Langkah Senyap Memasukkan TNI di Jabatan Sipil Hingga Bisnis: Akankah Kembali ke Era Orba?
Home > Detail

Langkah Senyap Memasukkan TNI di Jabatan Sipil Hingga Bisnis: Akankah Kembali ke Era Orba?

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 06 Maret 2025 | 12:00 WIB

Suara.com - DPR RI berencana merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Langkah ini disinyalir sebagai upaya melegalkan dwi fungsi TNI.

Sejak Presiden Prabowo menjabat, sentuhan militeristik dalam tatanan sipil semakin menguat. Benarkah manuver ini akan kembali membawa TNI ke jabatan sipil dan bisnis? 

Pada 18 Februari 2025, DPR RI resmi memasukkan revisi UU TNI dalam Prolegnas Prioritas 2025. Sehari kemudian, Presiden Prabowo mengirimkan surat penunjukan perwakilan pemerintah dalam proses revisi. Surat itu bertanggal 13 Februari 2025.

Pemerintah menyebut revisi ini hanya akan membahas perpanjangan usia pensiun perwira TNI menjadi 60 tahun, setara dengan PNS. Namun, fakta berbicara lain.

Koalisi masyarakat sipil, termasuk KontraS, menemukan ketentuan baru dalam draf RUU TNI yang berpotensi memperluas peran militer di ranah sipil.

Pasal 47 draf RUU TNI memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan di berbagai kementerian dan lembaga lain berdasarkan kebijakan presiden.

Ini bertentangan dengan Pasal 47 UU TNI yang berlaku saat ini. Regulasi tersebut tegas menyatakan bahwa prajurit hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun. Saat ini, ada batasan ketat terkait lembaga sipil yang bisa ditempati prajurit aktif, seperti bidang pertahanan, intelijen, dan keamanan.

Wakil Koordinator KontraS, Andri Yunus, menilai revisi ini sebagai upaya untuk melegalkan dwi fungsi TNI.

"Ini seperti legalisasi ulang dwi fungsi ABRI. Di era Orde Baru, militer diseret ke politik praktis dan bisnis. Sekarang, upaya itu tampak kembali," ujarnya kepada Suara.com, Rabu (5/3/2025).

Meluasnya Militer di Jabatan Sipil

Penempatan anggota TNI aktif di jabatan sipil bukan hal baru. Beberapa di antaranya bahkan menempati posisi strategis. Mayor Teddy, misalnya, menjabat sebagai Sekretariat Kabinet. Lalu ada Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya yang menduduki posisi Direktur Utama Perum Bulog, sebuah BUMN di sektor pangan.

Fenomena ini semakin meluas. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi I DPR pada 3 Maret, peneliti senior Imparsial, Al Araf, mengungkap bahwa pada 2023, setidaknya 2.500 anggota TNI aktif menduduki jabatan sipil. Data ini diperoleh dari Lemhannas.

Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A).
Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A).

"Sekarang, banyak prajurit aktif di berbagai kementerian. Menurut saya, ini pelanggaran mendasar terhadap UU TNI," tegas Al Araf.

Dwi fungsi TNI semakin kentara di era pemerintahan Prabowo. Pola ini terlihat dalam berbagai kebijakan, seperti retret jajaran kabinet dan kepala daerah yang baru dilantik di Magelang.

Belum lagi, keterlibatan TNI dalam program makan bergizi gratis dan ketahanan pangan. Bahkan, dalam struktur Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan, prajurit aktif menempati posisi penting. Ketua Satgas dijabat Menteri Pertahanan, sementara Wakil Ketua I dipegang Jaksa Agung, Wakil Ketua II oleh Panglima TNI, dan Wakil Ketua III oleh Kapolri. Sementara Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup justru hanya berstatus anggota.

Andri Yunus dari KontraS sependapat dengan Al Araf. Menurutnya, kebijakan Prabowo semakin memperkuat militerisme dalam pemerintahan.

"Alih-alih mengakui pelanggaran UU TNI, pemerintah justru merevisinya agar dwi fungsi TNI menjadi legal. Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi," kata Andri.

