Reformasi Kebijakan Narkotika Mendesak: Saat Perempuan Terus Dieksploitasi
Home > Detail

Reformasi Kebijakan Narkotika Mendesak: Saat Perempuan Terus Dieksploitasi

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Rabu, 25 Juni 2025 | 08:19 WIB

Suara.com - PRAKTIK peredaran narkotika semakin banyak melibatkan perempuan dan ibu rumah tangga. Fenomena itu bukan sebatas persoalan moral. Tetapi menyimpan kenyataannya yang lebih kompleks dan sistemik.

Peneliti Kebijakan Narkotika dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Girlie L.A Ginting menyebut perempuan yang terlibat dalam peredaran narkotika umumnya menghadapi tekanan struktural serius. Kondisi itu membuat mereka rentan untuk dimanfaatkan oleh jaringan narkotika.

“ICJR telah lama menyoroti tingginya kerentanan perempuan, khususnya dalam konteks keterlibatan mereka dalam jaringan peredaran narkotika,” kata Girlie kepada Suara.com, Selasa, 24 Juni 2025.

Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Direktur Bea dan Cukai sepanjang April-Juni 2025 menangkap 285 tersangka terkait peredaran narkotika. Di mana 29 di antaranya merupakan perempuan. Keterlibatan perempuan yang semakin meningkat dalam peredaran narkotika itu turut menjadi perhatian BNN.

Kepala BNN Komisaris Jenderal Marthinus Hukom mengungkap jaringan pengedar narkotika dengan sengaja menjadikan perempuan sebagai kurir karena dinilai relatif tidak menimbulkan kecurigaan petugas.

Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali menunjukkan dua orang WNA asal Thailand dan dua WNI terlibat jaringan narkoba Thailand-Bali saat konferensi pers di Denpasar, Bali, Selasa (17/9/2024). ANTARA/Rolandus Nampu)
Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali menangkap sindikat narkoba yang melibatkan perempuan. (Antara/Rolandus Nampu)

Dalam satu kasus yang ditemui BNN, para perempuan yang dijadikan kurir bahkan nekat menyembunyikan narkoba di alat kelamin untuk mengelabui petugas. Marthinus menilai itu sebagai bentuk kelicikan para sindikat narkotika dalam memperdaya perempuan.

“Kami sangat prihatin dengan keterlibatan perempuan, khususnya ibu rumah tangga, dalam jaringan narkotika. Sindikat tidak ragu mengeksploitasi perempuan untuk menyelundupkan narkoba lintas wilayah dengan cara-cara yang melanggar norma kesusilaan,” tutur Martinus saat jumpa pers di Kantor Pusat Bea dan Cukai, Jakarta, Senin, 23 Juni 2025.

Saat ini BNN tengah mendalami lebih lanjut terkait fenomena di balik keterlibatan perempuan dalam peredaran narkotika. Salah satunya untuk melihat kedudukan perempuan sebagai pelaku atau korban.

Sementara Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyebut perempuan menjadi sasaran sindikat jaringan pengedar narkotika karena kerentanan secara sosial dan ekonomi. Sehingga ia meminta agar proses hukum terhadap pelaku perempuan dalam peredaran narkotika menggunakan pendekatan perspektif gender.

Perempuan yang terjerat peredaran narkoba sudah semestinya tidak diperlakukan semata-mata sebagai pelaku, tetapi juga korban dari sistem yang tidak berpihak.

“Negara harus hadir melindungi mereka yang lemah, bukan malah menghukumnya tanpa keadilan yang berpihak,” ujarnya.

Reformasi Kebijakan

Girlie memberikan pandangan serupa sebagaimana disampaikan Menteri PPPA. Berdasar hasil pemantau ICJR, ia menyebut perempuan yang menjadi kurir narkotika seringkali merupakan korban dari kondisi sosial dan ekonomi. Namun sayangnya, sistem hukum yang berjalan selama ini justru cenderung mengabaikan konteks kerentanan perempuan tersebut dan menghukum mereka secara penuh.

