Menguak Fakta Di Balik Kematian NK: Femisida yang Tak Cuma Sekadar Angka
Home > Detail

Menguak Fakta Di Balik Kematian NK: Femisida yang Tak Cuma Sekadar Angka

Bimo Aria Fundrika | Muhammad Yasir

Senin, 23 September 2024 | 14:41 WIB

Suara.com - Meninggalnya NK (18), seorang gadis penjual gorengan di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat bukan pembunuhan biasa. Ia adalah korban femisida. NK ditarget dan dibunuh karena identitas gendernya. 

NK hanyalah satu dari banyak korban femisida. Namanya kini terukir dalam deretan panjang kasus femisida yang terus terjadi dan berulang di Indonesia.

Lantas, mengapa pembunuhan berbasis gender ini terus terjadi berulang?

Peringatan: Artikel ini memuat detail yang mungkin dapat mengganggu kenyamanan Anda.

*****

Hari itu, Minggu sore, 8 September 2024, adalah akhir tragis bagi NK. Ia adalah perempuan berusia 18 tahun yang sehari-hari berjualan gorengan keliling kampung. 

Jasad NK ditemukan dalam kondisi tragis. Tubuhnya terkubur tanpa sehelai pakaian. Tangannya terikat. Ia meninggal di lereng kebun pinang milik warga di Korong Pasa Surau, Nagari Guguak. Sudut sepi dan sunyi, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, menjadi saksi bisu kejamnya kejahatan yang menimpa NK.

Sebelas hari setelah jasad Nia ditemukan, anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Padang Pariaman berhasil menangkap Indra. Warga Korong Pasa Surau itu ditemukan bersembunyi di loteng rumah kosong di Padang Kabau, Nagari Kayu Tanam.

Di sana, di balik keheningan, Indra berusaha kabur dari dosa kejahatan yang ia lakukan. 

Baju diduga milik pelaku pembunuhan Nia gadis penjual gorengan berhasil ditemukan anjing pelacak K9 Unit Polsatwa Ditsamapta Polda Sumbar. [dokumentasi]
Baju diduga milik pelaku pembunuhan Nia gadis penjual gorengan berhasil ditemukan anjing pelacak K9 Unit Polsatwa Ditsamapta Polda Sumbar. [dokumentasi]

Hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa Indra telah merencanakan kejahatan ini dengan penuh kesadaran.  Pada Jumat, 6 September 2024, sekitar pukul 17.00 WIB, saat tengah nongkrong bersama tiga temannya, ia melihat NK menjajakan gorengan.

Ketika membeli gorengan darinya, niat busuk itu muncul. Ia berencana untuk memperkosanya. 

Setelah berpisah dengan teman-temannya, sekitar pukul 18.25 WIB di kawasan Pasar Gelombang, Indra melihat Nia yang sedang berjalan pulang. Diam-diam, mantan narapidana itu mulai mengikuti Nia.

Dengan gerakan cepat dan brutal, ia mengadang dan menyekapnya hingga tak sadarkan diri. Dalam keadaan tak berdaya, NK diikat dengan tali rafia di kaki dan tangan.

Gadis muda yang baru lulus SMA itu kemudian dibawa ke area perbukitan. Di sanalah, Indra melakukan kejahatannya, Ia memperkosa NK dengan keji. Namun, kekejaman Indra tak berhenti di situ. Setelahnya, tubuh NK diseret sejauh 200 meter menuju lereng kebun pinang milik warga di Korong Pasa Surau.

Di sana, ia mengubur tubuh Nia sedalam 1 meter, tanpa sehelai busana. Barang-barang Nia—jilbab, kain sarung, sandal, dan tempat gorengan—berserakan di sekitar lokasi, menjadi saksi bisu. 

Bukan Pembunuhan Biasa

Hingga kini Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono masih mendalami motif di balik aksi brutal ini. Indra kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Padang Pariaman, dikenai Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 285 KUHP tentang perkosaan.

Polisi juga mempertimbangkan menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman maksimal mati.

Kepada Suara.com, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menjelaskan, kematian NK dikategorikan sebagai femisida, yaitu pembunuhan perempuan karena gendernya, didorong oleh dominasi, agresi, misogini, dan ketimpangan relasi kuasa.