SBY Endus Kembalinya Dwi Fungsi TNI

Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), juga sempat ikut menyoroti dugaan kembalinya dwi fungsi TNI. Saat memberi arahan kepada 38 Ketua DPD Partai Demokrat di Cikeas, Bogor, 23 Februari, SBY menegaskan bahwa anggota TNI aktif seharusnya tidak terlibat politik, apalagi politik praktis.

"Dulu saat saya masih di militer, dalam semangat reformasi, TNI aktif itu tabu memasuki dunia politik," tegasnya.

Pernyataan ini berangkat dari pengalamannya memimpin reformasi TNI pasca-Orde Baru pada 1998. Saat itu, salah satu doktrin yang dikeluarkan timnya adalah larangan bagi prajurit aktif untuk berpolitik.

"Saya tergugah dan terinspirasi. Kalau masih jadi jenderal aktif, jangan berpolitik. Kalau mau berpolitik, pensiun dulu," ujar SBY.

Kementerian Pertahanan (Kemhan) menanggapi pernyataan SBY. Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kemhan, Brigjen TNI Frega Wenas, membantah kembalinya dwi fungsi TNI.

Menurutnya, penugasan prajurit aktif di lembaga sipil dilakukan atas berbagai pertimbangan dan berdasarkan permintaan.

"Semuanya sudah melalui prosedur dan kajian mendalam. TNI berdiri di atas politik negara dan hanya menjalankan kebijakan pemerintah," kata Frega pada 25 Februari 2025.

Hentikan Revisi UU TNI

KontraS mengirim surat kepada Komisi I DPR, meminta revisi UU TNI dihentikan. Surat itu dikirim langsung ke DPR RI pada 3 Maret 2025. Dalam suratnya, KontraS menyoroti bahaya dwi fungsi TNI yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan di lembaga sipil.

Salah satu pasal yang menjadi perhatian adalah Pasal 47 dalam draf RUU TNI. Pasal ini membuka jalan bagi prajurit aktif untuk mengisi posisi di kementerian atau lembaga lain, dengan alasan kebutuhan tenaga dan keahlian—sesuai kebijakan presiden.

KontraS menilai pasal tersebut dapat menyebabkan kekacauan hukum. Pertama, ada ketidakharmonisan dalam penerapan aturan. Kedua, penempatan TNI aktif di lembaga sipil berisiko mengganggu tata kelola pemerintahan yang demokratis. Ketiga, ada persoalan akuntabilitas etik dan hukum.

TNI memiliki mekanisme kode etik sendiri, berbeda dari ASN sipil. Proses hukumnya pun berbeda. Jika seorang prajurit TNI yang menjabat sebagai ASN melakukan tindak pidana, akan timbul kebingungan: apakah kasusnya ditangani oleh peradilan militer atau peradilan umum. 

Wakil Koordinator KontraS Andri Yunus. (Suara.com/Bagaskara)
Wakil Koordinator KontraS Andri Yunus. (Suara.com/Bagaskara)

Kekacauan ini pernah terjadi dalam kasus korupsi di Basarnas. Juli 2023, KPK menetapkan Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka. Saat itu, Henri masih berstatus TNI aktif, meski menjabat sebagai Kepala Basarnas.

Namun, proses hukumnya menuai polemik. Ada yang berpendapat kasusnya harus ditangani peradilan militer, sementara di sisi lain, korupsinya terjadi di lembaga sipil yang seharusnya berada di ranah peradilan umum. Akhirnya, KPK meminta maaf, dan kasusnya diambil alih Pusat Polisi Militer TNI serta disidangkan di pengadilan militer.

KontraS juga menolak argumen bahwa penempatan TNI aktif di jabatan sipil adalah solusi bagi perwira non-job. Menurut Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS, pendekatan ini adalah problem solution mismatch—solusi yang tidak sesuai dengan akar masalah.

"Masalah sebenarnya ada pada sistem rekrutmen dan pembinaan karier di internal TNI yang kurang tertata," kata Dimas.

KontraS juga mengkritik proses revisi UU TNI yang dilakukan terburu-buru dan minim partisipasi publik. Menurut Dimas, hal ini melanggar prinsip meaningful and worthwhile dalam penyusunan regulasi.

Ironisnya, di saat yang sama, DPR justru tidak segera merevisi Undang-Undang Peradilan Militer yang selama ini dianggap bermasalah. Jika DPR dan pemerintah benar-benar ingin memastikan TNI patuh pada reformasi dan supremasi sipil, seharusnya yang direvisi adalah UU Peradilan Militer—bukan UU TNI.

