Sumur Terakhir dan Bagaimana Mukhlis Mencari Tuhan Seusai Banjir Aceh
Home > Detail

Sumur Terakhir dan Bagaimana Mukhlis Mencari Tuhan Seusai Banjir Aceh

Reza Gunadha

Jum'at, 19 Desember 2025 | 20:04 WIB

Suara.com - Banjir bandang Sumatra 2025 menyisakan dua juta jiwa terdampak dan jutaan kubik lumpur yang membeku di rumah warga. Di Gampong Dayah Husen, Pidie Jaya, akses masih lumpuh dan bantuan masih jauh di cakrawala.

DERIT KATROL sumur tua di halaman musala Gampong Dayah Husen, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, menjadi satu-satunya melodi yang memecah kesunyian malam. 

Senin 15 Desember 2025. Jam menunjukkan pukul 19.39 WIB. Listrik masih padam. Malam tidak lagi menyisakan aroma tanah basah yang menenangkan. 

Sejak tiga pekan lalu, yang tertinggal pada gampong hanyalah bau anyir lumpur pekat nan mematikan gerak kehidupan.

Mirza, pemuda bersarung, sempat berdiri mematung di halaman musala yang masih berselimut kerak tanah. Lantas, tangannya yang kasar memegang tali timba, menarik air perlahan-lahan.

Perigi musala adalah satu-satunya sumber air yang tersisa di gampong, setelah banjir bandang melumat Sumatera. 

Airnya tidak bening betul, tapi cukup untuk meluruhkan lumpur yang sempat menutupi separuh tubuhnya saat ia bekerja siang tadi.

“Sumur ini baru bisa dipakai saat hari ketiga,” kata pemuda yang belum genap berusia tiga puluh tahun itu kepada saya.

Mirza saat mandi membersihkan diri di sumur halaman Musala Gampong Dayah Husein, Meurah Dua, Pidie Jaya, Senin (15/12/2025) malam. [Suara.com/Iskandar]
Mirza saat mandi membersihkan diri di sumur halaman Musala Gampong Dayah Husein, Meurah Dua, Pidie Jaya, Senin (15/12/2025) malam. [Suara.com/Iskandar]

Ia berbicara sambil mengatur napas, "Airnya harus kami kuras berulang kali supaya bersih."

Tubuhnya, yang beberapa jam lalu masih berjibaku dengan timbunan material banjir, kini ia basuh perlahan. 

Air dari sumur sedalam lima meter itu jatuh menderas, seolah mencoba meluruhkan bukan hanya kotoran, tapi juga trauma yang mengendap.

Bagi warga Gampong Dayah Husen di Kecamatan Meurah Dua, sumur itu bukan sekadar lubang di tanah. Ia adalah simbol pertahanan terakhir. 

Ketika banjir bandang pada 26 November 2025 melumat habis tiga provinsi di Sumatera—mengirimkan gelombang lumpur dan kayu ke 18 kabupaten di Aceh saja—Dayah Husen seperti terkubur hidup-hidup. 

Hampir dua juta jiwa di Aceh terdampak, namun di sini, angka-angka itu menjelma menjadi wajah-wajah lelah yang mengantre air bersih di bawah temaram lampu musala.

Mirza, warga Gampong Dayah Husein, Meurah Dua, Pidie Jaya, saat ditemui Suara.com, Senin (15/12/2025) malam. [Suara.com/Iskandar]
Mirza, warga Gampong Dayah Husein, Meurah Dua, Pidie Jaya, saat ditemui Suara.com, Senin (15/12/2025) malam. [Suara.com/Iskandar]

Penjara lumpur

KEHIDUPAN di gampong kini berpusat di pekarangan pondok bersalin desa (Polindes).  Di sana berdiri posko darurat, dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang tampak asing karena tertutup lumpur.

Bagi masyarakat Aceh, banjir adalah tamu tahunan. Namun, petandang kali ini berbeda. Ia datang dengan amarah, membawa gelondongan kayu dan jutaan kubik lumpur yang kini membeku di dalam ruang tamu warga. 

Hanya dua rumah yang selamat di seluruh gampong. Keduanya adalah rumah panggung berlantai dua, yang bagian atasnya luput dari jangkauan air.

“Selain dua rumah itu, habis semua.”

Lumpur adalah persoalan yang pelik. Ia bukan sekadar kotoran yang bisa disapu. Ketebalannya di luar rumah, seringkali lebih tinggi daripada di dalam ruangan. 

Mukhlis, warga Gampong Dayah Husein, Meurah Dua, Pidie Jaya, saat menunjukkan kondisi rumahnya yang terkubur lumpur, Senin (15/12/2025) malam. [Suara.com/Iskandar]
Mukhlis, warga Gampong Dayah Husein, Meurah Dua, Pidie Jaya, saat menunjukkan kondisi rumahnya yang terkubur lumpur, Senin (15/12/2025) malam. [Suara.com/Iskandar]

Perihal ini, menciptakan jebakan mekanis yang menyulitkan warga untuk sekadar menyelamatkan perabotan yang tersisa.

Lanyau kini telah menjadi penjara bagi Mukhlis, lelaki berusia tiga puluh tahun yang juga tinggal di sana. 

Ia menatap nanar ke arah pintu rumahnya yang tersumbat, menunjukkan kepada saya betapa mustahilnya pekerjaan membersihkan rumah secara mandiri.

Ada ironi yang menyesakkan dada. Ia ingin membersihkan bagian dalam rumah, tapi gundukan lumpur di halaman justru jauh lebih tinggi. 

“Kalau mau dikeluarkan barang ini, mau bagaimana? Di luar lebih tinggi lagi lumpurnya,” keluh Mukhlis. 

