Suara.com - Pelaku usaha di sektor perhotelan di ambang kebangkrutan. Tingginya biaya operasional di tengah menurunnya tingkat okupansi akibat kebijakan efisiensi pemerintah menjadi pemicu. Beberapa pengusaha perhotelan kini memilih menjual aset mereka hingga berpotensi mendorong terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
FENOMENA jual hotel muncul di tengah ambang kebangkrutan sektor bisnis perhotelan akibat kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Sementara di situs jual beli properti banyak pemilik hotel bintang dua hingga lima mulai menawarkan aset mereka.
Berdasar penelusuran Suara.com, hotel-hotel yang ditawarkan salah satunya berada di Jakarta. Seperti Hotel Gambir, Hotel Oyo di Senen, serta hotel bintang dua dan tiga di Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Dalam situs jual beli properti tersebut hotel-hotel itu dijual dengan kisaran harga Rp70 miliar hingga Rp40 miliar, tergantung dari luas tanah dan bangunannya.
Tak hanya itu, terdapat pula hotel bintang empat dan lima yang ditawarkan. Seperti Hotel Aston di Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan harga mencapai Rp800 miliar.
Selain di Jakarta, fenomena jual hotel juga terjadi di beberapa daerah lain. Seperti di Bandung, Bali, Yogyakarta. Harga yang ditawarkan juga bervariasi mulai dari Rp19 miliar hingga Rp200 miliar.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran mengaku tidak memiliki data pasti terkait jumlah hotel yang dijual akibat di ambang kebangkrutan.
Namun kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintahan diakui sangat berdampak signifikan terhadap sektor bisnis perhotelan yang selama ini bertumpu pada pasar pemerintah.
"Situasi ini yang berdampak kepada operasional daripada hotel-hotel tersebut,” kata Yusran kepada Suara.com, Senin 9 Juni 2025.
Pada Maret 2025 lalu, kata Yusran, 150 orang karyawan terdampak pemutusan hubungan kerja atau PHK imbas tutupnya dua hotel di Bogor, Jawa Barat.
Kedua hotel tersebut terpaksa tutup karena tingkat okupansi yang terus menurun.
“Sehingga mereka tidak bisa melanjutkan operasional karena masalah pasarnya yang gelap,” ungkap Yusran.
Apa yang harus dilakukan pemerintah?
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda sejak awal telah memprediksi kelesuan pada sektor perhotelan.
Kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah itu menurutnya telah diprediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap sektor perhotelan.
“Saya sudah sampaikan ketika awal adanya efisiensi anggaran, akan ada efek yang cukup tinggi kepada sektor perhotelan,” kata Huda kepada Suara.com.
Kondisi itu, kata Huda, telah diprediksi karena pemerintah selama ini menjadi segmen pasar utama bagi industri perhotelan.
Menurunnya biaya belanja hotel pemerintah tersebut, menurutnya semakin diperparah karena permintaan dari sisi swasta juga tertekan akibat daya beli.
Huda menilai perlu adanya intervensi pemerintah untuk mengatasi persoalan ini.
Sebab, jika tidak dampaknya bisa meluas karena turut mengancam pelaku UMKM, pariwisata, serta tenaga kerja.
"Semuanya akan menurun akibat sektor perhotelan yang menurun. Yang kita khawatirkan adalah semakin banyak PHK akibat sepinya perhotelan dan sekarang sudah terjadi efisiensi di perhotelan," ungkapnya.
Survei yang dilakukan PHRI DKI Jakarta pada April 2025 sebelumnya menunjukkan 70 persen pelaku usaha di sektor perhotelan telah siap melakukan PHK.
Rata-rata dari mereka menyatakan akan melakukan PHK sebesar 10 hingga 30 persen, jika tidak ada langkah intervensi konkret dari pemerintah.
Penurunan tingkat hunian atau okupansi hotel menjadi faktor utama yang mendorong mereka mengambil langkah efisiensi ini.
Dalam survei yang dilakukan PHRI DKI Jakarta, 96,7 persen pemilik atau pengelola hotel melaporkan penurunan okupansi kamar dalam kurun waktu yang sama.
Pada konteks tersebut, penurunan paling tajam terjadi pada segmen pasar dari instansi pemerintah, yakni mencapai 66,7 persen.
Selain berkurangnya permintaan dari segmen pasar pemerintah, mereka juga mengeluhkan ihwal rendahnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman.
Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat rata-rata kontribusi wisatawan asing terhadap tingkat hunian hotel di Jakarta dalam kurun waktu 2019-2023 hanya berkisar 1,98 persen pertahun jika dibandingkan dengan wisatawan domestik.
Melihat kondisi tersebut Huda mendorong pemerintah untuk memikirkan ulang kebijakan efisiensi anggaran terkait perjalanan dinas dalam negeri.
