Mafia Sawit di Tesso Nilo: Antara Konservasi, Korupsi, dan Masa Depan Hutan
Home > Detail

Mafia Sawit di Tesso Nilo: Antara Konservasi, Korupsi, dan Masa Depan Hutan

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Selasa, 17 Juni 2025 | 19:05 WIB

Suara.com - TAMAN Nasional Tesso Nilo yang berada di Kabupaten Pelalawan, Riau berada di titik nadir. Laporan Kejaksaan Agung menemukan adanya alih fungsi kawasan konservasi menjadi lahan perkebunan sawit ilegal. Dari luas lahan hutannya yang mencapai 81.793 hektare, kini tersisa 12.561 hektare.

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) merupakan rumah bagi gajah dan harimau Sumatera, serta ribuan flora dan fauna lainnya. Tesso Nilo dijadikan kawasan taman nasional karena kekayaan alamnya.

Semakin menyempitnya kawasan konservasi itu disebabkan pembalakan liar dan alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut pihaknya juga menemukan dugaan korupsi alih fungsi lahan TNTN yang melibatkan aparat setempat.

"Penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di dalam kawasan hutan TNTN, serta dugaan tindak pidana korupsi oleh oknum aparat," kata Burhanuddin pada Jumat 13 Juni 2025 lalu.

Isu dugaan korupsi alih fungsi lahan TNTN bukan perkara baru. Pada Agustus 2017, Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional berinisial ZY sebagai tersangka karena menerbitkan sertifikat hak milik atau SHM di atas lahan TNTN. Selain ZY, lima pegawai BPN Kampar juga turut dijadikan sebagai tersangka.

Alih Fungsi Lahan

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, Boy Jerry Even Sembiring mengungkap alih fungsi lahan TNTN sudah terjadi sejak lama. Bermula dari akhir tahun 1999, dan semakin masif menjelang pada awal 2000-an. Pada saat itu kawasan TNTN perlahan sudah mulai beralih fungsi menjadi lahan perkebunan.

Perusahaan pengepul singkong di Hutan Lindung Gunung Balak, Lampung Timur, Senin (25/10/2021). [Suaralampung.id/Santo]
Ilustrasi perambahan hutan lindung. [Suaralampung.id/Santo]

Pola-pola alih fungsi lahan terjadi dengan membuka hutan sedikit demi menjadi lahan perkebunan. Kemudian semakin meluas seiring berjalannya waktu.

Sejumlah perusahaan besar pun diduga terlibat dalam alih fungsi lahan itu. Paling tidak tindakan ilegal yang dilakukan perusahaan besar dengan membeli tandan buah segar kelapa sawit dari perkebunan yang beroperasi di kawasan TNTN.

Pada 2015, masa Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pernah melakukan revitalisasi ekosistem Taman Nasional Tesso Nilo untuk mengembalikan kelestarian alam di kawasan tersebut.

Pada 2016, Siti Nurbaya bahkan membentuk Tim Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo. Sejumlah perusahan perkebunan sawit yang beroperasi di kawasan itu ditindak, seperti izin dicabut hingga dijatuhkan sanksi.

Namun sayangnya, lanjut Boy, upaya penindakan itu tersendat pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Sebab dalam undang-undang ini terdapat pasal yang memutihkan dosa perusahaan perkebunan yang membuka lahan di kawasan hutan.

Ketentuan itu termuat dalam pasal Pasal 110 A dan 110 B UU Ciptaker. Pasal 110 A memuat kewajiban pemilik izin usaha yang telah beroperasi di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya UU Cipta Kerja untuk menyelesaikan persyaratan perizinan dalam waktu 3 tahun. Sementara Pasal 110 B mengatur sanksi administratif yang dikenakan jika persyaratan tidak dipenuhi, yaitu berupa pencabutan izin usaha atau denda.

Selain itu penindakan juga pernah dilakukan pada November 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama aparat gabungan melakukan operasi besar. Sebanyak 36 pondok dibongkar, dua jembatan yang dibangun diputus, dan 600 hektare lahan sawit dimusnahkan.

Boy memandang, semakin meluas kerusakan hutan di TNTN dan timbulnya dampak sosial adalah bukti dari lemahnya pengawasan, serta pembiaran yang berlangsung bertahun-tahun. Selain itu, tidak pernah ada penegakan hukum yang serius terkait kasus ini.

"Makanya ini bisa menjamur. Kalau kita bisa lihat, kenapa ada sawit begitu besar di kawasan hutan? karena dibiarkan, enggak ada penegakan hukum," kata Boy kepada Suara.com, Selasa 17 Juni 2025.

