Suara.com - "Tahu Isiiii.... Bakwaaan..."
Teriakan panjang perempuan berkerudung hitam dengan membawa baskom yang ditutupi plastik bening di atas kepalanya, terdengar menyayat hati. Langkah-langkah pendeknya melintasi jalan setapak di tengah kampung halamannya itu kini berubah kisah tragedi pilu.
Siapa menyangka anak perempuan berusia 18 tahun itu akan pergi selamanya, lantaran dibunuh secara keji oleh residivis kasus pencabulan, Indra Septiarman.
JASAD Nia Kurnia Sari ditemukan terkubur tanpa busana dengan tangan terikat pada Minggu 8 September 2024. Kabar tersiar, gadis pekerja keras ini menjadi korban pembunuhan dan perkosaan.
Di usianya yang masih belia, Nia tidak malu berjualan gorengan. Setiap sore, dia berkeliling kampung, menjajakan dagangannya. Kata sang ayah, Arsil, putrinya berjual gorengan agar bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Nia memahami kondisi perekonomian keluarganya yang bukan kalangan berada. Arsil bukan tak pernah melarang putrinya itu berjualan, bahkan dia meyakinkan akan mengumpulkan uang, tapi Nia tetap bersikukuh untuk turun tangan membantu. Terlebih Nia, saat masih berstatus siswa sudah berjualan gorengan di sekolahnya.
Nia lulus SMA pada 2023. Dia sempat mencoba beasiswa Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) hingga Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT), tapi nasib berkata lain. Mimpinya untuk mengenyam bangku kuliah harus diurungkannya kala itu.
Kepada bibinya, Gumaria Anita, Nia pernah bercerita, pendidikan tinggi satu-satunya cara baginya untuk mengubah kehidupannya dan keluarga.
Semangatnya untuk dapat berkuliah tak pernah padam. Secercah harapan menghampirinya, pada tahun ini dirinya dinyatakan lolos tahap administrasi beasiswa Kartu Indonesia Pintar-Kuliah di Universitas Sumatera Barat (Unisbar).
Teman dekatnya, Aladi Iyan Pratama mengatakan, Nia harusnya mengikuti seleksi akademik pada 5 September lalu, tapi informasi itu tidak sampai kepadanya. Aladi bilang, Nia bukan tidak mencari informasi, bahkan temannya itu beberapa kali menghubungi pihak kampus, tapi tak ada kepastian.
Di tengah ketidakpastian itu, Nia beraktivitas seperti biasanya. Tetap berkeliling kampung menjajakan gorengan, hingga malapetaka itu datang.
Kampung halaman, tempat yang seharusnya aman dan damai untuk Nia ternyata berkebalikan dengan kenyataan yang dihadapinya.
Di Ranah Minang, masyarakat yang dikenal dengan falsafah 'Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah,' hidup dan serta mimpi-mimpi Nia direnggut begitu saja oleh Indra Septiarman. Tragedi kelam yang tak pernah dibayangkan dan dikehendaki Nia.
Jumat, 6 September, Nia tak kunjung pulang ke rumahnya di Nagari Guguak, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Sang ibu, Eli Marlina menunggu dengan cemas, karena waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 20.00 WIB.
Tak biasanya, Nia belum di rumah seusai berkeliling berjualan. Sanak keluarganya, serta warga sekitar turut mencari keberadaanya, tapi tidak menemukan titik terang.
Hingga akhirnya, kenyataan itu pun tiba. Nia pada Minggu 8 September 2024 ditemukan terkubur dalam sebuah lobang sedalam sekitar satu meter di kawasan perkebunan warga. Jasadnya terikat dan tanpa busana.
Polisi langsung melakukan penyelidikan, dan mengerucut pada nama Indra Septiarman sebagai pelaku. Belakangan Indra ditangkap di sebuah rumah kosong pada Kamis 19 September, setelah menjadi buron selama 11 hari. Diketahui pula Indra adalah mantan terpidana kasus pencabulan.
Lunturnya Falsafah 'Adaik Basandi Syarak'
Kasus pembunuhan dan perkosaan terhadap Nia, menimbulkan pertanyaan, bagaimana peristiwa ini terjadi di tengah masyarakat Minangkabau yang dikenal berpegang teguh pada falsafah hidup, 'Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.'
Falsafah 'Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah' atau disingkat ABS-SBK bermakna, adat di masyarakat Minangkabau harus berpegang pada nilai Islam, yang didasari pada ayat-ayat Al-Qur'an dan Sunnah.
Kasus tragis yang menimpa Nia, juga sekaligus membuka tabir tingginya kasus asusila di Ranah Minang. Merujuk pada data yang sampaikan Polres Padang Pariaman, kabupaten tempat Nia tinggal, sepanjang Januari hingga Juni 2024, terdapat 13 kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur, dan 9 kasus cabul terhadap anak.
