Senin, 01 Jan 2024
Mereka Dihina dan Ditolak di Kelas karena Cadar Home > Detail

Mereka Dihina dan Ditolak di Kelas karena Cadar

Reza Gunadha

Senin, 12 Maret 2018 | 08:33 WIB

Suara.com - Sekelompok perempuan bercadar khusyuk duduk di bangku kelas UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Mereka tampak siap mengikuti perkuliahan. Namun, antusiasme mereka harus berakhir kekecewaan. Sang dosen menolak mereka ada di kelas. Sebab, mereka tak melepas cadar.

Fatima—nama samaran satu mahasiswi UIN Suka yang bercadar—mengakui, insiden itu sempat terjadi di salah satu fakultas kampusnya.

"Iya, ada dosen yang tidak membolehkan mahasiswi yang bercadar ikut kelasnya,” tutur Fatima, Jumat (9/3/2018) pekan lalu.

Akhirnya, mahasiswi itu melepas cadar agar dibolehkan ikut dalam kelas yang diampu sang dosen. Mahasiswi itu mengganti cadar dengan masker dalam perkuliahan tersebut.

Fatima menuturkan, ia dan mahasiswi bercadar di UIN Suka mendapat sejumlah perilaku tak mengenakkan setelah Rektor mereka, Prof Drs Yudian Wahyudi MA PhD, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor B-1301/UN02/R/AK/00.3/02/2018 tentang Pembinaan Mahasiswa Bercadar.

Surat yang diberlakukan pada Februari tersebut, diartikulasikan oleh civitas academica UIN Suka sebagai aturan yang melarang setiap mahasiswi memakai cadar.

Akibatnya, sejumlah dosen secara tegas melarang mahasiswi bercadar mengikuti perkuliahan seperti dialami teman beda jurusan Fatima.

Selain itu, ada pula dosen yang menurut Fatima melakukan tindakan pelecehan secara verbal terhadap mahasiswi bercadar.

Dosen-dosen itu, tuturnya, melontarkan kalimat-kalimat yang tak mengenakkan kepada mahasiswi bercadar, termasuk dirinya.

"Ya ada dosen yang becanda kelewatan. Misalnya, bilang kalau wanita bercadar itu salah satu bukti wanita terbelakang dan masih banyak lagi sindiran yang tak mengenakkan,” tuturnya.

Satu pengalaman buruk yang dialami Fatima adalah, seorang dosen meminta rekan-rekannya untuk mempertanyakan aliran Islam dirinya.

Tak hanya itu, dosen itu juga meminta teman-temannya untuk mempertanyakan, apakah Fatima menjadi anggota kelompok Islam radikalis.

”Pertanyaan-pertanyaan itu menyudutkan,” tukasnya.

Setidaknya, dalam penghitungan Fatima, ada lima dosen UIN Suka yang berlaku diskriminatif terhadap mahasiswi bercadar. Ia tak mau menyebutkan nama-nama dosen tersebut.

”Satu di antaranya, ya yang tidak membolehkan mahasiswi bercadar mengikuti kelasnya itu,” bebernya.

Meskipun mendapat tindakan diskriminatif, Fatima mengakui ada pula dosen yang tetap mendukung pilihan mahasiswinya memakai cadar.

 Begitu pula teman-teman satu jurusan studinya. Fatima mengakui, hubungan dengan teman-temannya tetap baik setelah rektorat mengeluarkan SK pembinaan mahasiswi bercadar.

”Ada dosen yang tak diskriminatif. Mereka tetap memberikan semangat. Teman-teman juga memberi dukungan, setelah larangan bercadar itu menjadi polemik,” katanya.

Seorang mahasiswi bercadar UIN Suka lainnya, yang minta sama sekali dianonimkan dalam wawancara Rabu (7/3), mengakui merasa tak lagi nyaman di kampus, setelah rektorat mengharuskan mereka mengikuti konseling agar sukarela melepas cadar.

