Suara.com - JAWA BARAT kembali menempati posisi teratas sebagai provinsi jumlah pinjaman online atau fintech peer-to-peer (P2P) lending terbesar nasional. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jawa Barat tercatat memiliki pinjaman aktif senilai Rp 20,23 triliun per Februari 2025. Angka itu sama dengan seperempat dari total pinjaman nasional sebesar Rp 80,07 triliun.
Tak hanya nilai pinjaman yang besar, terdapat pula kredit bermasalah. OJK mencatat pinjaman tertunggak di Jawa Barat lebih dari 90 hari sebesar 3,38 persen. Pinjaman aktif senilai Rp 20,23 triliun itu disalurkan ke lebih dari 6,44 juta rekening aktif.
Predikat Jawa Barat yang menjadi provinsi paling banyak menggunakan pinjaman online atau pinjol bukan hanya pada tahun ini saja. Pada Juni 2024, Jawa Barat juga menempati posisi pertama dengan nilai pinjaman aktif sebesar Rp16,5 triliun yang disalurkan ke 4,7 juta rekening aktif. Pun pada Juli 2023, dengan nilai pinjaman aktif sebesar Rp 13,8 triliun.
Dalam tiga tahun terakhir, terjadi peningkatan pinjaman aktif. Dari tahun 2023 senilai Rp 13,8 triliun, pada 2024 naik menjadi Rp 16,5 triliun, dan 2025 melonjak sebesar Rp 20,23 triliun.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan, tingginya penggunaan pinjol di Jawa Barat disebabkan banyak faktor. Yakni adaptasi dengan teknologi dan kebutuhan hidup yang meningkat, sedangkan kenaikan pendapatan stagnan.
"Pertumbuhan pendapatan di Jawa Barat rata-rata hanya naik Rp100 ribu per bulan di tahun 2024. Hanya naik sekitar 2,8 persen saja, turun dari 2023 yang naik sekitar 4 persen," kata Huda saat dihubungi Suara.com pada Jumat 20 Juni 2025.
Pertumbuhan pendapatan yang terbatas itu kemudian diperburuk dengan kebutuhan yang semakin meningkat. Alhasil, banyak masyarakat yang memanfaatkan pinjaman online. Termasuk pula anak muda, yang dikenal dengan istilah "Fear of Missing Out" atau takut ketinggalan dalam berbagai kegiatan konsumtif seperti menonton konser.
Pengajuan pinjol yang mudah juga menjadi salah satu faktor. Berbeda dengan bank yang aksesnya terbatas dan banyak persyaratan, sehingga pinjol menjadi alternatif.
Meningkatnya penggunaan pinjol di Jawa Barat turut dipengaruhi meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja atau PHK dalam beberapa waktu terakhir. Pada 2024 sebanyak 26.820 pekerja terdampak PHK.
Sementara, berdasarkan laporan BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Jawa Barat selama kuartal I 2025 atau Januari-Maret sebanyak 3.787 pekerja mengajukan klaim pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka itu sama dengan sepertiga jumlah pekerja yang melakukan klaim serupa sepanjang tahun 2024 sebanyak 9.768 pekerja.
"PHK yang marak menyebabkan pendapatan masyarakat ada yang hilang. Bukan hanya turun, tapi mereka kehilangan pendapatan. Bagaimana mereka memperoleh uang untuk membiayai kebutuhan? Ya larinya ke pinjaman alternatif seperti pinjaman daring," jelas Huda.
Kendati demikian, Huda menegaskan penggunaan pinjol tak selalu negatif bila digunakan untuk kebutuhan yang produktif. Keberadaan pinjol bisa membantu masyarakat yang aksesnya terbatas ke perbankan.
"Kalau kita berbicara lembaga yang mau menampung pembiayaan dari masyarakat unbanked, ya pinjaman daring menjadi prioritas utama mereka," ujar Huda.
"Perbankan mana mau membiayai masyarakat unbanked, pendapatan kurang, bahkan korban PHK. Jadi mereka masih bisa menyambung hidup, meskipun pasti akan berimplikasi terhadap kualitas pembiayaan yang kurang," sambungnya.
Faktor Sosial
Sementara sosiolog Universitas Gadjah Mada, A.B. Widyanta mengungkap sejumlah faktor sosial yang menyebabkan Jawa Barat menempati posisi tertinggi penggunaan pinjol. Di antaranya, Jawa Barat yang menjadi provinsi dengan penduduk terbanyak nasioal sebesar 50,35 juta jiwa berdasarkan data BPS 2024. Selain itu Jawa Barat juga menjadi salah satu provinsi tujuan urbanisasi.
Bersamaan dengan itu Jawa Barat juga termasuk provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi nasional. Populasi yang tinggi dan angka kemiskinan yang tinggi, kemudian dibarengi dengan dominasi penduduk yang bekerja di sektor informal. Setidaknya, proporsi pekerja informal di Jawa Barat mencapai 55,15 persen pada 2023 menurut data BPS.
