Suara.com - PRESIDEN Prabowo Subianto kembali menyindir kinerja Badan Usaha Milik Negara di sektor konstruksi atau BUMN Karya. Terbaru sindiran itu disampaikan Prabowo saat berpidato dalam acara penutupan International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta International Convention Center, pada Kamis, 12 Juni 2025.
Dalam pidatonya, Prabowo menyebut kinerja BUMN Karya jauh tertinggal dari perusahaan swasta dalam dan luar negeri. Bahkan, secara terang-terangan, presiden ke-8 RI itu memuji kinerja swasta di sektor konstruksi lebih modern, inovatif dan efisien dibandingkan BUMN Karya.
“Mereka juga dapat mencapai prestasi tepat waktu dengan menghemat anggaran yang besar,” ujar Prabowo.
Tak sekadar menyindir soal kinerja, Prabowo juga menyinggung BUMN Karya yang selama terlalu mengandalkan suntikan anggaran dari Kementerian Keuangan melalui skema penyertaan modal negara atau PMN. Kondisi itu dinilai Prabowo membuat BUMN Karya acap kali tak bekerja optimal dan efisien dalam menggarap proyek infrastruktur pemerintah lantaran merasa akan dibantu negara.
Sindiran Prabowo terhadap kinerja BUMN Karya bukan kali ini saja. Jauh sebelum itu tepatnya saat menghadiri acara Musyawarah Nasional Konsolidasi Persatuan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Hotel The Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, pada Kamis, 16 Januari lalu, Prabowo juga sempat menyampaikan hal serupa.
Di hadapan para pengusaha dalam negeri, Prabowo ketika menyampaikan akan memberikan peran lebih besar kepada perusahaan swasta untuk menggarap proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang selama ini dikerjakan BUMN Karya. Alasannya, karena perusahaan swasta dinilai lebih efisien, inovatif, dan berpengalaman.
“Nanti jalan tol, pelabuhan, bandara saya serahkan kepada swasta,” ujar Prabowo.
Mengapa Kinerja Swasta Lebih Baik?
Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Bakhrul Fikri menyebut kinerja swasta di sektor konstruksi saat ini memang jauh lebih modern dan efisien dibandingkan BUMN Karya. Namun, kondisi tersebut terjadi bukan tanpa sebab.
Fikri menilai pernyataan Prabowo yang membandingkan kinerja BUMN Karya dengan swasta, adalah pandangan yang terlalu menyederhanakan kompleksitas problem struktural yang selama ini membelit BUMN Karya.
“Pernyataan Presiden sebetulnya tidak sepenuhnya keliru. Tapi memang terkesan terlalu menyederhanakan realitas yang kompleks di lapangan,” jelas Fikri kepada Suara.com, Sabtu, 21 Juni 2025.
Fikri lantas mengungkap beberapa faktor mengapa perusahaan swasta di sektor konstruksi itu bisa lebih efisien dan modern. Salah satunya, kata dia, karena perusahaan swasta terbebas dari belenggu birokrasi dan fokus pada pengembalian investasi (ROI), bukan mandat pelayanan publik.
Selain itu, Fikri menyebut perusahaan swasta juga lebih gesit dalam mengadopsi teknologi rendah karbon, mengikuti tren global dekarbonisasi industri. Hal ini yang kemudian turut memberi mereka keunggulan kompetitif di pasar global dan menjamin keberlanjutan usaha dalam jangka panjang.
“Mereka bisa cepat ekspansi karena produknya sesuai dengan permintaan global yang mengarah pada barang rendah emisi karbon. Sementara BUMN Karya dibebani mandat ganda, termasuk proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang tidak selalu layak secara keekonomian,” bebernya.
Kondisi berbeda justru dialami BUMN Karya. Selama ini menurut Fikri BUMN Karya terlalu dibebani proyek-proyek negara yang tidak menguntungkan. Salah satu contohnya proyek kereta cepat Jakarta–Bandung.
“Banyak proyek PSN tidak punya multiplier effect yang jelas dan tidak viable untuk dikerjakan oleh BUMN yang sudah over-leverage,” ungkapnya.
Masalah krusial lainnya yang disorot Fikri adalah lemahnya tata kelola. Penempatan komisaris dan direksi yang bukan berasal dari kalangan profesional, melainkan titipan politik, memperparah kondisi. Mereka yang tidak memahami seluk-beluk industri konstruksi justru menduduki posisi strategis.
“Jabatan puncak yang seharusnya menyelesaikan masalah, malah diisi oleh orang yang tidak memiliki skill dan latar belakang bisnis yang sesuai. Ini menjadikan BUMN bukan sebagai alat pembangunan, tapi alat kekuasaan,” ujarnya.
Pandangan serupa disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad. Ia menyebut akar dari persoalan utama BUMN Karya adalah beban proyek-proyek yang secara finansial tidak layak, tetapi tetap dipaksakan melalui penugasan pemerintah.
Proyek seperti itu, kata Tauhid, tidak memberikan pemasukan yang memadai, sementara pengeluaran terus membengkak. Akibatnya, neraca keuangan BUMN Karya mengalami tekanan berat.
“Makanya BUMN Karya saat ini banyak yang berdarah-darah. Mereka tidak mampu bayar atau backup utang-utang mereka yang sangat besar,” ujar Tauhid kepada Suara.com.
Hingga kuartal I 2025 BUMN Karya mencatat kinerja keuangan yang negatif. Hal itu diketahui berdasar laporan keuangan beberapa perusahaan pelat merah di sektor konstruksi, seperti PT Pembangunan Perumahan atau PT PP (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
PT PP (Persero) Tbk misalnya hingga kuartal I 2025 tercatat memiliki utang sebesar Rp41,1 triliun. Kemudian, PT Adhi Karya (Persero) Tbk tercatat memiliki utang sebesar Rp24,8 triliun dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk utang Rp50,04 triliun. Sedangkan nilai utang tertinggi dimiliki oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk yang tercatat mencapai Rp68,1 triliun.