Dapat disebut, pada awal hingga pertengahan tahun 2024, setiap bulan terjadi 2 kasus persetubuhan terhadap anak, dan 1 kasus perbuatan cabul terhadap anak.
Melihat angka tersebut, Guru Besar Sosiologi Universitas Andalas, Profesor Afrizal mengamini, mulai melunturnya falsafah ABS-SBK yang seharusnya menjadi panduan hidup masyarakat Minangkabau dalam berperilaku.
"Ini memang menunjukkan bahwa ABS-SBK itu tidak teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam memperlakukan perempuan," kata Afrizal kepada Suara.com, Sabtu (21/9/2024).
Menurutnya nilai-nilai ABS-SBK hanya menjadi wacana pada mimbar-mimbar para elite dan dokumen-dokumen Pemerintahan Daerah Sumatera Barat. Belum sampai diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, dari ceramah-ceramah agama yang menurutnya, lebih banyak membahas halal dan haram, jarang mengangkat bagaimana memperlakukan perempuan.
Lunturnya nilai-nilai ABS-SBK, juga ditemukan Afrizal di penelitiannya pada 2019. Dia meneliti keterkaitan antara akses video porno pada anak terhadap tingginya angka pernikahan dini di sejumlah daerah di Sumatera Barat.
Di suatu nagari---yang dia enggan menyebutkan wilayahnya -- ditemukan hampir 100 persen remaja pernah mengakses video porno lewat telepon genggamnya. Akses video porno itu kemudian mengakibatkan tingginya angka pernikahan dini. Setidaknya sebanyak 70 persen pernikahan anak yang terjadi disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan.
Di sisi lain, anak yang tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya akiba paparan video porno berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual. Dia pun menyebut keadaan itu sebagai darurat seksual.
Pada penelitian itu pula, Afrizal menemukan alfanya kontrol dan pengawasan dari orang tua. Orang tua dikatakannya, hanya sekedar memenuhi keinginan anaknya untuk memiliki telepon pintar atau smartphone.
Kesadaran untuk mengawasi dan mengontrol dianggap bukan kewajiban. Bahkan beberapa orang tua yang ditemuinya, mengaku takut kepadanya anaknya.
"Kami bisa dimarahi dibentak oleh anak. (Mereka) takut juga anak-anaknya (jadi) durhaka," ungkapnya.
Matrilineal Tak Berarti Gugurkan Nilai Patriarki
Kekerasan seksual yang terjadi kepada Nia, juga tak bisa dipisahkan dari nilai-nilai patriarki yang masih kental. Afrizal memang mengakui terdapat sistem matrilineal di masyarkat Minangkabau, yang diartikan garis keturunan ditentukan dari garis ibu.
Namun sistem itu tidak dapat diartikan perempuan memiliki kekuasaan yang lebih luas dibanding laki-laki. Dijelaskannya sistem matrilineal hanya terbatas pada sejumlah hal, di antaranya garis keturunan, kekerabatan, dan pembagian warisan. Pada praktiknya, posisi laki-laki masih lebih dominan dibanding perempuan.
"Jadi Minangkabau itu patriarki. Pimpinan adat, pimpinan kaum itu semua adalah laki-laki. Pembuat keputusan-keputusan penting itu, adalah laki-laki," jelas Afrizal.
Nilai-nilai patriarki itu pada akhirnya berdampak sudut pandang soal keperempuanan. Pembunuhan dan perkosaan yang dilakukan pelaku Indra Septiarman menunjukkan masih adanya pandangan perempuan sebagai objek seksual.
Berdasarkan pada sebuah video viral, yang terekam secara tidak sengaja, memperlihatkan Nia mengenakan pakaian tertutup, lengkap dengan hijabnya, sebelum peristiwa itu terjadi.
"Dia pakai hijab, kan. Jadi bukan persoalan perempuan berpakaian senonoh. Tapi, perempuan betul-betul dipandang sebagai objek seksual saja," katanya.
Di Luar Nilai-Nilai 'Adaik Basandi Syarak'
Guru Besar Antropologi Universitas Andalas Prof Nursyirwan Effendi menyebutkan, perbuatan keji yang dilakukan oleh pelaku sudah tidak menggambarkan nilai-nilai 'Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.'
"Mau dicari pasal-pasal, ataupun poin-poinnya yang ada di dalam nilai-nilai ABS-SBK, enggak ada yang cocok untuk (dapat) memaafkan perbuatan pelaku," kata Nursyirwan kepada Suara.com.
Dia menyebut, Indra merupakan oknum dari masyarakat Minangkabau atas gagalnya penerapan adat dan budaya. Dijelaskannya dari sisi antropologi, kebudayaan seharusnya meningkatkan kemajuan hidup.