Sejumlah tersangka kurir pengedar narkotika digiring petugas di Kantor Bea Cukai Makassar, Kompleks Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (21/6/2025) [Suara.com/ANTARA]
Sejumlah perempuan menjadi kurir narkotika ditangkap petugas Bea Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (21/6/2025) [Suara.com/Antara]

“Sehingga perempuan menghadapi reviktimisasi dari eksploitasi jaringan dan ketidakadilan dalam proses peradilan. Penghukuman tersebut selalu terlegitimasi di bawah jargon usang; perang terhadap narkotika,” jelasnya.

Menurut Girlie reformasi kebijakan narkotika menjadi langkah mendesak yang perlu dengan segera dilakukan pemerintah saat ini. Dekriminalisasi pengguna narkotika, harus menjadi pilar utama dalam perubahan ini, selain juga mengakui kerentanan perempuan sebagai faktor utama dalam keterlibatan mereka. Sehingga sistem hukum itu tidak lagi menghukum korban, melainkan memutus rantai eksploitasi yang terjadi akibat kebijakan yang keras dan tidak efektif.

“Negara tidak bisa terus mempertahankan kebijakan yang terbukti gagal yang justru memperluas pasar gelap dan menjerat kelompok rentan, termasuk perempuan,” ujarnya.

Koordinator Penanganan Kasus LBH Masyarakat (LBHM) Yosua Octavian alias Jojo juga berpendapat demikian. Ia menilai sistem hukum saat ini cenderung menyederhanakan persoalan narkotika ke dalam rumus kaku, mengabaikan konteks sosial dan struktural yang membuat seseorang, terutama perempuan, terjerat sebagai kurir narkotika.

“Menjadi kurir memang punya konsekuensi hukum. Tapi yang keliru, mereka ditangkap, dihukum, dan dianggap selesai. Padahal mereka bisa diposisikan sebagai justice collaborator untuk membongkar jaringan. Namun, saya belum pernah melihat hal itu diterapkan,” kata Yosua kepada Suara.com.

Jojo menyebut keterlibatan perempuan dalam peredaran narkotika kerap berangkat dari relasi yang tidak setara dan tekanan ekonomi yang akut. Banyak dari mereka adalah ibu tunggal atau kepala keluarga yang terpaksa mengambil risiko besar demi memenuhi kebutuhan dasar anak dan keluarga. Ketika tidak punya pilihan lain, mereka menjadi target jaringan narkotika yang menawarkan "bantuan" lalu menjebak mereka ke dalam peran ilegal.

Yosua mencontohkan kasus Merry Utami dan Mary Jane Veloso—dua perempuan yang menurutnya menjadi simbol kegagalan sistem hukum memahami konteks eksploitasi dan perdagangan orang dalam kasus narkotika.

Dalam beberapa kasus bahkan, kata Jojo, tak sedikit dari perempuan yang terlibat dalam peredaran narkotika terpaksa mengikuti permintaan jaringan narkotika karena diancam dibunuh hingga keluarganya dicelakakan.

“Ini lah menjadi pokok persoalannya mengapa perempuan berada dalam pusar peredaran narkotika,” ungkapnya.

Jojo menyebut posisi laki-laki juga bukan serta-merta lebih aman dibanding perempuan. Sebab pada pokoknya hal ini bisa kena kepada semua. Apalagi jika mereka berasal dari ekonomi rendah, pendidikan rendah, dan ketidaktahuan akan hukum.

“Lalu, apa yang disebut keberhasilan penegak hukum ketika menghukum orang-orang seperti itu?” tuturnya.


Terkait

Tampil Percaya Diri Bak Wanita Karier, Ini 5 Rekomendasi Jam Tangan Perempuan Desain Elegan
Selasa, 24 Juni 2025 | 18:57 WIB

Tampil Percaya Diri Bak Wanita Karier, Ini 5 Rekomendasi Jam Tangan Perempuan Desain Elegan

5 rekomendasi jam tangan perempuan yang mencerminkan aura elegan dan percaya diri ala wanita karier.