"Oleh karena itu, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat sepatutnya menghentikan pembahasan RUU TNI," tegas Dimas.


Terkait

Bahaya di Balik Babinsa Jadi 'Sales' Beras Bulog: Dwifungsi TNI atau Solusi Swasembada?
Rabu, 05 Maret 2025 | 20:47 WIB

Bahaya di Balik Babinsa Jadi 'Sales' Beras Bulog: Dwifungsi TNI atau Solusi Swasembada?

Keterlibatan Babinsa mendorong petani agar menjual gabah ke Bulog sebagai bentuk intervensi ekonomi.

"Misi Belum Selesai", Kepala Militer Israel Baru Akui Hamas Belum Kalah
Rabu, 05 Maret 2025 | 20:36 WIB

"Misi Belum Selesai", Kepala Militer Israel Baru Akui Hamas Belum Kalah

Kepala militer Israel yang baru, Letjen Eyal Zamir, menyatakan Hamas belum kalah.

Terbaru
Hukum Tumpul ke Atas? Usulan Tak Tahan Politisi dan Pejabat Koruptor Tuai Kritik Tajam
polemik

Hukum Tumpul ke Atas? Usulan Tak Tahan Politisi dan Pejabat Koruptor Tuai Kritik Tajam

Kamis, 06 Maret 2025 | 09:20 WIB

Ini juga bias pembelaan kepada orang-orang kaya, koruptor dan pejabat. Nampak sekali ketidakadilan dalam usulan itu, ujar Isnur.

Bahaya di Balik Babinsa Jadi 'Sales' Beras Bulog: Dwifungsi TNI atau Solusi Swasembada? polemik

Bahaya di Balik Babinsa Jadi 'Sales' Beras Bulog: Dwifungsi TNI atau Solusi Swasembada?

Rabu, 05 Maret 2025 | 20:47 WIB

Keterlibatan Babinsa mendorong petani agar menjual gabah ke Bulog sebagai bentuk intervensi ekonomi.

Badai PHK di Tengah Mimpi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen polemik

Badai PHK di Tengah Mimpi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Rabu, 05 Maret 2025 | 13:37 WIB

Saya masih menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi 8 persen sangat sulit dicapai. Bahkan untuk mencapai 5,2 persen pada tahun ini pun rasanya perlu effort lebih," ujar Huda.

Banjir di Jabodetabek Hingga Warga Minta Tolong di Medsos: Mengapa Pemerintah Gagal Mengelola Komunikasi Krisis? polemik

Banjir di Jabodetabek Hingga Warga Minta Tolong di Medsos: Mengapa Pemerintah Gagal Mengelola Komunikasi Krisis?

Rabu, 05 Maret 2025 | 08:41 WIB

Wali Kota Bekasi Tri Andhianto menyatakan kota lumpuh. Dari 12 kecamatan terdampak, 8 di antaranya berada di wilayah Kota Bekasi.

Skandal Disertasi Menteri Bahlil: Akankah UI Berani Batalkan Hingga Berhentikan? polemik

Skandal Disertasi Menteri Bahlil: Akankah UI Berani Batalkan Hingga Berhentikan?

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:14 WIB

Dia terbukti menciderai. Itu sanksinya harusnya diberhentikan sebagai mahasiswa, kata Herlambang.

Pepesan Kosong UU Cipta Kerja: PHK Merajalela, Cari Kerja Kian Susah! polemik

Pepesan Kosong UU Cipta Kerja: PHK Merajalela, Cari Kerja Kian Susah!

Selasa, 04 Maret 2025 | 09:09 WIB

UU Cipta Kerja yang diklaim pemerintah sebagai solusi penciptaan lapangan kerja justru jadi alat pemutusan hubungan kerja.

Skandal Solar Subsidi Kolaka: Nelayan Menjerit, Negara Rugi Rp105 Miliar! polemik

Skandal Solar Subsidi Kolaka: Nelayan Menjerit, Negara Rugi Rp105 Miliar!

Senin, 03 Maret 2025 | 20:49 WIB

Kami sudah teriakkan persoalan ini sudah lama. Bahkan kepada Pertamina, kata Rohimin.