"Bukan karena sistemnya yang salah, tapi pelaku dan sejumlah orang-orang yang memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan kultural atau agama yang bersangkutan gagal," katanya.
Nursyirwan menyoroti situasi yang terjadi di masyarakat Minangkabau saat ini. Dalam Adat Minangkabau, ada yang disebut sebagai Mamak-- merupakan saudara dari laki-laku dari ibu. Dia memiliki tanggungjawab untuk mendidik dan mengajarkan adat istiadat kepada kemenakan atau anak-anak dari saudara perempuannya.
Pada kasus ini, Nursyirwan mempertanyakan kehadiran Mamak dari pelaku untuk memberikan bimbingan dan pendidikan adat istiadat. Terlebih rekam jejak pelaku, bukan pertama kali melakukan kejatahan kriminal.
"Sistem sosialisasi nilai norma di dalam kehidupan si pelaku saya meragukan sudah berjalan dengan baik, artinya tak berjalan selama kecil atau tidak mendapatkan kendali yang baik dari orang tua, saudara laki-laki atau saudara perempuan dari ibunya," katanya.
Sementara dalam konteks yang lebih luas, dengan memperhatikan angka kasus asusila yang tergolong tinggi khususnya di Padang Pariaman, Nursyirwan menilai hal itu disebabkan 'Tungku Tigo Sajarangan' tidak lagi berfungsi. Padahal menurutnya konsep tersebut selama ratusan tahun telah membentuk mentalitas masyarakat Minangkabau.
Tungku Tigo Sajarangan merupakan konsep kepemimpinan dalam masyarakat Minangkabau yang terdiri dalam tiga pilar, yakni Pangulu (Niniak Mamak), Alim Ulama, dan Cerdik Pandai (Cadiak Pandai). Ketiga pilar ini berfungsi mengatur dan menjaga norma-norma di masyarakat.
Tidak berfungsinya Tungku Tigo Sajarangan dapat disebabkan sejumlah hal, salah satunya ekspansi nilai dan norma dari luar melalui internet yang tidak dapat ditolak. Hal itu karena kebudayaan atau tatanan hidup yang diterapkan masyarakat Minangkabau tidak seperti hukum negara yang jika dilanggar mendapatkan sanksi.
"Kan dia tidak punya bentuk seperti adanya kerangkeng besi, yang kemudian orang boleh atau tidak berbuat. Tapi sifatnya halus, kan, sifatnya abstrak, yang ada di dalam mentalitas seseorang," jelasnya.
Penyebab lainya, pilar Tungku Tigo Sajarangan di antaranya tidak lagi menetap di kampung atau pergi merantau.
Misalnya, kata Nursyirwan, hampir seluruh Niniak Mamak tidak lagi tinggal di kampung. Karenanya interaksi dengan kemenakannya tidak lagi berjalan. Sedangkan saat dulu, Niniak Mamak hampir seluruhnya tinggal di kampung sehingga terjadi interaksi.
Dalam berinteraksi masyarakat Minangkabau saat bertemu satu sama lain memiliki kebiasaan menanyakan kabar dengan menyampaikan kalimat 'Apo Kaba?' Menurutnya dari pertanyaan yang diajukan, sudah menunjukkan pentingnya kabar satu lain di antara mereka.
"Nah, sekarang karena tidak bertemu, tentu tidak bertanya 'apa kabar, sehingga keterjangkauan untuk berinteraksi jadi terbatas. Karena si pemimpin ini tidak lagi semua tinggal di kampung," jelasnya.
"Kalau misalkan ada dana lebih atau emang duitnya nggak kepakai, ya gua mengalokasikan untuk investasi," ujar Sonia.
Dosen Unhas diskors 2 semester usai lecehkan mahasiswi bimbingan skripsi. Korban trauma, Satgas PPKS dinilai tak berpihak, bukti CCTV ungkap kebenaran.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti berencana dalam beberapa kesempatan menyampaikan rencana penggantian kurikulum Merdeka.
Bahkan sebagian dari kalangan ibu rumah tangga mengalihkan belanja kebutuhan pokok mereka, dari yang biasa beli ayam potong kini diganti beli tahu atau tempe.
Tragedi itu tak hanya merenggut nyawa Raden. Sebanyak 13 warga lainnya menjadi korban, beberapa menderita luka berat hingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Orang yang kecanduan judi online seperti halnya orang dengan kecanduan narkotika.
Kericuhan yang telah terjadi bukan sekadar permasalahan hukum an sich maupun problem sosial-kemasyarakatan belaka, tapi dampak buruk dari penetapan PIK 2 sebagai PSN.