Menurutnya pemerintah perlu membuka kembali anggaran terhadap kegiatan tersebut demi menopang industri perhotelan.
"Belanja barang berupa kunjungan ke lapangan dan acara di hotel bisa dilakukan kembali untuk mendorong sektor perhotelan dan pariwisata, terutama untuk di daerah luar Jabodetabek. Ciptakan permintaan dari sisi pemerintah untuk sektor perhotelan," ujarnya.
Izinkan Pemda Gelar Rapat di Hotel
Baru-baru ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengizinkan seluruh pemerintah daerah atau Pemda kembali menggelar kegiatan hingga rapat di hotel.
Pelonggaran atas persetujuan Presiden Prabowo itu menurutnya diambil demi menopang keberlanjutan bisnis perhotelan yang selama ini hidup dari agenda pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE.
"Saya jamin karena sudah bicara langsung dengan Presiden Prabowo," kata Tito saat menghadiri Musrenbang Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat di Mataram, Rabu, 4 Juni 2025.
Pemerintah, kata Tito, turut memikirkan kondisi bisnis perhotelan dan restoran saat ini. Terlebih sektor tersebut juga memiliki karyawan yang tidak sedikit.
Ia berharap dengan adanya kegiatan atau rapat yang digelar Pemda di hotel dan restoran dapat turut menghidupkan para produsen yang memasok barang, makanan hingga minuman.
“Target betul hotel dan restoran yang kira-kira agak kolaps, buatlah kegiatan di sana supaya mereka bisa hidup,” katanya.
Di saat bersamaan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati juga telah menetapkan tarif biaya menginap bagi aparatur sipil negara atau ASN.
Ketentuan tarif itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026.
Aturan ini membeberkan rincian biaya menginap saat perjalanan dinas untuk para menteri, wakil menteri, dan ASN berdasar daerahnya.
Biaya yang ditanggung pemerintah dimulai dari yang terendah sebesar Rp576 ribu hingga Rp9,33 juta perhari.
Tarif terendah diperuntukkan bagi pejabat eselon IV atau PNS golongan I, II, dan III saat melakukan perjalanan dinas di Kalimantan Barat.
Sedangkan, tarif tertinggi berlaku untuk pejabat negara atau wakil menteri atau pejabat eselon I yang melakukan perjalanan dinas di DKI Jakarta.
Maulana Yusran pun merespons positif kebijakan Mendagri yang kembali mengizinkan Pemda dapat menggelar kegiatan hingga rapat di hotel.
Namun, ia sedikit ragu hal itu akan berdampak signifikan mengingat keterbatasan anggaran dari Pemda yang juga terdampak akibat efisiensi.
“Kalau kita melihat dari sisi anggaran pemerintah yang sudah dipotong, tentu kita juga nggak bisa terlalu berharap besar. Tapi kita tunggu nanti apakah ada implementasinya atau impactnya. Kita lihat dalam perjalanannya,” ujar Yusran.
Yusran menilai apa yang dibutuhkan para pemilik dan pengelola hotel saat ini sebenarnya adalah intervensi dari pemerintah dalam mendorong terselenggaranya event-event di daerah.
“Karena yang kami butuhkan itu sebenarnya pasar. Bagaimana pemerintah mendorong berbagai event di setiap daerah. Itu sangat dibutuhkan untuk menghidupkan kembali sektor perhotelan dan restoran,” katanya.
"Saya di Provinsi DKI berusaha semaksimal mungkin. Saya sudah berkomunikasi juga dengan PHRI supaya tidak ada PHK massal," kata Pramono.
Rincian biaya perjalanan dinas untuk para menteri, wakil menteri, dan aparatur sipil negara di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Efek kebijakan pengetatan anggaran pemerintah berdampak langsung terhadap tingkat okupansi hotel.
Penunjukan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan GTK dikritik karena dicurigai sebagai upaya Prabowo memuluskan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, mantan mertuanya.
Penampilan kuat dari para aktor dan visual yang menarik menjadi nilai plus tersendiri.
"Angin segar bagi para pelaku yang hingga hari ini belum tersentuh hukum. Penulisan sejarah ini hanya akan melanggengkan budaya impunitas di Indonesia," ujar Usman.
Sebanyak 65 persen atau mayoritas perangkat desa yang kami wawancara menilai adanya potensi korupsi dalam program Koperasi Desa Merah Putih, kata Askar.
Polisi makin sering jadikan pengunjuk rasa tersangka, termasuk tim medis, dengan pasal karet. Tindakan represif aparat jarang diproses hukum, HAM terancam.
Tentu tidak perlu panik tetapi jelas harus waspada, tidak bisa diabaikan begitu saja, kata Tjandra.
"Sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu lembaga, tidak mungkin dia (Nadiem) tidak tahu program yang dilakukan anak buahnya," ujar Dewi.