Walhi Riau mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang akan melakukan penindakan hukum demi memulihkan TNTN. Namun, mereka memberikan sejumlah catatan.

Catatannya yakni perkebunan sawit yang berada di TNTN harus dipastikan dialihkan kembali menjadi kawasan hutan. Jangan sampai diberikan kepada perkebunan negara untuk dilanjutkan pengelolaannya, karena itu bukan solusi tapi melegalkan perkebunan sawit di kawasan hutan.

"Kan sama saja meng-status-quo-kan kondisi peralihan ekosistem Tesso Nilo dengan tutupannya kelapa sawit. Secara ekonomi memang baik, tapi secara kebijakan itu enggak benar," tegas Boy.

Yang tak kalah penting adalah memperhatikan pemulihan hak-hak masyarakat setempat, khususnya masyarakat adat yang sudah lebih dulu mendiami kawasan itu sebelum ditetapkan sebagai taman nasional pada 2004. Dalam pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin memang mengakui di kawasan TNTN sudah berdiri permukiman, bahkan terdapat sekolah dan rumah ibadah.

Namun, kata Boy, luas lahan pemukiman warga di sana tidak sebanding dengan lahan hutan yang diubah menjadi perkebunan sawit. Dia menyebut masyarakat setempat, khususnya masyarakat adat harus dilibatkan dalam proses pemulihannya. Pendekatannya dapat ditempuh dengan pemulihan berbasis masyarakat.

"Pemulihannya dengan sambil menyesuaikan dengan komoditi tanaman hutan mana yang cocok untuk masyarakat. Lalu dilakukan dengan proses-proses memfasilitasi tanaman muda atau apa," tutur Boy.

Sebelumnya, pemerintah melakukan upaya penyelamatan dan pemulihan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dari penertiban dan perambahan hutan ilegal.

Hal ini implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, yang menugaskan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk melakukan penegakan hukum, pemulihan ekosistem, serta relokasi warga yang bermukim secara ilegal di kawasan hutan negara.

Wilayah yang berada di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui ini menjadi salah satu titik prioritas penertiban karena maraknya pembukaan kebun sawit ilegal di dalam kawasan konservasi. Lebih dari 40 ribu hektare lahan di kawasan ini telah berubah alih fungsi menjadi kebun kelapa sawit ilegal akibat pembalakan liar, perambahan hutan, dan lemahnya penegakan hukum selama bertahun-tahun.

Maka dari itu, Satgas PKH mengimbau warga yang beraktivitas di dalam kawasan konservasi tersebut untuk segera melakukan relokasi mandiri. Dalam pengumuman resmi yang telah dipasang di sejumlah titik di sekitar kawasan, pemerintah menegaskan bahwa seluruh aktivitas pembukaan lahan, pembangunan, dan perluasan kebun di dalam kawasan konservasi adalah tindakan melawan hukum dan akan dikenai sanksi tegas.

Selain melakukan penindakan, pemerintah juga membuka opsi relokasi mandiri bagi warga yang bermukim di dalam kawasan hingga batas waktu 22 Agustus 2025.

Bagi warga yang telah menanam sawit lebih dari lima tahun lalu dan kebunnya sudah menghasilkan, diberikan waktu tiga bulan masa transisi untuk memanen hasil kebunnya. Namun, segala bentuk pemeliharaan dan perluasan tetap dilarang.

Ria anak gajah Sumatera yang lahir di Taman Nasional Tesso Nilo (foto:ist)
Ria anak gajah Sumatera yang lahir di Taman Nasional Tesso Nilo (Ist)

Selain itu juga dilakukan pengawasan secara ketat terhadap keluar-masuk kawasan melalui pembangunan pos pemantauan di tiga titik strategis, guna mencegah aktivitas ilegal lanjutan serta melindungi flora dan fauna endemik yang tersisa, termasuk gajah Sumatera.

"Kami mengajak semua warga untuk ikut menjaga dan mematuhi aturan ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Dengan menjaga dan melindungi kawasan konservasi hutan TNTN, kita juga menjaga rumah bagi hewan langka seperti Harimau, Gajah, dan lain-lainnya agar tetap hidup dan berkembang biak," Imbau Kasum TNI Letjen TNI Richard Taruli H.Tampubolon, Dansatgas PKH dalam konfrensi pers di Kawasan TNTN beberapa waktu lalu.

