Suara.com - Koperasi Desa Merah Putih menimbulkan banyak kekhawatiran. Perangkat desa mencium potensi adanya korupsi hingga kepentingan politik di balik program berselimut ‘merah putih’ tersebut.
PEMERINTAH akan meluncurkan Koperasi Desa Merah Putih pada 12 Juli 2025 bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional. Namun sejumlah kekhawatiran muncul di balik program prioritas Presiden Prabowo Subianto tersebut. Hal itu terungkap dalam penelitian yang dilakukan Center of Economic and Law Studies (Celios) bertajuk ‘Ko Peras Desa Merah Putih: Pedoman Pelaksanaan, Perubahan dan Alternatif Program’.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengatakan hasil survei mereka menemukan mayoritas perangkat desa khawatir akan potensi korupsi dalam tata kelola program Koperasi Desa Merah Putih.
“Sebanyak 65 persen atau mayoritas perangkat desa yang kami wawancara menilai adanya potensi korupsi dalam program Koperasi Desa Merah Putih,” kata Askar kepada Suara.com, Kamis, 5 Juni 2025.
Celios melibatkan 108 perangkat desa di 34 provinsi di Indonesia sebagai responden dalam penelitiannya. Sampel dipilih secara acak menggunakan metode multistage random sampling untuk pengumpulan data primer dari responden sepanjang 3-20 Mei 2025.
Berdasar hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap responden, Askar mengungkap mayoritas perangkat desa menilai potensi korupsi itu bisa terjadi karena anggaran Koperasi Desa Merah Putih sangat besar, tapi tanpa disertai sistem pengawasan memadai dan mekanisme transparansi yang kuat.
“Minimnya akuntabilitas juga dinilai dapat menciptakan celah bagi penyimpangan anggaran dan intervensi politik,” imbuhnya.
Selain khawatir terjadi praktek korupsi, 76 persen perangkat desa juga tidak setuju dengan skema pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih berasal dari pinjaman himpunan bank milik negara atau Himbara dan Dana Desa sebagai sumber pembayaran cicilan. Himbara saat ini diproyeksikan memberi plafon pinjaman ke Koperasi Desa Merah Putih sebesar Rp1-3 miliar dengan tenor pengembalian selama 6 hingga 10 tahun.
Askar mengungkapkan mayoritas perangkat desa menolak skema tersebut karena khawatir terhadap keberlanjutan fiskal dan risiko kredit yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Terlebih penggunaan Dana Desa sebagai sumber pembayaran cicilan utang koperasi itu juga berisiko mengganggu fungsi alokasi dan stabilitas anggaran desa, terutama ketika koperasi gagal menjalankan usaha produktif.
“Dengan kata lain, skema pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih melalui pinjaman dari Himbara berpotensi menjadi beban ganda bagi rakyat,” jelas Askar.
Ambisi Elite
Dari berbagai fakta dan temuan di lapangan itu, Askar menilai Koperasi Desa Merah Putih bukan sekadar program pembangunan. Melainkan cerminan dari persimpangan antara niat baik dan kepentingan tersembunyi.
Program Koperasi Desa Merah Putih, lanjut Askar, berpotensi mereproduksi ketimpangan sistemik yang terjadi di desa. Sementara Musdesus di balik pembentukannya dinilai hanya akan dijadikan ajang formalitas belaka, sehingga elite lokal yang akan mendominasi model bisnis koperasi ini.
Skema semacam ini menurut Askar persis seperti Koperasi Unit Desa atau KUD di masa Orde Baru. KUD dibentuk melalui instruksi pusat, diberi tugas menjalankan program pemerintah untuk mendistribusikan program pupuk bersubsidi, benih, dan hasil pertanian.
“Ketika fasilitas pemerintah ini dicabut melalui Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1998, banyak KUD yang mengalami kegagalan hingga terjerat kredit macet dan kasus korupsi,” bebernya.
Sama halnya dengan Koperasi Desa Merah Putih, Askar menilai konsep KUD juga tidak berangkat dari kebutuhan lokal masyarakat desa. Sebab operasional organisasi hingga model bisnisnya sudah diatur oleh pemerintah pusat. Program koperasi model top-down ini bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Desa.
