Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas minimal pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang mulai diberlakukan sejak Pemilu 2009.
Setelah 13 tahun berlaku, Hakim Konstitusi menyatakan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Tentunya hal ini menjadi angin segar bagi demokrasi di Indonesia yang selama beberapa waktu terakhir mengalami penurunan.
Freedom House, sebuah lembaga yang berbasis di Amerika Serikat mencatat, indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 pada tahun 2019 menjadi 57 pada tahun 2024.
Catatan tersebut tak bisa dilepaskan dari keputusan MK yang menetapkan dibolehkannya individu yang pernah menjabat kepala daerah mencalonkan diri dalam Pilpres 2024, meski berusia di bawah 40 tahun.
Terlepas dari hal tersebut, keputusan MK yang memenangkan gugatan penghapusan syarat minimal dukungan partai 20 persen di parlemen juga patut diwaspadai. Apabila ditelaah lebih jauh, hal tersebut bagaikan dua sisi mata uang.
Pada satu sisi, penghapusan presidential threshold 20 persen baik dalam memunculkan capres-capres alternatif yang bisa didorong oleh partai politik peserta pemilu nantinya. Namun di sisi lain, belum adanya aturan main usai penghapusan kebijakan tersebut diyakini bakal menimbulkan polemik baru.
Salah satunya menyoal 'politik uang' yang diprediksi bakal berputar di kelompok elite politik. Persoalan mahar politik menjadi hal mendasar dalam kontestasi politik di Indonesia. Siapa yang punya cuan banyak, tentunya bakal jadi pemenang.
Selain itu, regulasi yang bakal mengatur mekanisme pemilihan presiden juga patut dicermati. Apabila tidak diawasi dengan ketat, bisa jadi semua calon pemimpin yang akan bertarung dalam Pilpres 2029 merupakan hasil monopoli di ruang politik elite.
Pun sinyalemen itu mulai samar didengungkan sejumlah pihak yang menginginkan agar kembali ke sistem pemilihan presiden melalui mekanisme demokrasi perwakilan di MPR. Tentunya, babakan penghapusan ambang batas calon presiden itupun kini menjadi kisah baru politik Indonesia.
Politikus PDIP Aria Bima memastikan bahwa partainya tidak akan serampangan menyaring nama pengganti Hasto.
Kita belajar dari pengalaman pemerintahan 10 tahun Jokowi, kan penegakan hukum enggak berjalan dengan baik. Itu saja problemnya, jelas Herlambang.
Dengan penghapusan syarat tersebut, setiap partai politik peserta pemilu memiliki peluang yang sama untuk mencalonkan presiden.
Said Didu mengingatkan publik untuk waspada. Mengapa?
DPR sebagai lembaga negara yang menjadi 'tempat kerja' wakil rakyat menghasilkan regulasi kerap berada di urutan ketiga ataupun kedua dari posisi buncit.
Setidaknya 80,9 persen responden menyatakan puas dengan Pemerintahan 100 hari Prabowo-Gibran.
Apakah Prabowo Subianto akan melakukan reshuffle kabinet pada 100 hari pertama kepemimpinannya? Siapa saja yang akan diganti?
Kelompok intelektual yang terkenal dengan daya nalar kritis yang berpedoman pada Tri Dharma Perguruan Tinggi terbelah, ada yang menerima pun menolak.