Ia menuturkan, 41 mahasiswi bercadar UIN Suka terbelah sikapnya setelah terbitnya SK tersebut.

Aktivis melakukan aksi damai menolak keputusan Rektorat yang melarang mahasiswi bercadar di kawasan Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (8/3/2018). [Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko/pras/18]

“Ada sebagian dari kami memilih tetap aktif di kampus, mengikuti perkuliahan, dan sebagainya. Tapi ada pula yang memilih menjauh dari kampus,” ungkapnya.

Ia sendiri mengakui memilih untuk tetap berkuliah dan beraktivitas di kampus, meski tak lagi mendapat “pandangan” yang sama.

Pada hari yang sama saat diwawancarai, ia mengakui datang ke kampus untuk mengikuti perkuliahan.

Namun, ada beberapa pihak yang ingin mengorek informasinya secara langsung. Hal itu membuat ia merasa risih.

“Aku tadi yang berangkat kuliah dengan cadar, malah dikejar-kejar mau ditanya-tanya atau apalah itu. Dia semacam wartawan atau peneliti, jadi berkeliaran kayak detektif. Mungkin (mahasiswa bercadar) yang lain malas juga.”

Tetapi, ada beberapa temannya yang bercadar kemudian memutuskan untuk melepas cadarnya saat kuliah atau berada di sekitar Fakultas.

Mereka baru kembali memakai cadar saat perjalanan pulang dari perkuliahan.

Mahasiswi yang belum genap setahun mengenakan cadar ini menegaskan, tetap memakai cadar saat kuliah. Teman-teman sekelasnya pun tidak memperdebatkan masalah itu.

“Aku tidak peduli (tetap memakai cadar). Selama dosen masih mau mengajar, aku tetap akan masuk (memakai cadar). Karena kewajibanku adalah belajar. Aku nyaman-nyaman saja.”

Prematur

Kebijakan Rektorat UIN Suka Yogyakarta yang mengatur tata cara berbusana mahasiswinya menuai penilaian pro maupun kontra.

Kebijakan itu juga menjadi polemik nasional setidaknya sejak dua pekan terakhir.

Polemik itu baru mereda pada Sabtu (10/3) akhir pekan lalu. Kala itu, beredar foto surat keputusan yang diyakini dikeluarkan Rektor Yudian untuk merevisi kebijakan sebelumnya.

”Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Universitas (RKU) tanggal 10 maret, diputuskan bahwa surat rektor nomor B-1301/UN02/R/AK/00.3/02/2018 tentang pembinaan mahasiswa bercadar dicabut demi menjaga iklim akademik yang kondusif,” demikian tulisan dalam foto surat tersebut.

Surat UIN Sunan Kalijaga. [Suara.com/Wita Ayodhyaputri]

Surat pembatalan itu berkop nomor B-1679/Un.02/R/AK/00.3/03/2018. Surat itu juga dibubuhi tanda tangan Profesor Yudian tertanggal hari yang sama. Ada pula cap stempel rektor.

Dua hari sebelum beredarnya surat itu, Yudian memang mengakui bakal membuat kebijakan baru mengenai boleh tidaknya mahasiswi memakai cadar di kampusnya.

Tapi, ia berjanji mengumumkan kebijakan baru tersebut kepada publik pada Senin (12/3) hari ini. Ketika dipertanyakan isi kebijakan baru tersebut, Yudian masih enggan memberikan sedikit keterangan.

"Itu besok lagi, jangan sekarang, nanti Senin (12/3) akan ada kebijakan baru. Nanti ya," kata Yudian kepada wartawan seusai menjadi saksi ahli di Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta, Kamis (8/3).

Namun, Sabtu malam, setelah surat pembatalan itu luas beredar, Dekan Fakultas Dakwah UIN Suka Alimatul Qibtiyah mau memberikan keteranga membenarkan keabsahan surat yang beredar di kalangan mahasiswa tersebut.

"Iya benar (surat tersebut), tapi saya tidak ikut rapatnya", kata Alimatul.

