Review 28 Years Later: Bukan Film Zombie Biasa, Aneh Namun Fantastis
Home > Detail

Review 28 Years Later: Bukan Film Zombie Biasa, Aneh Namun Fantastis

Yazir F

Sabtu, 21 Juni 2025 | 10:08 WIB

Suara.com - Kembalinya sutradara Danny Boyle ke dunia virus Rage lewat 28 Years Later adalah kejutan yang tidak hanya dinanti, tapi juga membawa harapan besar.

Setelah 28 Days Later (2002) dan 28 Weeks Later (2007), film ketiga ini muncul dengan tekanan tinggi, mengingat dua pendahulunya telah membentuk fondasi kuat bagi salah satu waralaba horor paling ikonik dari Inggris.

Hasilnya? Sebuah film yang tidak mudah dijelaskan dengan kata-kata. Namun meninggalkan jejak emosional yang dalam.

Bagi saya, 28 Years Later adalah film zombie yang aneh, tapi fantastis.

Karya Visual yang Luar Biasa

Sejak awal, 28 Years Later tampil dengan gaya visual yang mencengangkan.

Danny Boyle, kembali bekerja sama dengan penulis naskah Alex Garland, memaksimalkan kekuatan sinematografi digital.

Jangan kaget jika kamu melihat cukup banyak shot aneh, seperti diambil dengan handycam atau kamera ponsel.

28 Years Later (Sony)
28 Years Later (Sony)

Pendekatan seperti ini kerap mengunang kritik. Namun di tangan Boyle, visual digital justru menjadi kekuatan utama.

Teknik pengambilan gambar yang dinamis, editing cepat dan tidak stabil, serta lighting kontras tinggi, menciptakan atmosfer dunia pasca-apokaliptik yang gelap, brutal, namun artistik.

Beberapa adegan bahkan terasa seperti karya seni dengan kombinasi warna yang mencolok.

Pengambilan gambar night vision dengan pencahayaan merah darah, misalnya, sukses menciptakan sensasi yang intens dan menakutkan.

Film ini tidak hanya menampilkan kehancuran dunia, tetapi mengajak penonton untuk merasakan kegilaan, keputusasaan, dan kehampaan di dalamnya.

Cerita yang Lebih Intim dan Reflektif

Alih-alih fokus pada sekumpulan manusia yang bertarung dengan zombie, 28 Years Later mengambil pendekatan berbeda dari sekuel horor pada umumnya.

Ceritanya jauh lebih personal, membumi, dan secara mengejutkan cukup menyentuh.

Hubungan antara seorang ibu dan anak, diperankan kuat oleh Jodie Comer dan aktor pendatang baru Alfie Williams, menjadi aspek emosional dari film.

Mereka bukan pahlawan super atau pejuang kekebalan virus, tapi hanya manusia biasa, terjebak dalam dunia yang terisolasi.

28 Years Later (x.com)
28 Years Later (x.com)

Bersetting 28 tahun setelah virus Rage menyebar, Britania Raya berubah menjadi pulau terbengkalai yang nyaris tanpa peradaban.

Beberapa orang bertahan hidup dengan tinggal di pulau terpencil, membangun benteng sedemikian rupa untuk melindungi diri dari infeksi virus Rage.

Alur ceritanya berkembang pelan namun stabil. Ada ketegangan, tentu saja, tetapi bukan dari zombie yang mengejar setiap lima menit.

Ketegangan lahir dari rasa takut akan kehilangan, membuat film ini lebih terasa seperti drama ketimbang horor zombie biasa.

Performa Akting yang Kuat dan Musik yang Menghantui

Akting dalam 28 Years Later patut mendapat pujian tinggi. Aaron Taylor-Johnson tampil intens, menyampaikan emosi mendalam tanpa banyak dialog.

Jodie Comer memberikan penampilan yang sangat manusiawi, rapuh namun penuh tekad.

Ralph Fiennes menambah dimensi pada cerita lewat karakter yang ambigu dan penuh lapisan.

Tidak melupakan Alfie Williams, yang menunjukkan performa luar biasa sebagai Spike.

Sebagai bocah yang dilatih untuk membunuh para zombie, Alfie dengan sempurna menampilkan sosok polos namun berani, kadang terlalu nekat.

Selain akting, skor musik film ini juga layak diacungi jempol, meski ada kalanya membuat kita merasa tidak nyaman.

Nada-nada melankolis, ambient, dan distorsi elektronik menciptakan suasana yang menghantui.