Kalimatnya pendek, namun menggambarkan kebuntuan yang nyata. Membersihkan rumah secara mandiri kini tampak seperti upaya sia-sia melawan raksasa.

Akses jalan masih lumpuh. Rumah-rumah belum layak huni. Sinyal internet hanya muncul sesekali di layar handphone, seolah-olah dunia digital pun enggan singgah di tempat yang porak-poranda ini. 

Suara yang paling dominan di malam hari adalah deru mesin genset, yang menjadi jantung bagi aktivitas memasak dan penerangan seadanya.

Namun, di tengah segala keterbatasan fisik, Mukhlis justru mengkhawatirkan hal lain: kebutuhan spiritual. Baginya, pemulihan lingkungan bukan sekadar soal jalan yang bersih atau bantuan logistik.

"Saya pribadi, Alquran dan musala harus bersih dulu,” kata Mukhlis.

“Kenapa begitu,” tanya saya.

“Saya ingin mengaji.”

Dari titik nol

Kamis 18 Desember 2025, kabar mengenai masa depan warga terdampak mulai berembus dari Banda Aceh. 

Pemerintah Aceh memberikan instruksi kepada kabupaten dan kota untuk menyiapkan lahan relokasi.

Muzakir Manaf, Gubernur Aceh yang akrab disapa Mualem, melalui Juru Bicara Muhammad MTA, meminta bupati dan wali kota segera mengidentifikasi lahan siap bangun seluas satu hingga dua hektare per titik lokasi. 

Di atas lahan itulah, pemerintah pusat berencana membangun hunian sementara alias huntara dan juga hunian tetap.

"Dalam satu hektare lahan diperkirakan dapat dibangun sekitar 20 barak Huntara," jelas MTA. 

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem (kanan) didampingi Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA (kiri) saat dijumpai di depan Gedung Kantor Gubernur, Kota Banda Aceh. [Suara.com/Iskandar]
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem (kanan) didampingi Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA (kiri) saat dijumpai di depan Gedung Kantor Gubernur, Kota Banda Aceh. [Suara.com/Iskandar]

Setiap barak direncanakan berukuran 40 x 6 meter, lengkap dengan fasilitas pendukung seperti MCK dan dapur umum. Seluruh biayanya akan ditanggung oleh anggaran pusat.

Empat kabupaten—Aceh Utara, Nagan Raya, Pidie, dan Bener Meriah—dikabarkan sudah mengusulkan lokasi. 

Tapi, bagi warga di Dayah Husen, janji pembangunan huntara itu masih terasa jauh di cakrawala. Realitas mereka hari ini masihlah lumpur setinggi betis dan antrean air di sumur tua.

Malam itu, Mirza menyelesaikan mandinya. Ia kembali mengenakan sarungnya yang mulai kering. 

Dari kejauhan, lampu dari genset berkedip pelan. Warga Dayah Husen masih bertahan, menjaga harapan-harapan sederhana agar lingkungan mereka segera bersih, agar mereka bisa kembali memulai ulang hidup yang sempat terhenti oleh bah.

Mereka tidak meminta banyak. Mereka hanya ingin kembali melihat musala yang bersih, membuka lembaran Alquran, dan meyakinkan diri bahwa Tuhan tidak meninggalkan mereka di tengah lanyau ini.  [Iskandar]


Terkait

Kemenhut Mulai Verifikasi Kayu Gelondongan Bencana Sumatera
Jum'at, 19 Desember 2025 | 18:28 WIB

Kemenhut Mulai Verifikasi Kayu Gelondongan Bencana Sumatera

Kemenhut telah mengirim tim verifikasi dan membentuk tim investigasi gabungan bersama Polri untuk menelusuri asal-usul kayu gelondongan yang ditemukan pascabencana Sumatera

UMKM Terdampak Banjir Sumatera Dapat Klaim Asuransi untuk Pemulihan Usaha
Jum'at, 19 Desember 2025 | 17:48 WIB

UMKM Terdampak Banjir Sumatera Dapat Klaim Asuransi untuk Pemulihan Usaha

Askrindo bayar klaim Rp 105 juta ke UMKM korban banjir via Asuransi Mikro Usahaku. Juga ada trauma healing untuk anak terdampak.

Danantara Bangun 15.000 Hunian Sementara untuk Korban Banjir Sumatera
Jum'at, 19 Desember 2025 | 17:12 WIB

Danantara Bangun 15.000 Hunian Sementara untuk Korban Banjir Sumatera

COO BPI Danantara bangun 15.000 Huntara, kerahkan relawan dan truk bantuan pascabencana. BUMN wajib hadir bantu rakyat. Layanan dasar tetap operasi.

Pesan Seskab Teddy: Kalau Niat Bantu Harus Ikhlas, Jangan Menggiring Seolah Pemerintah Tidak Kerja
Jum'at, 19 Desember 2025 | 16:28 WIB

Pesan Seskab Teddy: Kalau Niat Bantu Harus Ikhlas, Jangan Menggiring Seolah Pemerintah Tidak Kerja

Sekretaris Kabinet ajak masyarakat dukung penanganan bencana Aceh & Sumbar. Ia minta bantuan ikhlas & laporkan jika ada korban tak terjangkau. Hindari opini negatif.

Terbaru
Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis
nonfiksi

Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis

Sabtu, 08 November 2025 | 08:00 WIB

Pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran utama adalah bukti ketajaman mata Reza Rahadian sebagai sutradara.

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja nonfiksi

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja

Jum'at, 07 November 2025 | 19:50 WIB

Deway, mahasiswa Kalbar di Jogja, belajar menenangkan kecemasan dan menemukan rumah di kota asing.

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

×
Zoomed