"Kerja-kerja informal itu kan pekerjaan yang tidak menentu. Kerja-kerja itu berkaitan dengan kebutuhan ekonomi yang seringkali mereka menghadapi pengeluaran yang meningkat, tentu yang paling dekat adalah pinjam secara online," kata Widyanta kepada Suara.com.
Faktor pendukung selanjutnya, infrastruktur jaringan internet yang sudah sangat memadai di Jawa Barat, dibarengi pengajuan kredit yang mudah lewat pinjol. Dibanding bank pada umumnya, pengajuan kredit lebih mudah, seperti tidak harus menyertakan jaminan.
Kemudahan itu membuat akses terhadap pinjol menjadi lebih personal, tanpa harus banyak pertimbangan atau berkonsultasi dengan orang lain seperti anggota keluarga.
"Artinya ini kan sebuah problem yang menyasar kepada keputusan-keputusan yang sangat individual. Dan ini kan tidak terjangkau oleh kontrol negara lagi karena ini sudah keputusan orang-orang dewasa," jelas Widyanta.
Kemudian, kebiasan masyarakat yang konsumtif disebabkan fenomena flexing atau pamer kekayaan. Fenomena ini umumnya menyasar anak muda.
Hal ini berkesusaian dengan data yang dipaparkan OJK. Kelompok usia 19-34 tahun menjadi pengguna pinjol yang paling mendominasi secara nasional, yakni sebanyak 51,5 persen, dan juga menjadi penyumbangan terbanyak kredit macet.
Minim Literasi Digital
Infrastruktur internet yang memadai, kemudahan penggunaan pinjol, dan kebiasan hidup konsumtif tiga hal yang menjadi kritikan Widyanta. Hal itu menurutnya menunjukkan bahwa pembangunan Infrastruktur juga harus dibarengi dengan pembangunan sumber daya manusia, khususnya edukasi dunia digital.
Tingginya angka kredit macet disebabkan karena rendahnya literasi keuangan digital di tengah masyarakat.
"Artinya tentang praktik hidup di era digital. Masyarakat siber dan kultur digital hari ini jelas menunjukkan betapa semakin berbahayanya hidup di dalam kemajuan teknologi yang kita sendiri tidak pernah sadar bahwa teknologi itu kan sebetulnya hanya alat," katanya.
"Yang harus dibangun adalah manusianya dan bangsa ini lupa bahwa pembangunan dalam konteks kemajuan bangsa itu yang terutama. Dan pertama-tama harus diprioritaskan adalah pembangunan manusianya bukan pembangunan infrastruktur fisik," sambung Widyanta.
Widyanta tak menampik bahwa keberadaan pinjol bisa sangat membantu masyarakat, khususnya mereka yang tidak memiliki akses ke bank konvensional. Jika digunakan untuk kebutuhan produktif akan sangat membantu masyarakat.
Namun sebaliknya, penyalahgunaan pinjol bisa mengakibatkan berbagai persoalan. Seperti marak yang ditemui kasus bunuh diri karena terlilit pinjol, hingga KDRT dalam rumah tangga.
Karenanya, Widyanta menyebut persoalan ini menjadi tanggung jawab Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan OJK, khususnya meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Dedi yang sangat aktif di dunia digital harus menggunakan berbagai saluran media sosialnya mengedukasi masyarakat soal penggunaan pinjol.
Sementara OJK juga harus berperan aktif, khususnya menindak pinjol ilegal yang berkembang semakin pesat.
Dedi Mulyadi akhirnya bertemu dengan cucu Bupati Bekasi pertama yang mendoakannya satu periode.
Jika Anda belum menemukan fitur ini di aplikasi SeaBank, itu karena Anda belum masuk dalam daftar nasabah yang memenuhi kriteria seleksi SeaBank.
Kejadian bermula ketika Dedi Mulyadi, atau yang akrab disapa Kang Dedi (KDM), dengan sabar berjalan menembus kerumunan padat menuju panggung utama
Akar dari persoalan utama BUMN Karya adalah beban proyek-proyek yang secara finansial tidak layak, tetapi tetap dipaksakan melalui penugasan pemerintah.
Transfer pemain di liga-liga top Eropa, seperti Premier League atau Serie A Italia, bukanlah sekadar urusan jual beli antar klub.
Sejak awal, 28 Years Later tampil dengan gaya visual yang mencengangkan.
AI memiliki keterbatasan terkait aspek moral kemanusian, potensi bias dalam algoritma, serta kekhawatiran terhadap keamanan data dan privasi.
Vonis ini belum menunjukkan sikap keras terhadap korupsi di Indonesia.
Jadi sebenarnya Satgas Saber Pungli ini lahir dari kegagalan sistemik dalam penanganan korupsi kecil di birokrasi, jelas Zaenur.
"Pertanyaannya adalah apakah yang dilakukan oleh tiga kader PMII dengan membentangkan poster merupakan tindak pidana? Kami berpendapat bukan," tegas Andrie.