Dari Jawa Barat ke Jakarta: Efektifkah Barak Militer Redam Tawuran Pemuda?
Home > Detail

Dari Jawa Barat ke Jakarta: Efektifkah Barak Militer Redam Tawuran Pemuda?

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Rabu, 18 Juni 2025 | 17:06 WIB

Suara.com - GUBERNUR Jakarta Pramono Anung diusulkan meniru kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yaitu mengirim pemuda pelaku tawuran ke barak militer. Usulan itu disampaikan oleh Fraksi Partai Gerindra DPRD Jakarta dalam rapat paripurna pada Senin, 16 Juni 2025.

Anggota Komisi B DPRD Jakarta dari Gerindra, Ryan Kurnia Ar Rahman meyakini kebijakan tersebut efektif menekan angka kasus tawuran di Jakarta. Meski kebijakan yang telah diterapkan Gubernur Jawa Barat itu menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

“Kerja sama dengan barak militer untuk pembinaan anak muda perlu dipertimbangkan,” kata Ryan.

Dalam pelaksanaannya, Ryan menyarankan Pemerintah Provinsi Jakarta menggunakan anggaran Karang Taruna untuk program barak militer. Sebab keberadaan Karang Taruna selama ini tidak terlalu berdampak terhadap pemuda.

“Pemuda Jakarta lebih memilih sibuk tawuran hingga memakan korban jiwa dari pada berkegiatan positif karena kurangnya dukungan anggaran,” ujarnya.

Usulan serupa juga disampaikan Sekretaris Fraksi PKS di DPRD DKI Jakarta, M. Taufik Zoelkifli. Ia setuju jika Pramono menerapkan kebijakan mengirim anak ‘nakal’ ke barak militer sebagaimana yang diterapkan Dedi Mulyadi di Jawa Barat.

Ilustrasi tawuran antarwarga. Polisi meringkus enam pelaku tawuran di Belawan, Kota Medan. Tawuran tersebut diketahui terjadi pada Rabu (21/7/2021) dini hari. [Antara]
Ilustrasi tawuran antarpemuda di Jakarta. [Antara]

Menurut Taufik pelatihan semi-militer bisa menjadi sarana untuk menyalurkan energi berlebih para remaja yang kerap terlibat dalam aksi kekerasan.

“Misalnya ikut pelatihan militer, bukan militer penuh ya, tapi semi militer,” tuturnya.

Patutkah Jakarta Meniru Jawa Barat?

Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat menilai kebijakan mengirim pemuda pelaku tawuran ke barak militer belum tentu efektif menekan angka kasus tawuran di Jakarta. Apalagi kebijakan yang sudah diterapkan di Jawa Barat tersebut juga belum bisa dibuktikan sejauh mana efektivitasnya.

“Kemudian karakteristik masyarakat di Jakarta dan Jawa Barat kan berbeda. Jadi lebih baik Pemerintah Provinsi Jakarta membuat program yang lebih spesifik dan inovatif,” jelas Rakhmat kepada Suara.com, Rabu, 18 Juni 2025.

Menurut Rakhmat tawuran di Jakarta merupakan masalah klasik yang telah berulang kali muncul di tiap periode pemerintahan. Ia menekankan perlunya penanganan yang lebih komprehensif bukan bersifat instan atau represif semata.

Alih-alih mengandalkan pendekatan semi-militer, Rakhmat menyarankan Pemrov Jakarta lebih serius memperluas program pemberdayaan pemuda dan masyarakat berbasis komunitas. Sebab ia menilai banyak remaja atau pemuda di Jakarta terlibat tawuran akibat tidak adanya ruang positif untuk menyalurkan energi dan kebutuhan aktualisasi diri.

“Itulah yang menyebabkan lingkungan-lingkungan tersebut rentan,” katanya.

Pandangan serupa disampaikan Kriminolog Anak dan Perempuan, Haniva Hasna. Ia menyebut persoalan tawuran tidak bisa dipandang sebatas persoalan pelanggaran hukum. Melainkan gejala dari krisis identitas remaja, minimnya kontrol sosial, serta kegagalan dalam sistem pengasuhan.

“Anak-anak ini seringkali tumbuh dalam keluarga yang minim kedekatan emosional. Tidak ada kasih sayang, komunikasi terbatas, bahkan abai secara emosional. Akibatnya, mereka mencari ‘keluarga baru’ lewat geng atau peer group, yang kadang justru membawa mereka pada perilaku menyimpang,” tutur Haniva kepada Suara.com.

