Laut Tak Punya Dinding, Korupsi Fakta di Balik Tambang Nikel Raja Ampat Sulut Murka Publik
Home > Detail

Laut Tak Punya Dinding, Korupsi Fakta di Balik Tambang Nikel Raja Ampat Sulut Murka Publik

Chandra Iswinarno | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Rabu, 11 Juni 2025 | 12:43 WIB

Suara.com - Isu kerusakan lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat Daya mendapat sorotan luas. Setelah aksi protes yang dilakukan sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia pada  acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo yang dilangsungkan di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025 lalu. 

Dalam aksinya mereka memprotes aktivis pertambangan di kawasan itu, karena berdampak buruk terhadap lingkungan di wilayah pariwisata Raja Ampat. 

Greenpeace menemukan aktivitas pertambangan  di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Ketiganya  termasuk kategori pulau kecil.

Padahal, bila mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, ketiga pulau itu termasuk kawasan yang tidak boleh ditambang. 

Di tengah isu kerusakan lingkungan di Raja Ampat  sejumlah pernyataan sempat disampaikan oleh pemerintah pusat dan daerah-- yang dinilai justru menyederhanakan persoalan, bahkan disebut melakukan korupsi fakta. 

Bahlil, misalnya,  menyebut  antara Pulau Gag yang dieksploitasi PT Gag Nikel (anak perusahaan BUMN, PT Antam Persero) memiliki jarak 30 kilometer sampai dengan 40 kilometer dari Pulau Piaynemo, yang jadi salah satu Ikon Kawasan Wisata Raja Ampat. 

"Tambangnya di Pulau Gag, cukup jauh dari sana. Saya tahu karena saya sering ke Raja Ampat,” kata Bahlil pada 6 Juni 2025.

Sementara Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno saat melakukan peninjauan ke Pulau Gag bersama Bahlil, pada Sabtu 7 Juni lalu, menyebut tidak menemukan persoalan yang diakibatkan aktivitas tambang. 

"Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah," kata Tri.

Setali tiga uang, Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu dan Bupati Raja Ampat kompak menyebut bahwa kerusakan lingkungan di kawasan Raja Ampat adalah berita bohong atau hoaks. 

Elisa menyinggung video viral yang menarasikan kerusakan lingkungan di Raja Ampat dengan menyebut bahwa eksploitasi yang digambarkan tidak terjadi di Pulau Gag. 

"Kita pastikan mungkin video itu bukan dari Gag, bukan dari Piaynemo, mungkin dari tempat lain. Mereka ambil dari mana kita juga tidak tahu, tapi yang pasti bukan dari penambangan di Pulau Gag," ucap Elisa.

Apakah Publik Percaya?

Namun usaha yang dilakukan pejabat pemerintah seolah menemukan jalan buntu.

Publik di dunia maya tidak begitu saja percaya dengan rangkaian pernyataan alibi pejabat pemerintah terhadap kerusakan alam yang terjadi di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Tak hanya sanggahan dalam bentuk pernyataan, pemerintah pun melakukan kampanye negatif terhadap kekritisan publik di ruang media sosial (medsos).

Ilustrasi pejabat merespons kemarahan publik terhadap keberadaan tambang nikel di Raja Ampat, Papu Barat Daya. [FakartunXSuara.com]
Ilustrasi pejabat merespons kemarahan publik terhadap keberadaan tambang nikel di Raja Ampat, Papu Barat Daya. [FakartunXSuara.com]

Drone Emprit, lembaga media monitoring, memantau pembicaraan netizen di media sosial seperti seperti X/Twitter, Facebook, Instagram, dan Youtube pada tanggal 1 sampai dengan 9 Juni 2025 terkait isu kerusakan lingkungan di Raja Ampat dengan menelusuri tagar #SaveRajaAmpat.

Hasilnya, ditemukan 23.641 mention atau penyebutan terkait Raja Ampat. Dari jumlah itu ditemukan 95 persen mention  yang cenderung sentimen negatif. Hanya 3 persen yang memberikan sentimen positif, dan sisanya memilih netral sebanyak 2 persen. 

"Sebanyak 95 persen sentimen negatif di media sosial, mencerminkan kemarahan publik terhadap kerusakan ekosistem Raja Ampat akibat pertambangan nikel," kata analis Drone Emprit, Rizal Nova Mujahid kepada Suara.com, Selasa 10 Juni 2025. 

