Suara.com - Sebuah skandal besar di sektor sumber daya alam berakhir antiklimaks. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi izin tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Namun, bukan hanya penghentian kasusnya yang memicu polemik, melainkan "keheningan" KPK yang baru mengungkap keputusan ini setahun setelah surat perintah diterbitkan.
Drama 8 Tahun yang Berujung Buntu
Kasus yang menyeret mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman (ASW), ini sejatinya telah dibuka sejak 2017. Aswad dituding menerima suap Rp13 miliar dari 17 perusahaan tambang sebagai imbalan izin eksploitasi nikel.
Tak main-main, KPK kala itu menaksir kerugian negara mencapai angka fantastis: Rp2,7 triliun.
Namun 'gajah' di pelupuk mata itu kini raib. Pada Desember 2024, KPK diam-diam menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Anehnya, publik baru diberi tahu pada akhir Desember 2025—tepat satu tahun setelah keputusan itu diambil.
Dalih KPK Bukti Tak Cukup dan Daluwarsa
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pasang badan mengenai keputusan tersebut. Ia berdalih bahwa langkah ini sudah sesuai prosedur karena sulitnya membuktikan pelanggaran Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Masalah utama terletak pada penghitungan kerugian negara yang menemui jalan buntu.
“Terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” kata Budi kepada wartawan, Senin (29/12/2025).

Selain itu, faktor usia perkara yang sudah mencapai 16 tahun (kejadian tahun 2009) membuat kasus suap ini dianggap kedaluwarsa secara hukum.
Budi menegaskan keputusan ini murni masalah teknis, bukan tekanan luar.
“KPK pastikan tidak ada intervensi dari pihak manapun. Penerbitan SP3 ini murni pertimbangan teknis dalam proses penyidikannya, yakni penghitungan kerugian keuangan negara yang tidak bisa dilakukan oleh auditor,” ujar Budi kepada Suara.com.
Ia pun menambahkan, “Namun tentu dalam proses hukumnya, harus tetap berdasarkan alat bukti.”
Aroma Intervensi dan Kritik Tajam Eks Penyidik
Langkah "menyerah" KPK ini langsung dihujani kritik pedas dari para mantan punggawa lembaga antirasuah tersebut.
Novel Baswedan, mantan penyidik senior KPK, menilai kewenangan SP3 yang diberikan UU Nomor 19 Tahun 2019 justru menjadi celah bagi kekuatan luar untuk masuk.
“Dengan adanya kewenangan SP3, maka KPK mudah terintervensi dalam penanganan perkaranya,” kritik Novel.
Ia juga menambahkan kekhawatirannya, “Belum lagi dengan kewenangan SP3, KPK bisa saja tidak berhati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.”
Nada serupa datang dari Yudi Purnomo Harahap. Ia mempertanyakan mengapa kasus yang sudah memiliki tersangka dan alat bukti kuat di awal justru tidak diperjuangkan di meja hijau.
“Lah waktu itu naik dari penyelidikan ke penyidikan bagaimana? Apalagi kan sudah ada tersangka juga dan tentu dua alat bukti sudah ditemukan. Jadi kenapa nggak bertarung saja di pengadilan dibanding mengeluarkan SP3,” cecar Yudi.
Ia menuntut transparansi penuh, “Tanpa transparansi dan akuntabilitas terkait SP3 tersebut, maka kecurigaan dari masyarakat kepada KPK akan meninggi.”

Pelemasan Sistemik dan Pertanyaan Besar
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, melihat fenomena ini sebagai bukti nyata pelemahan KPK pasca-revisi UU.
ICW menyoroti keganjilan waktu pengumuman SP3 yang molor satu tahun, padahal aturan mewajibkan pelaporan ke Dewas maksimal 14 hari.
“ICW sejak awal mengkritisi kewenangan KPK menerbitkan SP3 karena rawan disalahgunakan. Penghentian perkara berpotensi tidak lagi berbasis penilaian objektif, tetapi subjektif, dan sulit ditagih akuntabilitasnya oleh publik,” tegas Wana.
Wana pun mendesak KPK menjelaskan detail perkara mana yang dihentikan.
“SP3 ini untuk perkara yang mana? Apakah terkait kerugian keuangan negara atau perkara suap? KPK wajib menjelaskan secara terang,” pungkasnya.
Kini, publik hanya bisa bertanya-tanya: apakah dugaan kerugian Rp2,7 triliun dan kerusakan lingkungan di Konawe Utara akan benar-benar berlalu tanpa pertanggungjawaban hukum?
KPK memberi penjelasan soal penghentian kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin pengelolaan pertambangan nikel di Konawe Utara.
KPK hentikan kasus korupsi nikel Konawe Utara (2009) karena bukti tak cukup, sulit hitung kerugian negara, & daluwarsa suap. SP3 terbitkan demi kepastian hukum.
Saat itu, koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun sudah berjalan untuk memfinalisasi angka kerugian negara.
ICW mempertanyakan pernyataan KPK mengenai SP3 yang dikeluarkan pada Desember 2024.
Kemungkinan besar UMP Aceh tetap menggunakan angka tahun 2025.
polemik
Jakarta darurat lahan makam. Dengan rata-rata 100 jenazah per hari, 69 dari 80 TPU telah penuh
nonfiksi
Warga Gampong Kubu, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, Aceh, kesulitan air bersih. Mereka bingung untuk BAB. Air lumpur pun dikonsumsi.
polemik
Sinar kebintangan Ridwan Kamil benar-benar sirna, terjerat pusaran korupsi BJB, dihantam isu perselingkuhan, hingga kini menghadapi gugatan cerai dari Atalia Praratya
polemik
Permintaan tempat duduk yang berujung makian.
polemik
Beberapa pakar hukum menilai Perpol 10/2025 yang izinkan polisi aktif jabat di pos sipil sebagai pembangkangan konstitusi, hingga pemerintah menerbitkan PP
nonfiksi
Ribuan warga kini terjebak dalam isolasi yang mencekik. Sekantong beras harus ditebus dengan perjalanan maut sehari semalam.