Bahkan ketika tidak ada zombie di layar, musik membuat kita tetap waspada.

Kekurangan yang Tidak Bisa Diabaikan

Meski secara keseluruhan mengesankan, 28 Years Later tidak tanpa cacat.

Beberapa keputusan karakter tampak tidak logis atau kurang cerdas, terutama Spike.

Meskipun mungkin dimaksudkan untuk menunjukkan sifat manusia yang rapuh, hal ini tetap membuat beberapa momen terasa dipaksakan.

Ada pula elemen visual yang menuai kontroversi, yaitu zombie yang ditampilkan telanjang bulat. Bahkan ada beberapa yang lolos dari sensor.

Boyle mengambil keputusan berani untuk menggambarkan para "infected" dengan kondisi tanpa busana.

Secara simbolik, mungkin ini menunjukkan bahwa mereka telah kehilangan seluruh sisi kemanusiaan, mengingatkan kita dengan manusia di zaman purba.

Namun bagi sebagian penonton, detail itu justru mengganggu karena visual yang terlalu eksplisit.

Film ini juga menghadirkan sesuatu tentang zombie yang kurang masuk akal, membuat saya kepikiran, apa mungkin bisa seperti itu?

Selain itu, ending film juga memancing perdebatan. Adegan terakhirnya terasa sangat janggal, seolah-olah berasal dari film lain.

Mungkin disengaja sebagai pemicu diskusi atau pengantar sekuel selanjutnya, hasilnya justru membingungkan, meski cukup menghibur.

Bukan Film Zombie Biasa

Pada akhirnya, 28 Years Later adalah sebuah pengalaman sinematik yang kaya.

Boyle menyajikan film yang mungkin tidak akan memuaskan semua penggemar zombie, namun berhasil membuat saya, dan mungkin beberapa orang di luar sana terkesan.

Bisa dibilang 28 Years Later adalah sekuel berani dan eksentrik dari sebuah waralaba yang legendaris. Aneh, membingungkan, tapi tak terlupakan.

Dengan visual yang mendalam, akting yang luar biasa, dan cerita yang penuh emosi, film ini melampaui ekspektasi meski tidak sempurna.

Mungkin bukan film zombie untuk semua orang. Namun, untuk mereka yang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar teror dan darah, ini adalah film yang layak disaksikan.

Tidak ada post-credit scene, jadi tidak perlu menunggu sampai akhir.

Kontributor : Chusnul Chotimah


Terkait

4 Daftar Mobil Jadi 'Tumbal' di Film Abadi Nan Jaya, Ada yang Harganya Rp 1 Miliar
Selasa, 28 Oktober 2025 | 19:41 WIB

4 Daftar Mobil Jadi 'Tumbal' di Film Abadi Nan Jaya, Ada yang Harganya Rp 1 Miliar

Film trending Netflix, Abadi Nan Jaya, hancurkan mobil mahal sungguhan. Simak daftar 'korban' mulai dari Innova Reborn hingga CR-V demi adegan aksi brutal.

Penjelasan Ending Film Abadi Nan Jaya atau The Elixir, Apakah Ada Sekuel?
Selasa, 28 Oktober 2025 | 16:21 WIB

Penjelasan Ending Film Abadi Nan Jaya atau The Elixir, Apakah Ada Sekuel?

Penasaran dengan penjelasan ending film Abadi Nan Jaya atau The Elixir? Coba simak artikel ini, dan dapatkan penjelasan lebih lanjut dan perkiraannya!

4 Film dan Serial Indonesia di Netflix Bertema Zombie, Abadi Nan Jaya Wajib Tonton!
Sabtu, 25 Oktober 2025 | 22:00 WIB

4 Film dan Serial Indonesia di Netflix Bertema Zombie, Abadi Nan Jaya Wajib Tonton!

Deretan film dan serial Indonesia bertema zombie kini bisa kamu tonton di Netflix! Semuanya menghadirkan kisah menegangkan dan unik khas Indonesia.

7 Rekomendasi Film Mirip Abadi Nan Jaya, Film Zombie Pertama Indonesia
Sabtu, 25 Oktober 2025 | 09:09 WIB

7 Rekomendasi Film Mirip Abadi Nan Jaya, Film Zombie Pertama Indonesia

Nah, buat kamu yang suka film horor atau film zombie, cobalah tonton rekomendasi film mirip Abadi Nan Jaya ini di akhir pekan, ya.

Terbaru
Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa
nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan nonfiksi

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 13:12 WIB

Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung nonfiksi

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.

×
Zoomed