Suara.com - Sebuah pertanyaan tajam memecah suasana diskusi di Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa (16/12/2025). Di hadapan Mahfud MD, seorang jurnalis menanyakan pandangan hukumnya terhadap Peraturan Kapolri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang baru saja terbit dan menuai polemik.
Dengan rekam jejaknya sebagai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), jawaban Mahfud bukan sekadar opini, melainkan sebuah vonis hukum yang ditunggu publik. Dengan tenang, ia memberikan jawaban yang menusuk.
"Saya yang pertama kali bicara bahwa Perpol No. 10/2025 itu bertentangan dengan konstitusi," ucapnya saat itu.
Ia lalu melontarkan pernyataan yang lebih keras, menegaskan betapa seriusnya persoalan ini.
"Bahkan, saya memakai istilah yang lebih tegas, adalah pembangkangan terhadap konstitusi, pembangkangan terhadap hukum," tegasnya.
Pernyataan Mahfud menjadi puncak polemik Perpol 10/2025 yang terbit tak lama setelah Putusan MK secara tegas melarang polisi aktif menjabat di luar institusi.
Insiden ini membuka pertanyaan, seberapa kuat sebuah Peraturan Kapolri? Dan bisakah ia dibatalkan jika menabrak aturan yang lebih tinggi?
Aturan Polisi di Timbangan Hukum: Apa Itu Perpol?
Untuk memahaminya, kita perlu melihat posisi Perpol dalam "piramida" hukum di Indonesia. Dalam sistem hukum kita, peraturan disusun secara berjenjang atau hierarki.
Puncaknya adalah UUD 1945, diikuti Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), hingga aturan teknis seperti Peraturan Menteri (Permen) dan Perpol yang berada di tingkat bawah.
Prinsipnya sederhana, aturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona, menjelaskannya dengan asas hukum yang mendasar.
"Lex Superior Derogat Legi Inferiori itu artinya peraturan yang lebih tinggi bisa mengesampingkan peraturan yang lebih rendah," jelas Yance kepada Suara.com, Selasa (23/12/2025).
Dalam hierarki ini, Perpol adalah aturan teknis yang berfungsi sebagai "buku panduan" internal bagi anggota Polri dalam menjalankan tugas. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sendiri menegaskan lingkup terbatas dari Perpol.
"Karena memang kami hanya bisa membuat Perpol yang hanya bisa mengatur tentang kepolisian," ujarnya.
Saat Aturan Internal Melampaui Batas
Masalah muncul ketika isi Perpol No. 10 Tahun 2025 dinilai melampaui batas. Peraturan ini mengizinkan anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di 17 kementerian dan lembaga sipil. Di sinilah "tabrakan" hukum terjadi.
Perpol ini dianggap bertentangan langsung dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 114/PUU-XXIII/2025, yang secara final dan mengikat melarang polisi aktif menjabat di luar institusi kecuali mereka pensiun atau mengundurkan diri.
Menurut Yance, Perpol ini telah melampaui wewenangnya.
"Itu membuat Perpol yang harusnya menjadi peraturan yang bersifat internal, kemudian melampaui wewenangnya untuk mengatur hal yang bersifat eksternal," terangnya.
Dua Wasit Penjaga Konstitusi: Peran MK dan MA
Dalam negara hukum, ada dua "wasit" utama yang memastikan tidak ada aturan yang saling bertabrakan, mereka adalah Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).
1. Mahkamah Konstitusi (MK): Pengawal UUD 1945
MK bertugas menguji apakah sebuah Undang-Undang (UU) bertentangan dengan UUD 1945. Meski tidak mengadili Perpol secara langsung, putusan MK memiliki efek domino.
Ketika MK memutuskan sebuah pasal dalam UU Kepolisian tidak berlaku (seperti dalam Putusan 114), maka semua aturan turunan di bawahnya, termasuk Perpol, yang bersumber dari pasal itu otomatis menjadi cacat hukum dan harus diubah.
2. Mahkamah Agung (MA): Pengawas Aturan di Bawah UU
Inilah lembaga yang berwenang melakukan judicial review atau uji materiil terhadap peraturan di bawah UU, termasuk Perpol.
Jika ada pihak yang merasa isi Perpol 10/2025 bertentangan dengan UU Kepolisian, mereka bisa menggugatnya ke MA untuk dibatalkan.
"MA itu punya kewenangan JR. Menguji peraturan di bawah UU terhadap UUD. Kalau ada yang mengatakan perpol bertentangan dengan UU, itu bawa ke MA," jelas Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie.
Solusi 'Ganti Baju' atau Koreksi Total?
Menghadapi polemik ini, pemerintah mengumumkan akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menggantikan Perpol 10/2025, yang ditargetkan selesai akhir Januari 2026. Langkah ini disebut sebagai jalan tengah untuk mengakhiri polemik.
Namun, Yance Arizona memberikan catatan kritis. Ia khawatir langkah ini hanyalah upaya "ganti baju" untuk melegitimasi kebijakan yang sejak awal keliru.
"Ini sama saja menjustifikasi tindakan yang sewenang-wenang. Jadi itu yang kami sayangkan," katanya.
Menurutnya, solusi yang sesungguhnya bukanlah sekadar menaikkan level aturan dari Perpol ke PP, melainkan melakukan koreksi total dengan meminta Kapolri mencabut Perpol tersebut dan, jika perlu, merevisi Undang-Undang di level parlemen.
"Harusnya kalau kita mau mereformasi kepolisian, ya ini salah, harusnya minta Kapolri untuk mencabut itu Perpol," ujarnya.
Mengapa Hierarki Ini Penting Bagi Kita?
Kepatuhan pada hierarki hukum bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi negara hukum. Ini menjamin setiap tindakan aparat negara memiliki dasar yang sah dan terukur.
Jika aturan yang lebih rendah dibiarkan menabrak konstitusi, dampaknya bisa meluas. Seperti yang diwanti-wanti Yance, jika pejabat inkonstitusional dibiarkan menduduki jabatan sipil, "implikasinya adalah pada produk kebijakan yang dibuat oleh mereka," yang berpotensi menjadi tidak sah dan menciptakan ketidakpastian hukum.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru yang memberikan kepastian hukum dan menjadi benteng perlindungan bagi Perpol 10/2025
Penetapan tersangka tersebut dikonfirmasi langsung oleh Mabes Polri pada Senin (22/12/2025).
Bareskrim Polri resmi menetapkan Wagub Bangka Belitung Hellyana sebagai tersangka kasus dugaan ijazah palsu
Langkah Presiden Prabowo dinilai strategis, memberikan kepastian hukum dan menjadi tonggak reformasi Polri yang berkelanjutan
Ribuan warga kini terjebak dalam isolasi yang mencekik. Sekantong beras harus ditebus dengan perjalanan maut sehari semalam.
polemik
Tindakan pembubaran ini ilegal dan masuk kategori kejahatan yang menghalang-halangi kebebasan berekspresi.
nonfiksi
Tiga pekan pasca-banjir Aceh, Gampong Dayah Husein masih terkubur lumpur. Di antara derit sumur tua dan padamnya listrik, warga lebih memilih membersihkan musala
nonfiksi
Pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran utama adalah bukti ketajaman mata Reza Rahadian sebagai sutradara.
nonfiksi
Deway, mahasiswa Kalbar di Jogja, belajar menenangkan kecemasan dan menemukan rumah di kota asing.
nonfiksi
Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.
nonfiksi
Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.