Suara.com - Derit piring beradu dengan ember pecah di halaman meunasah Gampong Kubu, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, Aceh, menjadi bunyi yang paling sering terdengar sejak banjir surut hampir sebulan lalu.
Tidak ada lagi dapur di rumah-rumah itu. Yang terpungkur hanya sisa: piring berlumur lumpur, gelas berkerak tanah, sendok yang dicungkil dari lantai rumah yang mengeras.
Ibu-ibu mengumpulkannya satu per satu, membawa semuanya ke meunasah—tempat ibadah yang kini berubah menjadi rumah terakhir.
Air mengalir sangat pelan dari keran darurat di sudut halaman. Beberapa anak menunggu dengan ember kecil, seperti menunggu hujan di musim kemarau panjang.
“Yang bisa diselamatkan tidak banyak. Tapi inilah yang kami punya sekarang,” kata seorang ibu, sambil menggosok panci dengan sabut kelapa yang sudah hampir habis seratnya.
![Warga di Gampong Kubu Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, memasak di dapur umum. Mereka dalam kondisi darurat terutama air bersih dan sanitasi. [dokumentasi warga]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/26/85284-warga-gampong-kubu-bireuen-masak-di-dapur-umur-banjir-aceh.jpg)
Di halaman yang sama, lelaki-lelaki kampung menantang lumpur. Tua-muda mengayunkan cangkul, memecah endapan tanah yang membatu di lantai meunasah. Tidak ada yang benar-benar kembali ke rumahnya.
“Kami belum bisa pulang. Meunasah ini jadi posko pengungsian kami semua,” ujar Keuchik Gampong Kubu, Razali, Selasa 23 Desember 2025.
Ia menunjuk ke arah sumur tua di samping bangunan.
“Sumur itu harapan terakhir kami. Semua tertimbun lumpur. Biasanya sepuluh meter dalamnya, airnya melimpah. Sekarang, setelah digali ulang, airnya keluar sedikit sekali.”
Air bersih memang pernah datang—dalam tangki bantuan. Tapi tak pernah cukup. Ketika truk pergi, warga kembali ke sumur-sumur yang sekarat.
“Kalau terpaksa, air lumpur pun dipakai,” kata Razali lirih.
![Warga di Gampong Kubu Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, memasak di dapur umum. Mereka dalam kondisi darurat terutama air bersih dan sanitasi. [dokumentasi warga]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/26/95148-warga-bireuen-aceh-banjir-aceh-krisis-air.jpg)
Sungai sebagai Toilet Terakhir
Air bukan satu-satunya yang hilang. Sanitasi ikut hanyut bersama banjir.
Di sekitar meunasah, hanya ada satu toilet yang bisa digunakan bersama. Itu pun setelah berhari-hari dibersihkan dari lumpur.
“Orang tua dan anak-anak biasanya buang air di meunasah atau di beberapa rumah yang toiletnya masih bisa dipakai. Yang lain? Ke sungai,” ujar Razali.
Di Gampong Kubu, 763 jiwa kini hidup dengan pola yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya: mencuci di air keruh, mandi sekadarnya, dan buang hajat di sungai bekas banjir.
Cerita serupa terdengar dari Kabupaten Pidie Jaya. Di Gampong Dayah Husein, Mukhlis tak tahu lagi harus ke mana saat malam tiba.
“Buang air besar, mohon maaf, kami tidak tahu mau ke mana. Anak-anak dan orang tua cari tempat sepi di belakang rumah. Sungai pun kadang tak bisa dijangkau,” katanya.
![Warga Gampong Kubu Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, bergotong royong membersihkan meunasah dari lumpur yang terbawa banjir. [dokumentasi warga]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/26/55110-gampong-kubu-bireuen-banjir-aceh-aceh.jpg)
Ketika Lumpur Menjadi Pintu Masuk Penyakit
Dari ruang kerjanya di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Dokter Safrizal Rahman memandang situasi ini sebagai bom waktu.
“Banjir tidak hanya merusak rumah, tapi juga menghancurkan sistem sanitasi. Personal hygiene jadi masalah besar,” katanya.
Ia menjelaskan, kombinasi sanitasi buruk, kekurangan air bersih, dan penurunan asupan gizi membuat warga rentan terhadap diare, penyakit kulit, hingga infeksi saluran pernapasan akut.
Menurut Safrizal, percepatan pembangunan hunian sementara menjadi kunci. Namun, ia menegaskan, pembangunan itu tak boleh hanya soal dinding dan atap.
![Infografis warga Bireuen mengalami krisis air bersih dan sanitasi seusai banjir Aceh. [Suara.com/Aldie]](https://media.suara.com/pictures/original/2025/12/26/77074-infografis-krisis-air-bersih-setelah-banjir-aceh-banjir-sumatera.jpg)
“Tenaga kesehatan lingkungan harus dilibatkan sejak awal. Surveillance kesehatan penting untuk mendeteksi dini penyakit menular seperti campak atau cacar.”
Soal air sumur, ia menyarankan warga melakukan penilaian sederhana: perhatikan warna, bau, dan rasa.
“Kalau berubah, jangan dipakai untuk minum dan memasak. Saringan air tradisional bisa jadi solusi sementara. Relawan juga harus membantu membersihkan sumber air.”
Di Gampong Kubu, sore turun perlahan. Ember-ember kosong kembali berjajar. Sumur yang hampir mati masih terus ditimba, meski airnya hanya menetes pelan.
Di antara lumpur, warga bertahan—menyulam hidup dari air yang semakin sulit mengalir. [Iskandar]
Bagaimana Natal dirayakan di negeri syariat? Simak liputan Suara.com saat malam Natal 2025 di Gereja Katolik Hati Kudus, Banda Aceh.
Simas Insurtech bayar klaim banjir Medan Rp 1,3 Miliar ke 6 nasabah. Dorong perluasan jaminan banjir.
PKB menyerukan penghentian polemik dan aksi saling menyalahkan dalam penanganan bencana banjir di Aceh, Sumbar, dan Sumut. Ahmad Iman Sukri menegaskan pentingnya gotong royong
Ribuan warga kini terjebak dalam isolasi yang mencekik. Sekantong beras harus ditebus dengan perjalanan maut sehari semalam.
Sinar kebintangan Ridwan Kamil benar-benar sirna, terjerat pusaran korupsi BJB, dihantam isu perselingkuhan, hingga kini menghadapi gugatan cerai dari Atalia Praratya
polemik
Permintaan tempat duduk yang berujung makian.
polemik
Beberapa pakar hukum menilai Perpol 10/2025 yang izinkan polisi aktif jabat di pos sipil sebagai pembangkangan konstitusi, hingga pemerintah menerbitkan PP
nonfiksi
Ribuan warga kini terjebak dalam isolasi yang mencekik. Sekantong beras harus ditebus dengan perjalanan maut sehari semalam.
polemik
Tindakan pembubaran ini ilegal dan masuk kategori kejahatan yang menghalang-halangi kebebasan berekspresi.
nonfiksi
Tiga pekan pasca-banjir Aceh, Gampong Dayah Husein masih terkubur lumpur. Di antara derit sumur tua dan padamnya listrik, warga lebih memilih membersihkan musala
nonfiksi
Pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran utama adalah bukti ketajaman mata Reza Rahadian sebagai sutradara.