Kena Omel saat Lagi Nge-Fly Narkoba, Cucu Durhaka Ini Injak-injak Neneknya hingga Tewas
Selasa, 24 Juni 2025 | 14:52 WIB

Kena Omel saat Lagi Nge-Fly Narkoba, Cucu Durhaka Ini Injak-injak Neneknya hingga Tewas

"...kemudian menginjak kepala korban dengan tumit hingga akhirnya si nenek meninggal dunia."

Sindikat Narkoba Kian Sasar Perempuan, Menteri PPPA: Ancaman Serius Bagi Keluarga dan Anak
Selasa, 24 Juni 2025 | 11:46 WIB

Sindikat Narkoba Kian Sasar Perempuan, Menteri PPPA: Ancaman Serius Bagi Keluarga dan Anak

Arifah mengatakan sebagian dari perempuan tersebut tidak hanya dijadikan kurir, namun juga terlibat aktif dalam operasional sindikat.

Terbaru
UMP Aceh Berpotensi Tak Naik untuk 2026, Bakal Tambah Beban Masyarakat Pascabencana?
polemik

UMP Aceh Berpotensi Tak Naik untuk 2026, Bakal Tambah Beban Masyarakat Pascabencana?

Minggu, 28 Desember 2025 | 06:26 WIB

Kemungkinan besar UMP Aceh tetap menggunakan angka tahun 2025.

Hidup Susah Mati Pun Susah, Jakarta Kehabisan Tanah untuk Berpulang polemik

Hidup Susah Mati Pun Susah, Jakarta Kehabisan Tanah untuk Berpulang

Jum'at, 26 Desember 2025 | 18:52 WIB

Jakarta darurat lahan makam. Dengan rata-rata 100 jenazah per hari, 69 dari 80 TPU telah penuh

Air Lumpur pun Diminum, Toilet Terakhir di Gampong Kubu Usai Banjir Aceh nonfiksi

Air Lumpur pun Diminum, Toilet Terakhir di Gampong Kubu Usai Banjir Aceh

Jum'at, 26 Desember 2025 | 16:46 WIB

Warga Gampong Kubu, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, Aceh, kesulitan air bersih. Mereka bingung untuk BAB. Air lumpur pun dikonsumsi.

Anatomi Kejatuhan Ridwan Kamil: Saat Politik, Uang dan Wanita Bersekongkol polemik

Anatomi Kejatuhan Ridwan Kamil: Saat Politik, Uang dan Wanita Bersekongkol

Rabu, 24 Desember 2025 | 19:06 WIB

Sinar kebintangan Ridwan Kamil benar-benar sirna, terjerat pusaran korupsi BJB, dihantam isu perselingkuhan, hingga kini menghadapi gugatan cerai dari Atalia Praratya

Drama Rebutan Kursi Transjakarta: Hak Penumpang Sakit Dibenturkan Etika Pada Lansia, Siapa Salah? polemik

Drama Rebutan Kursi Transjakarta: Hak Penumpang Sakit Dibenturkan Etika Pada Lansia, Siapa Salah?

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:06 WIB

Permintaan tempat duduk yang berujung makian.

Polemik Perpol 10/2025 Dalam Hierarki Hukum RI, Siapa Lebih Kuat? polemik

Polemik Perpol 10/2025 Dalam Hierarki Hukum RI, Siapa Lebih Kuat?

Selasa, 23 Desember 2025 | 16:52 WIB

Beberapa pakar hukum menilai Perpol 10/2025 yang izinkan polisi aktif jabat di pos sipil sebagai pembangkangan konstitusi, hingga pemerintah menerbitkan PP

Beras Seharga Nyawa, Warga Pedalaman Aceh Jalan Kaki Sehari Semalam untuk Makan nonfiksi

Beras Seharga Nyawa, Warga Pedalaman Aceh Jalan Kaki Sehari Semalam untuk Makan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:07 WIB

Ribuan warga kini terjebak dalam isolasi yang mencekik. Sekantong beras harus ditebus dengan perjalanan maut sehari semalam.

×
Zoomed