Istilah femisida pertama kali diperkenalkan oleh Diana Russell pada 1946 dan diadopsi dalam Deklarasi Vienna 2012 untuk membedakannya dari pembunuhan biasa (homicide). Femisida mencakup penyebab ketidakadilan gender dan kebencian terhadap perempuan, yang tidak terdapat dalam homicide.

Perbedaan utama femisida dari pembunuhan biasa terletak pada motivasi gender. Femisida sering dipicu oleh berbagai motif, seperti cemburu, ketersinggungan maskulinitas, penolakan tanggung jawab, kekerasan seksual, dan penolakan perceraian. Motif-motif ini mencerminkan superioritas, dominasi, agresi, dan misogini terhadap perempuan, serta ketimpangan relasi kuasa laki-laki.

"Korban dibunuh setelah diperkosa, menunjukkan superioritas dan dominasi laki-laki atas perempuan. NK juga mengalami kekerasan sadis, termasuk penelanjangan dan penguburan tubuhnya," ujar Siti Aminah kepada Suara.com.

Kekerasan ini digunakan untuk menghukum dan mendisiplinkan perempuan yang dianggap melanggar norma laki-laki atau menyinggung maskulinitas. Di Indonesia, kasus indikasi femisida menunjukkan tren meningkat: 95 kasus pada 2020, 237 pada 2021, 307 pada 2022, dan 159 pada 2023. 

Residivis

Indra Septiarman (26), warga Korong Pasa Surau di Kayu Tanam, tersangka pembunuh gadis penjual gorengan di Padang Pariaman. [Instagram]
Indra Septiarman (26), warga Korong Pasa Surau di Kayu Tanam, tersangka pembunuh gadis penjual gorengan di Padang Pariaman. [Instagram]

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Nia menambah panjang angka kriminalitas di Padang Pariaman. Berdasar data sejak Januari hingga Juni 2024 ada sekitar 108 kasus yang ditangani Polres Padang Pariaman. Dari ratusan kasus tersebut, 22 di antaranya merupakan kasus persetubuhan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

Pada 2013 lalu Indra ketika masih berusia 15 tahun pernah terseret kasus pencabulan. Ia ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Anak di Solok. Setelah bebas di tahun 2017, Indra kembali masuk bui atas kasus penyalahgunaan narkoba jenis sabu.

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meilala menyebut pelaku kejahatan asusila atau kekerasan seksual memiliki tingkat kecenderungan yang lebih tinggi mengulangi perbuatannya dibandingkan dengan pelaku kejahatan lain. Faktor utamanya ialah kebutuhan biologis.

"Mengapa demikian? Karena kita bicara mengenai kebutuhan biologis," kata Adrianus kepada Suara.com, Jumat (20/9/2024).

Kebutuhan biologis tersebut, lanjut Adrianus, acap kali membuat seseorang gelap mata. Sekalipun ia residivis yang pernah mengalami hukuman dipenjara atas perbuatan tersebut. 

"Nah ini yang kemudian menjadikan sekali lagi para pelaku kejahatan asusila itu tinggi tingkat relapse-nya," jelas Adrianus. 

Adrianus juga menyoroti kemungkinan adanya pengaruh film pornografi. Di mana di era kekinian konten pornografi dengan mudah diperoleh. 

"Masalahnya saat di luar penjara mantan napi itu dengan mudah mengkonsumsi pornografi dan tidak ada penyaluran," bebernya. 

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel juga menyoroti kinerja Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dalam membina narapidana untuk menekan potensi residivisme. Ia mempertanyakan apakah Kemenkumham melakukan risk assessment terhadap terpidana.

Reza menjelaskan bahwa jika seorang narapidana mendapat remisi dan dibebaskan, itu berarti tingkat kebahayaan dianggap rendah. Namun, ia menantang penjelasan Kemenkumham mengenai mantan terpidana yang diduga mengulangi kejahatan.

Selain itu, Reza juga mempertanyakan pengawasan Bhabinkamtibmas di Kecamatan 2x11 Kayu Tanam terhadap Indra, seorang residivis. Ia menegaskan bahwa residivis kasus kekerasan seksual memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengulangi perbuatan.

"Apakah dia tahu ada eks napi berbahaya di wilayahnya? Apa bentuk pengawasannya?" tanyanya.