Dalam kriminologi Haniva menyebut fenomena itu dikenal sebagai geng delinkuen. Di sisi lain Haniva menilai ketimpangan sosial di Jakarta, akses kerja yang sulit, serta tekanan ekonomi pada keluarga turut menciptakan kondisi rentan bagi remaja untuk terlibat dalam kekerasan kolektif.

“Bagaimana orang tua bisa mengasuh dengan baik, kalau mereka sendiri sibuk bertahan hidup? Dalam situasi ini, pemahaman tentang parenting sangat minim, pengawasan terhadap anak juga lemah. Ini yang memperbesar kemungkinan anak terpapar lingkungan kekerasan,” jelasnya.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memberikan sambutan saat acara Manggarai Bershalawat di Manggarai, Jakarta, Jumat (23/5/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memberikan sambutan saat acara 'Manggarai Bershalawat' di Manggarai, Jakarta, Jumat (23/5/2025). Acara ini adalah program Pemprov Jakarta untuk meminimalisir tawuran antarpemuda di ibu kota. [Suara.com/Alfian Winanto]

Terkait usulan mengirim pemuda pelaku tawuran ke Barak Militer, Haniva tidak serta-merta menolaknya. Namun, ia menegaskan, pendekatan ini hanya akan menjadi penundaan, bukan penyembuhan, jika tidak menyentuh akar masalah.

“Kalau sekadar mengirim ke barak, lalu selesai, itu tidak akan menyelesaikan apa-apa. Apalagi jika kalimatnya saja sudah menyebut ‘anak yang tawuran akan dikirim ke barak’. Ini sudah merupakan bentuk labeling, dan dalam kriminologi, labeling adalah bentuk kekerasan itu sendiri,” ujarnya.

Labelisasi, kata Haniva, sangat berbahaya karena berpotensi memperkuat identitas negatif yang melekat pada anak atau remaja. Ketika seorang anak merasa dirinya ‘nakal’ atau ‘bandel’, maka ia cenderung menginternalisasi peran tersebut dan mengulanginya.

Kendati begitu, Haniva menilai mengirim anak atau remaja ke Barak Militer mungkin bisa berdampak positif jika disiapkan dengan pendekatan yang tepat dan pengawasan ketat. Setidaknya, kata dia, perlu keterlibatan tenaga profesional dalam memberikan layanan seperti terapi psikososial, pelatihan disiplin, pendampingan pendidikan, pembinaan karakter, hingga dukungan spiritual dan keluarga.

“Kalau memang ini disiapkan, ini bisa menjadi model rehabilitasi yang efektif,” katanya.

Tak akan Tiru Jawa Barat

Jauh sebelum adanya usulan dari Gerindra dan PKS, Gubernur Jakarta Pramono Anung sempat menegaskan tidak akan meniru kebijakan Dedi Mulyadi mengirim anak ‘nakal’ ke barak militer.

“Jakarta punya kebijakan tersendiri,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025.

Pramono juga mengaku telah melakukan kajian terkait beberapa penyebab tawuran di Jakarta. Menurutnya salah satu faktor utama di balik persoalan itu karena ketimpangan sosial dan terbatasnya akses bagi pemuda dalam memperoleh peluang hidup yang lebih baik.

“Banyak yang belum punya pekerjaan tetap. Lalu sarana olahraga dan fasilitas lainnya juga kurang termanfaatkan,” ujarnya.

Sejauh ini Pramono juga telah membuat program bernama ‘Manggarai Berselawat’. Program dengan pendekatan budaya dan keagamaan itu bertujuan meredam konflik atau tawuran antarpemuda yang kerap kali terjadi di Manggarai.

Selain itu Pramono juga telah mengoperasikan taman-taman di Jakarta selama 24 jam. Ia berharap keberadaan taman-taman tersebut bisa menjadi ruang ekspresi dan aktivitas pemuda.

“Salah satu faktornya adalah yang namanya anak-anak muda yang energinya berlebihan ini memerlukan tempat untuk berekspresi,” pungkasnya.


