Alasan Aneh Hakim Vonis Ringan Makelar Peradilan Zarof Ricar
Home > Detail

Alasan Aneh Hakim Vonis Ringan Makelar Peradilan Zarof Ricar

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Jum'at, 20 Juni 2025 | 15:55 WIB

Suara.com - VONIS 16 tahun penjara mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar menuai kritik tajam dari kalangan pegiat antikorupsi. Putusan majelis hakim yang lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum terhadap ‘makelar peradilan’ itu dinilai belum mencerminkan sikap keras negara terhadap praktik korupsi mafia peradilan.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman membandingkan kasus ini dengan perkara serupa yang menjerat jaksa dari Kejaksaan Agung, Urip Tri Gunawan.

“Kita ingat dulu ada jaksa Urip Tri Gunawan, itu divonis maksimal 20 tahun,” ungkap Zaenur kepada Suara.com, Kamis, 19 Juni 2025.

Urip merupakan jaksa penyelidik dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada 2008 lalu ia divonis 20 tahun penjara karena terbukti menerima suap senilai 660 ribu dolar Amerika Serikat.

“Mengapa untuk kasus Zarof Rikar ini yang jelas-jelas memperjualbelikan hukum hanya divonis 16 tahun? Menurut saya vonis ini belum menunjukkan sikap keras terhadap korupsi di Indonesia,” ujar Zaenur.

Vonis 16 tahun yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, kata Zaenur, memang sudah melebihi dua pertiga dari tuntutan JPU 20 tahun penjara. Tapi menurut Zaenur, pola ini mencerminkan kecenderungan pengadilan hanya sebatas ‘mengamankan’ vonis dari upaya banding JPU, alih-alih memberi efek jera maksimal.

“Kalau bangsa ini tegas, harusnya hukumannya maksimal,” katanya.

Zarof Ricar, eks pejabat Mahmakah Agung (MA) yang menjadi terdakwa suap vonis bebas terpidana kasus pembunuhan, Gregorius Ronnald Tannur di PN Surabaya. (Suara.com)
Zarof Ricar, eks pejabat Mahmakah Agung (MA) yang menjadi terdakwa suap vonis bebas terpidana kasus pembunuhan, Gregorius Ronnald Tannur di PN Surabaya. (Suara.com)

Zaenur juga menyoroti adanya ruang ‘pemaafan’ di balik putusan tersebut. Hal itu menurutnya tak seharusnya terjadi pada perkara Zarof yang begitu terang benderang.

“Karena hampir tidak ada hal-hal yang meringankan secara prinsip,” tuturnya.

Di sisi lain, Zaenur menilai vonis ringan terhadap Zarof bisa menjadi preseden buruk dalam perkara korupsi di masa depan. Tanpa sikap tegas dan hukuman maksimal, pelaku korupsi bisa terus merasa memiliki ruang kompromi, bahkan negosiasi atas kejahatannya.

“Harusnya hakim bisa menjatuhkan maksimal seperti halnya dulu di kasus Urip Tri Gunawan,” katanya.

Alasan Tak Rasional

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor menjatuhkan vonis 16 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan kepada Zarof Ricar. Vonis tersebut dibacakan dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 18 Juni 2025.

Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti menyatakan Zarof terbukti melakukan permufakatan jahat berupa suap terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti. Zarof juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA pada 2012-2022 untuk membantu pengurusan perkara.

Juhriah mengungkap beberapa pertimbangan majelis hakim tidak menjatuhkan pidana penjara maksimal 20 tahun. Salah satunya merujuk pada angka usia harapan hidup rata-rata di Indonesia 72 tahun. Menurut majelis hakim, dengan mempertimbangkan usia Zarof saat ini 63 tahun, pidana 20 tahun itu berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto.

Suasana sidang pembacaan vonis Zarof Ricar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 18 Juni 2025. [Suara.com/Dea]
Suasana sidang pembacaan vonis Zarof Ricar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 18 Juni 2025. [Suara.com/Dea]

Pertimbangan lainnya, majelis hakim merujuk pada status Zarof yang saat ini juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang atau TPPU oleh Kejaksaan Agung RI. Sehingga, sangat memungkinkan yang bersangkutan akan ditambah hukumannya dari perkara tersebut.

“Sangat mungkin terdakwa diajukan lagi dalam perkara baru,” kata Juhriah.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menilai, pertimbangan majelis hakim memvonis Zarof lebih ringan dari tuntutan JPU itu kurang rasional.

“Kami menilai hal tersebut seharusnya tidak dijadikan pertimbangan, mengingat besarnya nilai gratifikasi atau suap dan telah dilakukan sejak 2012 hingga ia pensiun,” jelas Wana kepada Suara.com.

Wana juga turut membandingkan vonis Zarof dengan mantan hakim Setyabudi Tejocahyono. Pada 2013 lalu Setyabudi terbukti menerima suap senilai 18.400 dollar Amerika Serikat dan divonis 12 tahun penjara.

Jika melihat fakta tersebut dan membandingkan nilai gratifikasi yang diterima Zarof, Wana berpandangan majelis hakim sepatutnya menjatuhkan vonis maksimal 20 tahun penjara sebagaimana tuntutan JPU.

“Bukan malah memotong pidananya,” ujar Wana.

Meski begitu, ICW mengapresiasi vonis majelis hakim merampas uang Rp915 miliar dan emas 51 kilogram yang disita dari Zarof untuk negara. Wana juga berharap perkara ‘makelar peradilan’ yang melibatkan Zarof ini dapat menjadi titik balik bagi Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk melakukan serangkaian perbaikan sistem pengawasan.