Kosongnya Jerat Hukum Bagi Pelaku Femisida

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah. [Suara.com/Yaumal]
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah. [Suara.com/Yaumal]

 Menurut Siti Aminah Tardi, penanganan kasus femisida saat ini masih mengacu pada ketentuan tindak pidana penghilangan nyawa. Ia mendorong pentingnya pendataan terpilah berdasarkan jenis kelamin dan motif oleh kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Komnas Perempuan juga mendukung adanya hukum pidana khusus untuk pelaku kejahatan femisida, mengingat angka kejadian di Indonesia yang cukup tinggi.

 Komnas Perempuan sebelumnya telah mengusulkan perubahan saat pembahasan RKUHP, namun belum berhasil. Ketidaktahuan mengenai femisida di Indonesia menjadi salah satu penyebabnya.

Ke depan, agenda Komnas Perempuan adalah membangun pengetahuan dan kesadaran publik, serta mendorong aparat penegak hukum untuk mengoptimalkan peraturan yang ada dengan perspektif gender, terutama dalam kasus kematian perempuan.

“Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan petugas layanan korban dalam mengidentifikasi femisida serta menilai tingkat bahaya pada kasus kekerasan terhadap perempuan sangat diperlukan. Mereka harus mampu menggali fakta terkait relasi kuasa, KDRT, ancaman, manipulasi pelaku, dan kekerasan seksual. Dengan demikian, saat menerapkan pasal-pasal dalam KUHP, UU PKDRT, UU TPPO, UU Perlindungan Anak, atau UU TPKS, hukuman bagi pelaku kematian perempuan dapat diperberat,” pungkasnya.


Terkait

Tragedi Nia dan Lunturnya Falsafah 'Adat Basandi Syarak' di Ranah Minang
Senin, 23 September 2024 | 12:22 WIB

Tragedi Nia dan Lunturnya Falsafah 'Adat Basandi Syarak' di Ranah Minang

Siapa menyangka anak perempuan berusia 18 tahun itu akan pergi selamanya, lantaran dibunuh secara keji oleh residivis kasus pencabulan, Indra Septiarman.

Lakban Muka Korban hingga Niat Mau Dibakar, Polisi Ngamuk ke Wanita Pembunuh Aqila: Setan Kamu, Gak Punya Hati!
Minggu, 22 September 2024 | 16:13 WIB

Lakban Muka Korban hingga Niat Mau Dibakar, Polisi Ngamuk ke Wanita Pembunuh Aqila: Setan Kamu, Gak Punya Hati!

Berdasar narasi akun tersebut, disebutkan jika wanita di dalam video itu berperan membekap wajah Aqila dengan menggunakan lakban.

Terbaru
Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan
nonfiksi

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan

Selasa, 09 September 2025 | 20:27 WIB

Catatan tiga hari Pestapora 2025, pesta musik lintas generasi.

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring nonfiksi

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring

Sabtu, 06 September 2025 | 08:00 WIB

Plot yang lemah, jumpscare yang klise, serta kurangnya ide segar membuat film terasa datar.

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat nonfiksi

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Film ini justru hadir dengan nuansa kelam, penuh darah, dan sarat pertarungan.

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob polemik

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob

Jum'at, 29 Agustus 2025 | 13:04 WIB

Affa Kurniawan, driver ojol yang baru berusia 21 tahun tewas dilindas rantis Brimob Polda Jaya yang menghalau demonstran, Kamis (28/8) malam. Semua bermula dari arogansi DPR.

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita nonfiksi

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Film Tinggal Meninggal lebih banyak mengajak penonton merenungi hidup ketimbang tertawa?

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror polemik

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror

Minggu, 17 Agustus 2025 | 15:38 WIB

Di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, jurnalis masih menghadapi intimidasi, teror, hingga kekerasan.

Review Jujur Merah Putih One for All: Film yang Seharusnya Tidak Dibuat polemik

Review Jujur Merah Putih One for All: Film yang Seharusnya Tidak Dibuat

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 11:46 WIB

Efek suaranya minim, mixing audionya berantakan, dan dubbing-nya seperti orang membaca teks sambil menunggu pesanan makanan datang.