Terkait

Pramono Janji Pecat Sopir Jaklingko Ugal-ugalan: Kemarin Keluhan Nunggu Lama, Sekarang Nggak
Rabu, 18 Juni 2025 | 15:40 WIB

Pramono Janji Pecat Sopir Jaklingko Ugal-ugalan: Kemarin Keluhan Nunggu Lama, Sekarang Nggak

"Tentunya yang ugal-ugalan harus ditertibkan. Kalau nggak bisa ditertibkan, saya akan minta untuk diberhentikan, kata Pramono

Pesan Dedi Mulyadi untuk Orang Tua Siswa di Jabar: Bikin Surat Tak Akan Pidanakan Guru
Rabu, 18 Juni 2025 | 13:52 WIB

Pesan Dedi Mulyadi untuk Orang Tua Siswa di Jabar: Bikin Surat Tak Akan Pidanakan Guru

Dedi Mulyadi meminta para orang tua siswa untuk membuat surat untuk tidak memidanakan guru.

Pramono Anung Ultimatum Pengemplang Pajak di Jakarta: Jangan Berlindung di Balik Ketiak Kekuasaan!
Rabu, 18 Juni 2025 | 13:43 WIB

Pramono Anung Ultimatum Pengemplang Pajak di Jakarta: Jangan Berlindung di Balik Ketiak Kekuasaan!

Gubernur Pramono Anung dorong transparansi pajak DKI, peringatkan wajib pajak 'bersembunyi' dari kewajiban. Capaian pajak DKI lampaui nasional berkat pendekatan humanis.

Terbaru
Habiburokhman Protes MK Kebanyakan Batalin UU, Tapi DPR Tak Pernah Nanya Kenapa Rakyat Menggugat
polemik

Habiburokhman Protes MK Kebanyakan Batalin UU, Tapi DPR Tak Pernah Nanya Kenapa Rakyat Menggugat

Rabu, 18 Juni 2025 | 12:36 WIB

UU yang disahkan DPR sering dibatalkan MK. Kritikan muncul, DPR diminta evaluasi proses pembuatan UU yang dinilai kurang akuntabel dan minim partisipasi publik.

Retret Kepala Sekolah Rakyat: Ancaman Disiplin yang Menyempitkan Akal? polemik

Retret Kepala Sekolah Rakyat: Ancaman Disiplin yang Menyempitkan Akal?

Rabu, 18 Juni 2025 | 07:23 WIB

Pola militeristik pasti menerapkan sistem komando dan pembungkaman. Mustahil akan ada ruang kritis di dalamnya, ujar Castro.

Mafia Sawit di Tesso Nilo: Antara Konservasi, Korupsi, dan Masa Depan Hutan polemik

Mafia Sawit di Tesso Nilo: Antara Konservasi, Korupsi, dan Masa Depan Hutan

Selasa, 17 Juni 2025 | 19:05 WIB

Semakin meluas kerusakan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo dan timbulnya dampak sosial adalah bukti dari lemahnya pengawasan, serta pembiaran yang berlangsung bertahun-tahun.

BSU Gagal Cegah PHK: Jutaan Pekerja Rentan Jadi Korban? polemik

BSU Gagal Cegah PHK: Jutaan Pekerja Rentan Jadi Korban?

Selasa, 17 Juni 2025 | 15:19 WIB

Sebab kondisinya justru pekerja informal seperti ride hailing atau ojol itu sangat rentan, ungkap Jaya.

Ironi Kekerasan Seksual oleh Anak di Bekasi: Ketika Korban Berubah Jadi Pelaku polemik

Ironi Kekerasan Seksual oleh Anak di Bekasi: Ketika Korban Berubah Jadi Pelaku

Selasa, 17 Juni 2025 | 07:58 WIB

Masalah itu bukan untuk dihilangkan, tapi masalah itu harus ditangani, kata Novrian.

Prabowo-Gibran Dianggap Berhasil Berantas Korupsi? Ada Fakta Pahit di Baliknya! polemik

Prabowo-Gibran Dianggap Berhasil Berantas Korupsi? Ada Fakta Pahit di Baliknya!

Senin, 16 Juni 2025 | 21:49 WIB

"Saya melihat pemerintahan Prabowo belum punya prestasi apapun yang signifikan dalam pemberantasan korupsi. Baru semangat pidato dan janji," kata Zaenur.

Rahasia Empat Pulau Aceh: 'Tanya Rembulan, Tanya Rumput di Pulau Panjang' polemik

Rahasia Empat Pulau Aceh: 'Tanya Rembulan, Tanya Rumput di Pulau Panjang'

Senin, 16 Juni 2025 | 18:53 WIB

Ada pejabat pemerintah di Jakarta yang bilang MoU Helsinki tidak bisa dijadikan dasar. Saya kira itu orang tidak paham sejarah perdamaian Aceh," kata Munawar.