Konflik Gajah dengan Manusia

Selain itu, di wilayah Taman Nasional Tesso Nilo terjadi konflik gajah dengan manusia atau masyarakat. Hal ini disebabkan disebabkan kawasan hutan yang menjadi habitat gajah semakin menyempit.

Balai Taman Nasional (TN) Tesso Nilo dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau serta Yayasan TN Tesso Nilo terus berupaya menghentikan konflik gajah dengan manusia atau masyarakat.

Kepala Balai TN Tesso Nilo, Heru Sutmantoro pada 17 Juli 2022 silam, mengatakan upaya petugas mengatasi konflik gajah dengan masyarakat menghadapi sejumlah kendala di lapangan. Antara lain masalah utama karena lokasi yang merupakan daerah rawa, selain itu kurangnya dukungan masyarakat setempat atau pemilik kebun.

"Salah satu upaya penanganan baru-baru ini adalah dengan melakukan penggiringan kelompok gajah sebanyak tiga ekor menuju habitatnya di lansekap Tesso Nilo," kata Heru kepada wartawan dilansir dari Antara.

Heru menyampaikan lebih lanjut, apabila langkah penggiringan tidak berhasil maka dilakukan evakuasi.

"Evakuasi dilakukan dengan analisis dan pertimbangan yang matang, termasuk tempat kegiatan agar evakuasi berjalan lancar," ujarnya.

Ia mencontohkan pada 15 Juli 2022, Tim Operasi Penanganan Konflik Gajah menyisir keberadaan gajah liar yang berada di areal perkebunan sawit masyarakat di Dusun Rantau Baru, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau.

Sebelumnya, tim bersama dengan Camat Pangkalan Kerinci, beserta lurah dan perangkat desa setempat sudah memantau kebun sawit masyarakat yang dirusak oleh gajah liar di sekitar Dusun Rantau Baru.

Selanjutnya tim bergerak ke arah hulu sungai dimana sudah ada anggota tim bersama masyarakat yang memantau keberadaan gajah liar berjumlah tiga ekor (2 dewasa dan 1 anak). Hasil pantauan tim operasi di lapangan ditemukan jejak gajah liar, tempat mandi atau istirahat dan bekas tanaman sawit yang di makan gajah.

Lalu, dari hasil analisis tim mahot gajah TN Tesso Nilo bahwa jejak gajah yang ditemukan masih baru dan diperkiran gajah liar tersebut lewat sehari sebelumnya, pada 14 Juli.

Heru menyampaikan data saat ini populasi gajah di kawasan tersebut diperkirakan berjumlah 100-150 ekor. Sedangkan rumah bagi gajah yang sudah dialokasikan oleh pemerintah seluas sekitar 81 ribu hektare di TN Tesso Nilo mengalami kerusakan yang cukup parah.

"Maka tak heran kalau saat ini gangguan gajah liar semakin meningkat dengan luas daerah gangguan yang meluas. Ini menjadi masalah besar saat ini dan waktu mendatang di Kabupaten Pelalawan,” kata Heru.

Pada saat rapat dengan DPRD Pelalawan termasuk peninjauan ke lapangan, disepakati akan dibentuk Tim Penanganan Terpadu Gangguan Gajah Liar di Kabupaten Pelalawan sebagai solusi jangka pendek. Tim ini dikoordinasikan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48 Tahun 2008.

"Solusi jangka panjang adalah membangun dan memperbaiki kembali rumah gajah yaitu TN Tesso Nilo dengan pemulihan ekosistem, rehabilitasi, penanaman, menghentikan penanaman sawit di TN Tesso Nilo. Selain itu menghentikan perambahan dan menyelamatkan hutan alam yang saat ini tersisa,” jelas Heru.

Pelaksana Tugas (Plt) BBKSDA Riau, Fifin Arfiana Jogasara dalam keterangan tertulisnya pada 17 Juli 2022, menyampaikan bahwa perbaikan ekosistem sebagai habitat gajah tidak hanya di TN Tesso Nilo,
akan tetapi perbaikan ekosistem sebagai habitat gajah juga dilakukan pada areal-areal konsesi di sekitarnya. Karena konflik gajah terjadi justru di luar kawasan konservasi.

"Kantong-kantong habitat gajah banyak yang beririsan dengan hutan produksi maka perlu dibangun koridor yang menghubungkan areal konservasi atau lindung di dalam konsesi HTI maupun HGU perkebunan sawit sebagai kewajiban mereka," kata Fifin.