Tauhid menilai sindiran Prabowo terhadap kinerja BUMN Karya harus menjadi momentum perbaikan. Ia mendorong langkah cepat berupa konsolidasi struktural dan efisiensi kelembagaan.
Hal ini penting untuk menjawab tantangan masa depan, termasuk perubahan arah kebijakan pembangunan infrastruktur yang mulai menyusut di tengah pengetatan anggaran negara.
“Menurut saya ini sebagai otokritik bagi BUMN Karya agar jauh lebih baik ke depan,” kata Tauhid.
Hal serupa juga disampaikan Fikri. Ia menilai reformasi BUMN Karya suatu hal yang perlu dilakukan sebagai respons atas kritik Prabowo.
Menurutnya perlu ada pembenahan tata kelola, evaluasi penugasan proyek yang tidak layak, serta profesionalisasi direksi dan komisaris demi menjamin kinerja BUMN Karya ke depan lebih baik dari swasta
“Cara memperbaiki tata kelola yang paling konkret adalah mengganti seluruh jajaran direksi dan komisaris itu dengan yang betul-betul berkompeten dan mempunyai kapasitas yang sesuai di bidangnya,” tutur Fikri.
Bentuk Kepedulian Presiden
Sementara anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nasim Khan menilai kritik yang disampaikan Prabowo tersebut sebagai bentuk kepedulian presiden kepada BUMN Karya. Ia juga berpandangan sama dengan Fikri dan Tauhid. Menurutnya, kritik itu sudah semestinya dijadikan momentum untuk mendorong transformasi dan peningkatan kinerja BUMN Karya ke depan.
“Ini momentum tepat untuk BUMN semakin berkarya dan memberi manfaat yang lebih besar dibanding sektor swasta,” kata Nasim kepada wartawan, Jumat, 20 Juni.
Nasim juga mengakui adanya sejumlah faktor di balik kinerja BUMN Karya yang jauh tertinggal dari swasta. Salah satunya, adalah beban peran ganda BUMN Karya selama ini yang tidak sekadar mengejar keuntungan tetapi juga menjalankan peran sosial dan pembangunan nasional.
“Ini berbeda dengan swasta yang hanya fokus pada profit,” katanya.
Di samping itu, berbagai faktor seperti struktur organisasi yang kompleks, kewajiban mematuhi regulasi pemerintah, hingga campur tangan politik, diakui Nasim turut membuat pengambilan keputusan di tubuh BUMN Karya kerap terhambat. Ia juga menilai kultur kerja di sebagian BUMN Karya selama ini memang masih kurang dinamis dan inovatif.
Menurut Nasim setidaknya ada beberapa solusi strategis yang bisa diambil BUMN Karya untuk memperbaiki kinerja ke depan. Salah satunya dan yang terpenting ia menekankan soal transparansi dan akuntabilitas.
“Semua pengeluaran harus dipublikasikan secara terbuka dan diaudit independen, agar potensi pemborosan dan korupsi bisa ditekan,” ujarnya.
Nasim juga menyarankan agar pengelolaan BUMN Karya atau BUMN lainnya ke depan juga lebih banyak melibatkan profesional berkompetensi tinggi. Bukan berdasarkan kedekatan politik atau titipan elite. Sebab sebagai perusahaan milik negara, BUMN tetap harus dikelola dengan prinsip bisnis yang sehat.
Hal lain yang tak kalah penting menurutnya BUMN juga harus melek teknologi. Pemanfaatan teknologi digital dalam proses pengadaan secara online dan sistem pelaporan real-time, disebut Nisam penting sebagai upaya mempercepat proses dan menekan pemborosan.
Nasim juga mengingatkan agar BUMN Karya ke depan dapat lebih menggunakan pertimbangan matang dalam setiap proyek berdasar manfaat ekonomi.
“Jika proyek tidak layak secara ekonomi, sebaiknya ditunda atau bahkan dibatalkan, daripada hanya jadi alat pencitraan politik,” pungkasnya.
Langkah ini seolah mengirim pesan kuat: Prabowo adalah wasit tertinggi yang tidak akan ragu meniup peluit ketika kebijakan dianggap keluar jalur.
"Ya saya kira sudah jelas di asta cita beliau terkait bagaimana kita harus melakukan penegakkan hukum, beliau berungkali bicara tentang kasus korupsi," ujar Listyo.
Direksi BUMN dilarang golf di hari kerja agar fokus bekerja dan lebih produktif sesuai arahan Presiden Prabowo.
Transfer pemain di liga-liga top Eropa, seperti Premier League atau Serie A Italia, bukanlah sekadar urusan jual beli antar klub.
Sejak awal, 28 Years Later tampil dengan gaya visual yang mencengangkan.
AI memiliki keterbatasan terkait aspek moral kemanusian, potensi bias dalam algoritma, serta kekhawatiran terhadap keamanan data dan privasi.
Vonis ini belum menunjukkan sikap keras terhadap korupsi di Indonesia.
Jadi sebenarnya Satgas Saber Pungli ini lahir dari kegagalan sistemik dalam penanganan korupsi kecil di birokrasi, jelas Zaenur.
"Pertanyaannya adalah apakah yang dilakukan oleh tiga kader PMII dengan membentangkan poster merupakan tindak pidana? Kami berpendapat bukan," tegas Andrie.
Prasejarah itu bukan sejarah awal. Saya sebagai pra sejarawan berpikir apakah yang mengganti itu tidak berpikir panjang akan implikasi yang ditimbulkan, ujar Truman.