Dijelaskan, bahwa sentimen negatif menunjukkan sejumlah hal, di antaranya,  keyakinan kerusakan ekosistem di Raja Ampat akibat aktivitas pertambangan nikel. 

Kemudian sebagai bentuk terhadap aktivitas pertambangan di kawasan pariwisata itu.

Lalu hilirisasi nikel dinilai sebagai kedok untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Hilirisasi juga dikaitkan sebagai bentuk kolonialisme modern terhadap Papua. 

Karenanya Presiden Prabowo didorong untuk mencabut izin pertambangaan di kawasan itu, sementara kepada DPR RI didesak melakukan investigasi izin pertambangan. 

"Percakapan publik yang didominasi emosi kemarahan atas perusakan lingkungan dan kesedihan karena hilangnya keindahan alam serta identitas budaya masyarakat adat. Kekecewaan muncul karena hilangnya potensi wisata dan warisan alam yang dianggap tak tergantikan oleh manfaat hilirisasi," jelas Rizal. 

Sedangkan,  sentimen positif  menunjukkan beberapa hal, seperti mengapresiasi langkah Bahlil menyelesaikan polemik tambang di Raja Ampat.

Kemudian dorongan melakukan evaluasi ketat, sebelum memberikan izin pertambangan. Lalu, bentuk dukungan AMPI kepada komitmen Bahlil melindungi Papua. 

Tak hanya itu, sentimen positif juga menunjukkan adanya anggapan bahwa polemik tambang nikel di Raja Ampat adalah hoaks. 

Keramaian dunia maya tersebut, menurut Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam, Muhammad Jamil tak bisa dihindari lantaran komunikasi publik pejabat yang berkepentingan.

Bahkan dalam konteks kasus Tambang Nikel di Pulau Gag, Kepulauan Raja Ampat, Jamil menilai bahwa pernyataan Bahlil dan Tri Winarno, dianggap sebagai upaya korupsi fakta. 

Korupsi Fakta

"Kami sering bilang bahwa  mestinya komunikasi publik para pejabat ini, kalau mau nipu, ya, lihat-lihat juga, kalau mau mengkorupsi ya lihat juga faktanya," kata Jamil kepada Suara.com dikutip Selasa 10 Juni 2025. 

Menurutnya, Bahlil dan Tri Winarno tidak memiliki kapasitas untuk menyatakan bahwa aktivitas pertambangan tak berdampak terhadap lingkungan di kawasan wisata Raja Ampat, karena bukan kewenangan Kementerian ESDM. 

Jamil juga mengatakan bahwa jarak aktivitas pertambangan ke kawasan wisata Raja Ampat, tidak menjadi jaminan akan dampak buruknya.

Menurutnya, pernyataan yang disampaikan Bahlil hanya untuk sekedar meredam kemarahan publik. 

"Urusan jauh, sejauh apa sih 40 kilometer? Laut itu nggak ada dindingnya, udara juga kan nggak ada dindingnya, bisa sampai ke mana saja.  Jadi nggak relevan  pernyataan seorang pejabat tinggi Menteri SDM itu," kata Jamil. 

Jamil mengemukakan bahwa pertambangan di pulau kecil merupakan petaka bagi lingkungan hidup.

Sebab, pulau kecil memiliki kerentanan sangat tinggi terhadap apa pun perubahan bentang alam yang terjadi dalam konteks mikro. 

Hutan yang berada di pulau kecil, merupakan benteng perlindungan alami bagi masyarakat dan keanekaragaman hayati, seperti menjaga iklim mikro, mengatur tata kelola air, menjaga sumber pangan dan sumber air. 

Kemudian menjadi salah satu benteng pertahanan alami dari bencana seperti rob hingga tsunami.

Sementara, juru kampanye Trend Asia, Arko Tarigan menilai bahwa pernyataan Bahlil terlalu menyederhanakan kompleksitas kerusakan lingkungan pulau-pulau kecil di Raja Ampat.  

"Dalam satu konteks, dia tidak bisa mengerucutkan karena jauh jadi tidak kelihatan, tidak berdampak, dan lain sebagainya. Nggak bisa gitu," kata Arko dikutip Suara.com dari tayangan Live Instagram bersama Koreksi.org. 