“Sehingga sekecil apapun komunikasi yang dilakukan kepada pihak yang berperkara lebih diminimalisir dan menutup ruang transaksi. Baik itu oleh hakim, panitera, maupun pejabat di peradilan itu sendiri,” tutur Wana.

Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar menyebut JPU hingga saat ini masih mengkaji isi putusan majelis hakim atas vonis Zarof. Menurutnya, JPU memiliki waktu tujuh hari untuk memutuskan banding atau tidak.

“JPU masih menggunakan hak berpikir tujuh hari setelah putusan, tunggu saja setelahnya seperti apa,” kata Harli kepada Suara.com.


Terkait

Gubernur Jatim Khofifah Absen Panggilan Pemeriksaan di KPK: Minta Jadwal Ulang
Jum'at, 20 Juni 2025 | 14:56 WIB

Gubernur Jatim Khofifah Absen Panggilan Pemeriksaan di KPK: Minta Jadwal Ulang

Khofifah absen dari panggilan KPK terkait kasus dana hibah APBD Jatim 2021-2022. Sebelumnya, mantan Ketua DPRD Jatim menyebut Khofifah tahu soal dana hibah.

Prabowo Bubarkan Satgas Saber Pungli Warisan Jokowi: Tak Efektif atau Ada Maksud Politik?
Jum'at, 20 Juni 2025 | 13:47 WIB

Prabowo Bubarkan Satgas Saber Pungli Warisan Jokowi: Tak Efektif atau Ada Maksud Politik?

Jadi sebenarnya Satgas Saber Pungli ini lahir dari kegagalan sistemik dalam penanganan korupsi kecil di birokrasi, jelas Zaenur.

KPK Kemungkinan Panggil Gubernur Jatim Khofifah dalam Kasus Danah Hibah
Jum'at, 20 Juni 2025 | 12:41 WIB

KPK Kemungkinan Panggil Gubernur Jatim Khofifah dalam Kasus Danah Hibah

KPK mengatakan salah seorang saksi mengatakan Khofifah mengetahui dan turut membahas soal penyaluran dana hibah.

Terbaru
Prabowo Bubarkan Satgas Saber Pungli Warisan Jokowi: Tak Efektif atau Ada Maksud Politik?
polemik

Prabowo Bubarkan Satgas Saber Pungli Warisan Jokowi: Tak Efektif atau Ada Maksud Politik?

Jum'at, 20 Juni 2025 | 13:47 WIB

Jadi sebenarnya Satgas Saber Pungli ini lahir dari kegagalan sistemik dalam penanganan korupsi kecil di birokrasi, jelas Zaenur.

Poster Kritik Gibran Berujung Represi: 'Dinasti Tiada Henti' Jadi Pemicu? polemik

Poster Kritik Gibran Berujung Represi: 'Dinasti Tiada Henti' Jadi Pemicu?

Jum'at, 20 Juni 2025 | 06:29 WIB

"Pertanyaannya adalah apakah yang dilakukan oleh tiga kader PMII dengan membentangkan poster merupakan tindak pidana? Kami berpendapat bukan," tegas Andrie.

Prasejarah Dihapus? Penyusunan Ulang Sejarah Indonesia Mengancam Reputasi Akademik polemik

Prasejarah Dihapus? Penyusunan Ulang Sejarah Indonesia Mengancam Reputasi Akademik

Kamis, 19 Juni 2025 | 17:20 WIB

Prasejarah itu bukan sejarah awal. Saya sebagai pra sejarawan berpikir apakah yang mengganti itu tidak berpikir panjang akan implikasi yang ditimbulkan, ujar Truman.

Dari Yovie Widianto hingga Wamen Rangkap Jabatan Komisaris: BUMN Bukan Milik Rezim! polemik

Dari Yovie Widianto hingga Wamen Rangkap Jabatan Komisaris: BUMN Bukan Milik Rezim!

Kamis, 19 Juni 2025 | 15:12 WIB

"BUMN merupakan badan usaha milik rakyat, bukan milik rezim. Sudah seharusnya penunjukan direksi maupun komisaris harus melalui seleksi kualitas individu," ujar Huda.

Ditangkap Hidup, Pulang Mengenaskan: Dugaan Keterlibatan TNI di Balik Kematian Abral Wandikbo polemik

Ditangkap Hidup, Pulang Mengenaskan: Dugaan Keterlibatan TNI di Balik Kematian Abral Wandikbo

Kamis, 19 Juni 2025 | 08:24 WIB

Tiga hari sebelum ditemukan tewas, Abral ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat TNI dan tak pernah kembali.

Fadli Zon Sangkal Pemerkosaan Massal: Mengaburkan Nama Besar di Balik Tragedi Mei 98? polemik

Fadli Zon Sangkal Pemerkosaan Massal: Mengaburkan Nama Besar di Balik Tragedi Mei 98?

Rabu, 18 Juni 2025 | 22:07 WIB

"Bahasa yang diungkapkan Fadli Zon itu bahasa feodalisme paternalistik sekali. Tidak ada sensitif hak asasi manusia," ujar Romo Sandyawan.

Dari Jawa Barat ke Jakarta: Efektifkah Barak Militer Redam Tawuran Pemuda? polemik

Dari Jawa Barat ke Jakarta: Efektifkah Barak Militer Redam Tawuran Pemuda?

Rabu, 18 Juni 2025 | 17:06 WIB

"Jadi lebih baik Pemerintah Provinsi Jakarta membuat program yang lebih spesifik dan inovatif, jelas Rakhmat.