Suara.com - Tak salah jika publik menilai rezim Pemerintahan Prabowo Subianto semakin militeristik. Sebab, Tentara Nasional Indonesia atau TNI tak hanya mengisi jabatan sipil di sejumlah lembaga negara, tapi kini sampai terlibat di sektor bisnis. Mutakhir, pelibatkan Babinsa untuk mendorong petani menjual gabah ke Perum Bulog.
PERUSAHAAN Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) melibatkan Bintara Pembina Desa atau Babinsa untuk membantu menyerap gabah dari petani. Langkah tersebut diklaim sebagai upaya mempercepat target swasembada pangan.
Bulog dan TNI menyepakati kerja sama itu pada 10 Februari 2025. Kerja sama yang ditandai dengan nota kesepahaman itu dilaksanakan tiga hari setelah Mayjen Novi Helmy Prasetya ditunjuk sebagai Direktur Utama Perum Bulog oleh Menteri BUMN, Erick Thohir.
Babinsa tidak hanya diminta mendorong petani agar menjual gabah kering panen atau GKP ke Bulog. Tetapi juga turut diminta mengawasi harga gabah sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500/kilogram.
Pengawasan dari Babinsa terhadap harga gabah itu diharapkan memberi dampak kesejahteraan bagi petani. Sebab, selama ini petani disebut kerap dirugikan tengkulak yang acap kali memanfaatkan momen panen raya untuk menekan harga.
Untung dan rugi libatkan Babinsa
Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian menyebut Bulog selama ini memang kurang optimal menyerap gabah dari petani dibanding pengusaha penggilingan swasta.
“Kalau Bulog masih seperti biasa, nggak akan bisa maksimal menyerap beras dari petani,” kata Eliza kepada Suara.com, Rabu (5/3/2025).
Pemerintah menargetkan Bulog menyerap 3 juta ton beras hingga April 2025. Target tinggi itu diterapkan lantaran Presiden Prabowo Subianto ingin menghentikan impor beras pada tahun ini.
Keterlibatan Babinsa, kata Eliza, setidaknya dapat membantu Bulog untuk mempercepat target pemerintah. Sebab persoalan Bulog selama ini tidak optimal menyerap gabah dari petani, karena cenderung bersikap pasif, hanya menanti petani menyetor hasil panen ke gudang.
Berbeda dengan pengusaha penggilingan swasta, Eliza menyebut mereka secara inisiatif mendatangi lahan-lahan petani hingga menyiapkan armada untuk mengangkut gabah hasil panen.
“Jadi petani itu udah nggak mikirin biaya transportasi lagi. Beda hal kalau mereka harus antar ke gudang Bulog,” beber Eliza.
Keterlibatan Babinsa membantu petani menurut Eliza sebenarnya sudah lama. Namun kali ini lebih spesifik, diminta jemput bola ke petani-petani membantu Bulog menyerap gabah.
“Sisi positifnya itu karena pemerintah ingin benar-benar optimal menyerap beras dari dalam negeri,” imbuh Eliza.
Sementara sisi negatifnya, Eliza menyebut keterlibatan Babinsa membantu Bulog dalam menyerap gabah dari petani ini semakin menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan kembalinya dwifungsi TNI. Di tengah kekhawatiran itu, pemerintah menurut Eliza kedepan harus menyiapkan strategi lain dan juga memastikan batas-batas kewenangan sipil dan militer.
“Ini kan strategi jangka pendek, karena Prabowo ingin cepat-cepat. Tapi untuk jangka panjang, sebaiknya memang tidak hanya melibatkan TNI, tapi sipil juga dilibatkan,” ujarnya.
Sedangkan peneliti ISEAS-Yusuf Ishak Institute, Made Supriatma menilai, selain melanggar undang-undang TNI, keterlibatan Babinsa mendorong petani agar menjual gabah ke Bulog sebagai bentuk intervensi ekonomi. Alih-alih menguntungkan, dalam praktiknya itu justru bisa jadi merugikan petani.
Di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, misalnya, pada Februari 2025 lalu, sejumlah petani memilih menjual gabah ke tengkulak dan pengusaha penggilingan karena dihargai Rp6.800/kilogram. Harga tersebut terpaut lebih tinggi Rp300 jika dibandingkan HPP Rp6.500.
“Kalau kemudian Babinsa meminta supaya petani menjual ke Bulog, itu merugikan petani kan,” jelas Made kepada Suara.com.
Pemerintah, kata Made, sudah seharusnya memperlakukan petani sebagai pelaku ekonomi yang rasional, di mana harga baik mereka bisa jual ke sana. Apalagi beras tersebut juga masih dijual di dalam negeri.
“Kenapa harus pakai Babinsa. Cara-cara militeristik semacam ini menurut saya tidak bisa dibenarkan,” ujar Made.
Made juga khawatir keterlibatan Babinsa dalam lingkaran bisnis ini pada akhirnya akan membuat mereka nyaman. Di sisi lain tugas utamanya sebagai prajurit TNI justru akan semakin terabaikan.
“Kalau seandainya dia sudah nyaman di situ lalu disuruh berperang, mana mau dia. Jadi kebijakan ini sangat buruk untuk militer, sosial, dan juga negara,” ungkapnya.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas mengklaim tak ada kewajiban Babinsa untuk memastikan petani menjual gabah ke Bulog. Sekalipun ‘Surat Pernyataan Komitmen Pengadaan’ berkop Bulog dengan kolom tanda tangan Babinsa, Tim Jemput Gabah, Petani, dan Penyuluh Pertanian Lapangan atau PPL itu telah beredar di media sosial.
Dalam surat tersebut Bulog meminta petani berkomitmen menjual gabah kering panen (GKP) seharga Rp6.500/kilogram kepada Bulog.
“Dengan ini menyatakan berkomitmen untuk menjual gabah kering petani (GKP) sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 6.500 per kilogram pada tanggal, bulan, tahun 2025 kepada Bulog,” demikian tertulis dalam surat pernyataan tersebut.
Amanah pemerintah untuk melakukan penyerapan gabah/beras sbanyak 3 juta ton juga melibatkan hampir seluruh wilayah Indonesia.
Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) menjadi solusi utama bagi petani Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memastikan petani mendapatkan harga yang layak untuk gabah mereka, terutama saat musim panen.
Perubahan kepemimpinan di Dewan Pengawas (Dewas) dan Direksi Perum Bulog membawa dampak positif bagi petani di seluruh Indonesia.
Saya masih menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi 8 persen sangat sulit dicapai. Bahkan untuk mencapai 5,2 persen pada tahun ini pun rasanya perlu effort lebih," ujar Huda.
Wali Kota Bekasi Tri Andhianto menyatakan kota lumpuh. Dari 12 kecamatan terdampak, 8 di antaranya berada di wilayah Kota Bekasi.
Dia terbukti menciderai. Itu sanksinya harusnya diberhentikan sebagai mahasiswa, kata Herlambang.
UU Cipta Kerja yang diklaim pemerintah sebagai solusi penciptaan lapangan kerja justru jadi alat pemutusan hubungan kerja.
Kami sudah teriakkan persoalan ini sudah lama. Bahkan kepada Pertamina, kata Rohimin.
Lantas, mengapa kasus ini terjadi dan apa risikonya?
Tak hanya di siang hari, warung kopi hingga kafe tak boleh buka saat salat Isya sampai selesai Tarawih.