Ia mengakui, terbitnya SK yang mengatur mahasiswi bercadar harus mengikuti konseling, belum dibarengi dengan persiapan yang matang dari pihak kampus alias prematur.

Ia mencontohkan, belum ada tim yang akan menjadi membina mahasiswi bercadar. Selain itu, juga belum ada pedoman khusus terkait konseling atau pembinaan tersebut.

"Tim sudah diajukan, saya termasuk yang diusulkan, tapi belum ada ketetapan dari rektor,” tuturnya.

Alimatul menambahkan, kalau konseling terhadap mahasiswi bercadar itu tetap dilanjutkan, ia berjanji menerapkan strategi pendekatan perempuan dan psikologi ketimbang menyarankan mereka melepas tabir wajah.

"Saya lebih pada pendekatan teman ngobrol ya bersama mereka. Apa yang dipikirkan tentang keislaman selama ini, apa mereka Cuma dapat dari satu sumber atau berbagai sumber, motifasi utama apa. Kami ngin memastikan apakah teman-teman punya perspektif berbeda," jelasnya. [Wita Ayodhyaputri]

Terbaru
Politik Patronase: Bagi-bagi Jatah Jabatan Relawan Prabowo-Gibran
polemik

Politik Patronase: Bagi-bagi Jatah Jabatan Relawan Prabowo-Gibran

Jum'at, 20 September 2024 | 17:35 WIB

"Memang karakter dalam masyarakat kita, dalam politik pemerintahan itu kan karakter patronase, patron klien," kata Indaru.

30 Hari Jelang Pelantikan Prabowo, Relawan 'Minta' Proyek Makan Bergizi Gratis polemik

30 Hari Jelang Pelantikan Prabowo, Relawan 'Minta' Proyek Makan Bergizi Gratis

Jum'at, 20 September 2024 | 14:27 WIB

"Artinya (kami) tetap dibutuhkan, suka-tidak suka," kata Panel.

Di Balik Kepulan Asap: Siapa Raup Untung dari PLTU Baru Suralaya? polemik

Di Balik Kepulan Asap: Siapa Raup Untung dari PLTU Baru Suralaya?

Kamis, 19 September 2024 | 20:06 WIB

Data Kementerian ESDM akhir 2023 menunjukkan oversupply listrik di grid Jawa-Bali mencapai 4 gigawatt. Artinya, keberadaan PLTU baru sebenarnya tidak terlalu mendesak.

Cuma Heboh di Dunia Maya, Ada Apa di Balik Skenario Fufufafa? polemik

Cuma Heboh di Dunia Maya, Ada Apa di Balik Skenario Fufufafa?

Kamis, 19 September 2024 | 08:29 WIB

Apa yang terjadi pada isu Fufufafa sudah bukan lagi echo chamber. Perbincangan isu Fufufafa sudah crossed platform media sosial and crossed cluster.

Polemik Akun Fufufafa: Fakta Kabur yang Menciptakan Kebingungan Publik polemik

Polemik Akun Fufufafa: Fakta Kabur yang Menciptakan Kebingungan Publik

Selasa, 17 September 2024 | 20:10 WIB

Kecurigaan mengenai Gibran sebagai pemilik akun Fufufafa bermula dari postingan seorang netizen

Perilaku Kejahatan Anak Makin Liar: Gejala Anomie yang Tak Cukup Diselesaikan Lewat Penjara polemik

Perilaku Kejahatan Anak Makin Liar: Gejala Anomie yang Tak Cukup Diselesaikan Lewat Penjara

Sabtu, 14 September 2024 | 20:09 WIB

Kondisi anomie acap kali menyertai setiap perubahan sosial di masyarakat.

Kasus Nyoman Sukena: Peringatan Darurat Pelestarian Landak Jawa polemik

Kasus Nyoman Sukena: Peringatan Darurat Pelestarian Landak Jawa

Jum'at, 13 September 2024 | 20:20 WIB

Dengan penuh kasih sayang, Nyoman Sukena memelihara dua ekor Landak Jawa itu