Terkait

Dampak Penambangan Nikel di Pulau Kecil: Lingkungan Rusak, Warga Terancam
Senin, 16 Juni 2025 | 17:59 WIB

Dampak Penambangan Nikel di Pulau Kecil: Lingkungan Rusak, Warga Terancam

Dominasi aktivitas tambang nikel kini semakin terkonsentrasi di pulau-pulau kecil.

Konsesi Tambang untuk UMKM: Ilusi Pemerataan Kekayaan Sumber Daya Alam
Jum'at, 13 Juni 2025 | 15:37 WIB

Konsesi Tambang untuk UMKM: Ilusi Pemerataan Kekayaan Sumber Daya Alam

Celios meragukan UMKM dapat mengelola tambang secara profesional dengan memperhatikan dampak lingkungan dan potensi konflik yang terjadi.

Bahas Evaluasi Formatif, Dr. Elfis Isi Kuliah Umum di UIN Bukittinggi
Kamis, 12 Juni 2025 | 10:04 WIB

Bahas Evaluasi Formatif, Dr. Elfis Isi Kuliah Umum di UIN Bukittinggi

Kuliah umum ini membuka wawasan mahasiswa tentang pentingnya evaluasi formatif dalam pengembangan pendidikan, menanamkan semangat inovasi, refleksi, dan tanggung jawab.

Terbaru
BSU Gagal Cegah PHK: Jutaan Pekerja Rentan Jadi Korban?
polemik

BSU Gagal Cegah PHK: Jutaan Pekerja Rentan Jadi Korban?

Selasa, 17 Juni 2025 | 15:19 WIB

Sebab kondisinya justru pekerja informal seperti ride hailing atau ojol itu sangat rentan, ungkap Jaya.

Ironi Kekerasan Seksual oleh Anak di Bekasi: Ketika Korban Berubah Jadi Pelaku polemik

Ironi Kekerasan Seksual oleh Anak di Bekasi: Ketika Korban Berubah Jadi Pelaku

Selasa, 17 Juni 2025 | 07:58 WIB

Masalah itu bukan untuk dihilangkan, tapi masalah itu harus ditangani, kata Novrian.

Prabowo-Gibran Dianggap Berhasil Berantas Korupsi? Ada Fakta Pahit di Baliknya! polemik

Prabowo-Gibran Dianggap Berhasil Berantas Korupsi? Ada Fakta Pahit di Baliknya!

Senin, 16 Juni 2025 | 21:49 WIB

"Saya melihat pemerintahan Prabowo belum punya prestasi apapun yang signifikan dalam pemberantasan korupsi. Baru semangat pidato dan janji," kata Zaenur.

Rahasia Empat Pulau Aceh: 'Tanya Rembulan, Tanya Rumput di Pulau Panjang' polemik

Rahasia Empat Pulau Aceh: 'Tanya Rembulan, Tanya Rumput di Pulau Panjang'

Senin, 16 Juni 2025 | 18:53 WIB

Ada pejabat pemerintah di Jakarta yang bilang MoU Helsinki tidak bisa dijadikan dasar. Saya kira itu orang tidak paham sejarah perdamaian Aceh," kata Munawar.

Giant Sea Wall: Solusi Krisis Iklim atau Proyek Bisnis Raksasa? polemik

Giant Sea Wall: Solusi Krisis Iklim atau Proyek Bisnis Raksasa?

Senin, 16 Juni 2025 | 16:07 WIB

"Bukannya belajar dari kesalahan, Prabowo justru memilih untuk melakukan kesalahan yang lebih buruk dengan membangun giant sea wall," ujar Silvia.

Antara Kesejahteraan dan Keserakahan: Kenaikan Gaji Hakim Solusi Cegah Korupsi? polemik

Antara Kesejahteraan dan Keserakahan: Kenaikan Gaji Hakim Solusi Cegah Korupsi?

Senin, 16 Juni 2025 | 08:11 WIB

Tetapi kalau korupsinya karena keserakahan atau corruption by greed, gaji berapapun tidak akan menjadi jawaban, ujar Zaenur.

Catatan Liputan Suara.com di Jepang: Keajaiban Tas, Uang dan Paspor Hilang Kembali ke Pemilik nonfiksi

Catatan Liputan Suara.com di Jepang: Keajaiban Tas, Uang dan Paspor Hilang Kembali ke Pemilik

Sabtu, 14 Juni 2025 | 21:26 WIB

Salah satu hal dari Negeri Sakura selama ini terkenal dengan budaya kerja keras, disiplin, hingga kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.