainkan hanya berpusat pada perjalanan hidup Sartika.
Tentu saja itu bukan suatu hal yang salah, hanya saja ekspektasi saya yang berbeda.
Suasana tahun 1998-an saat Bayu masih SD juga kurang menonjol, kecuali TV jadul milik Maya di warung kopi pangkunya.
Sebelumnya kebingungan akan latar waktu juga saya rasakan di film Rangga & Cinta, dan terjadi lagi di film ini.
Kalau boleh memberi saran, daripada kurang totalitas, lebih baik tidak berusaha mengambil latar waktu masa lalu. Waktu sekarang saja, toh fenomena kopi pangkunya masih ada sampai sekarang.
Saya sebenarnya paham alasan dibuat tahun 1998. Kalau zaman sekarang, Sartika tentu punya pilihan lain, bikin konten atau live TikTok misalnya.
Lebih lanjut, saya juga kurang yakin film Pangku bisa disukai masyarakat Indonesia. Sebab kebanyakan penonton memilih genre horor atau yang berbau plot twist, sedangkan film Pangku terlalu realistis.
Apapun itu, saya tetap merekomendasikan kalian menonton film Pangku sebagai karya perdana Reza Rahadian yang ciamik.
Selamat menonton!
Kontributor : Neressa Prahastiwi
Sosok Ketiga Lintrik memadukan realisme dengan sentuhan magis khas cerita rakyat Nusantara.
Bintang utama bulan ini tidak lain adalah Frankenstein garapan sutradara pemenang Oscar, Guillermo del Toro.
Sambut Hari Pahlawan dengan 5 rekomendasi film perjuangan terbaik di Netflix. Mulai dari kisah Soekarno, Kartini, hingga Sultan Agung yang inspiratif.
Nagita Slavina melihat peluang bahwa dunia perfilman kembali bangkit pasca pandemi.
Deway, mahasiswa Kalbar di Jogja, belajar menenangkan kecemasan dan menemukan rumah di kota asing.
nonfiksi
Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.
nonfiksi
Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.
nonfiksi
Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.
nonfiksi
Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.
nonfiksi
No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.
nonfiksi
Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?