Dia menjelaskan bahwa pulau kecil tidak memiliki kemampuan alami untuk memperbaiki kerusakannya.

Sehingga, meski jaraknya jauh dari lingkungan pemukiman masyarakat akan tetap berdampak terhadap kehidupan warga sekitar. 

Merujuk pada laporan Greenpeace aktivitas pertambangan di  Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran telah mengakibatkan 500 hektare hutan dan vegetasi alami  mengalami kerusakan. 

Dampaknya  mengancam keanekaragaman hayati dan fauna di kawasan di kawasan tersebut. Selain itu, aktivitas pertambangan juga berpotensi menghilangkan pulau-pulau kecil itu. 

Tak hanya di darat, dampaknya juga dirasakan di kawasan perairan. Sedimentasi dari aktivitas  pembukaan lahan menghasilkan lumpur yang mengalir ke laut, akibatnya banyak terumbu karang tertimbun. 

Greenpeace melaporkan, telah banyak terumbu karang yang mengalami kerusakan dan mati.

Ilustrasi kritik atas eksploitasi Pulau Gag di Kepulauan Raja Ampat yang digali untuk penambangan nikel. [FakartunXSuara.com]
Ilustrasi kritik atas eksploitasi Pulau Gag di Kepulauan Raja Ampat yang digali untuk penambangan nikel. [FakartunXSuara.com]

Jangan Sampai Melunak

Jatam pun mendorong Kementerian ESDM mengambil tindakan tegas atas dugaan  berbagai pelanggaran aktivitas pertambangan di Raja Ampat.

Apalagi, Kementerian ESDM memiliki Direktorat Jenderal Penegakan Hukum atau Ditjen Gakkum. 

Jatam megantisipasi pola penegakan hukum seperti yang terjadi pada kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.

Ketika kali pertama kasus itu mencuat, pemerintah menunjukkan sikap yang tegas, tapi seiring berjalannya waktu semakin melunak. 

Apalagi dalam kasus tersebut pihak-pihak yang dijerat hanya menyasar aktor di lapangan, seperti Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip yang sudah berstatus tersangka di Bareskrim Polri. 

Jamil menegaskan, penegakan hukum atas dugaan pelanggaran aktivitas  pertambangan di Raja Ampat harus menyasar aktor utamanya. 

Dalam konteks Raja Ampat yang merupakan ekowisata kebanggaan Indonesia ke dunia internasioanal, keseriusan dan sikap tegas pemerintah dalam upaya penegakan hukum dipertaruhkan. 

"Nah, kalau kemudian nanti terjadi semacam model pendekatan hukum yang asal-asalan, atau ternyata by design yang dalam artian yang negatif.  Nah, itu kan marah kepemimpinan kita yang dipertaruhkan, marwah penegakan hukum Indonesia yang dipertaruhkan dalam konteks ini ya Kementerian ESDM," kata Jamil. 

Terbaru, Kementerian ESDM telah mencabut izin empat perusahaan tambang yang  beroperasi di Raja Ampat. 

Empat perusahaan itu, PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera. Bahlil menyebut pencabutan izin berdasarkan perintah Presiden Prabowo. 

"Bapak Presiden punya perhatian khusus dan secara sungguh-sungguh untuk tetap menjadikan Raja Ampat menjadi wisata dunia, dan untuk keberlanjutan negara kita,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Selasa 10 Juni 2025.


Terkait

Usai Empat Izin Tambang di Raja Ampat Dicabut, Greenpeace Desak Perlindungan Permanen
Rabu, 11 Juni 2025 | 12:01 WIB

Usai Empat Izin Tambang di Raja Ampat Dicabut, Greenpeace Desak Perlindungan Permanen

Ia menegaskan, suara masyarakat adat dan komunitas lokal yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat sudah sejak lama menolak tambang nikel.

DPR Sebut Tak Cukup Cuma Cabut Izin 4 Tambang Nikel di Raja Ampat, Harus Ada Investigasi!
Rabu, 11 Juni 2025 | 12:01 WIB

DPR Sebut Tak Cukup Cuma Cabut Izin 4 Tambang Nikel di Raja Ampat, Harus Ada Investigasi!

Kawasan Raja Ampat merupakan salah satu ekosistem laut dan darat terpenting di dunia yang harus dilindungi dari aktivitas eksploitasi yang merusak.

Endus Potensi Pelanggaran, Kejagung Siap Sikat Penambangan Nakal di Raja Ampat
Rabu, 11 Juni 2025 | 07:13 WIB

Endus Potensi Pelanggaran, Kejagung Siap Sikat Penambangan Nakal di Raja Ampat

Harli Siregar mengatakan, bahwa kejaksaan akan mengusut jika ada laporan pengaduan terkait penambangan Raja Ampat

Terbaru
Wacana Pansus Haji 2025: Evaluasi Serius atau Gimik Politik DPR?
polemik

Wacana Pansus Haji 2025: Evaluasi Serius atau Gimik Politik DPR?

Kamis, 12 Juni 2025 | 08:02 WIB

Penyelenggaraan haji 2025 dikritik, Timwas Haji DPR usul Pansus Haji karena banyak keluhan jemaah soal layanan. Komnas Haji dan pengamat ragu, prioritaskan kompensasi jemaah.

Kapan Waktu yang Tepat Buat Jokowi Bergabung dengan Partai Politik? polemik

Kapan Waktu yang Tepat Buat Jokowi Bergabung dengan Partai Politik?

Rabu, 11 Juni 2025 | 20:59 WIB

Setelah tidak lagi di PDIP, Jokowi belum pilih partai. Lebih condong ke PSI karena potensi jadi ketua umum dan PSI "rumah Jokowi".

Mengurai Anomali Harga Beras di Tengah Stok Melimpah, Benarkah Ada Mafia? polemik

Mengurai Anomali Harga Beras di Tengah Stok Melimpah, Benarkah Ada Mafia?

Rabu, 11 Juni 2025 | 16:19 WIB

Harga beras naik di banyak daerah meski stok diklaim cukup. BPS mencatat kenaikan harga di banyak wilayah. Diduga Bulog kurang menyalurkan stok. Mentan curiga ada mafia.

Dedi Mulyadi Hapus PR untuk Siswa: Strategi Pendidikan atau Sekadar Dorongan Populis Semata? polemik

Dedi Mulyadi Hapus PR untuk Siswa: Strategi Pendidikan atau Sekadar Dorongan Populis Semata?

Rabu, 11 Juni 2025 | 08:11 WIB

Jabar hapus PR mulai 2025/2026. Gubernur Dedi Mulyadi menilai PR konvensional tak efektif. Pengamat khawatir hilangnya ruang belajar jika tak ada perbaikan sistem.

Kekuatan Perang atau Tim Pembangunan? Polemik Tentara Garap Ketahanan Pangan Saat Dunia Memanas polemik

Kekuatan Perang atau Tim Pembangunan? Polemik Tentara Garap Ketahanan Pangan Saat Dunia Memanas

Selasa, 10 Juni 2025 | 20:37 WIB

TNI AD rekrut 24 ribu tamtama 2025 untuk Batalyon Teritorial Pembangunan, urus ketahanan pangan hingga infrastruktur. Rencana ini dikritik karena dianggap keluar dari tugas pokok TNI.

Luka Tambang di Raja Ampat; Undang-undang Diabaikan, Alam dan Masyarakat Kian Terancam polemik

Luka Tambang di Raja Ampat; Undang-undang Diabaikan, Alam dan Masyarakat Kian Terancam

Selasa, 10 Juni 2025 | 08:05 WIB

Tambang nikel di Raja Ampat menuai kecaman akibat kerusakan lingkungan. Greenpeace dan masyarakat menuntut pencabutan izin tambang, proses hukum, dan pemulihan ekologis.

Fenomena Jual Hotel di Ambang Kebangkrutan, Efek Domino di Balik Kebijakan Efisiensi? polemik

Fenomena Jual Hotel di Ambang Kebangkrutan, Efek Domino di Balik Kebijakan Efisiensi?

Senin, 09 Juni 2025 | 14:44 WIB

Hotel terancam bangkrut akibat efisiensi anggaran pemerintah, tingkat hunian turun. Banyak hotel dijual, PHK terjadi. Pemerintah didorong intervensi.