Askar berharap hasil penelitian Celios dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pemerintah sebelum meresmikan Koperasi Desa Merah Putih. Celios menilai perlu adanya penataan ulang terkait skema pemberdayaan desa berbasis koperasi agar lebih tepat sasaran, partisipatif dan transparan.
“Hanya dengan jalan itu, desa dapat benar-benar berdiri di atas kaki sendiri, bukan menjadi kepanjangan tangan dari ambisi segelintir elite dengan selimut merah putih,” jelasnya.
Segendang sepenarian dengan itu, pengamat koperasi sekaligus Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto menilai Koperasi Desa Merah Putih memang sudah keliru secara konseptual. Bahkan ia menyebut program tersebut tak layak disebut koperasi karena tak sesuai dengan prinsip dasar koperasi; yakni mandiri, otonom, dan demokratis.
“Koperasi Desa Merah Putih ini sudah salah secara konseptual,” ujar Suroto kepada Suara.com.
Menurut Suroto wajar jika hasil penelitian Celios kemudian menunjukkan mayoritas perangkat desa khawatir akan potensi korupsi dalam program ini. Terlebih, kata dia, proyek-proyek serupa dengan mengatasnamakan koperasi sudah sering terjadi.
“Sejak zaman kolonial, Orde Baru, Reformasi itu udah pernah. Terus sekarang mau diulang lagi? Artinya ini tidak ada proses pembelajaran,” jelas Suroto.
Puluhan Ribu Terbentuk
Hingga Rabu, 4 Juni 2025 telah terbentuk 78.719 Koperasi Desa Merah Putih. Puluhan ribu koperasi tersebut dibentuk melalui musyawarah khusus desa atau Musdesus.
Ketua Pelaksana Harian Satuan Tugas Percepatan Koperasi Merah Putih sekaligus Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono menyebut, progres pembentukan Koperasi Desa Merah Putih itu telah mencapai angka signifikan dari 80.000 koperasi yang ditargetkan.
“Per hari ini sudah 78.719. Kemudian pengesahan badan hukum sudah hampir 20 ribu,” ungkap Ferry dalam Rapat Koordinasi Terbatas di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Rabu, 4 Juni lalu.
Satgas Percepatan Koperasi Merah Putih, kata Ferry, kekinian juga telah memulai pembuatan mockup atau maket Koperasi Desa Merah Putih sebagai model percontohan yang akan diterapkan di berbagai daerah. Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut atas Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 9 Tahun 2025. Di mana Presiden Prabowo memerintahkan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk mempercepat pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih.
Selain untuk mempercepat proses implementasi Koperasi Desa Merah Putih, maket itu menurut Ferry penting untuk memberi gambaran riil kepada masyarakat dan pemerintah daerah terkait operasional koperasi tersebut.
Di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, Satgas Koperasi Desa Merah Putih juga telah diminta untuk melakukan verifikasi terhadap aset-aset yang dapat digunakan sebagai bagian dari ekosistem koperasi. Proses verifikasi dinilai Ferry penting, guna memastikan kesiapan sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan koperasi secara menyeluruh.
“Satgas provinsi, kabupaten/kota juga diminta untuk melakukan verifikasi aset yang bisa digunakan,” tuturnya.
Sementara Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi mengaku akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah diminta turut membantu memberikan pendidikan antikorupsi hingga melakukan pengawasan.
“Supaya bisa memberikan input, saran, dan juga mitigasi jika ada potensi-potensi pelanggaran hukum yang terjadi dari program ini,” kata Budi usai bertemu pimpinan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Rabu, 21 Mei lalu.
Prabowo mengapresiasi ekspor perdana jagung. Menurutnya momentum ekspor akan terus diperkuat melalui pengembangan koperasi desa
Prabowo meminta swasembada pangan tidak hanya berlaku secara nasional saja, melainkan perlu juga dilakukan oleh setiap provinsi.
"...Nah, bukti konkretnya evaluasi apa? Ya reshuffle."
Sejak awal, 28 Years Later tampil dengan gaya visual yang mencengangkan.
AI memiliki keterbatasan terkait aspek moral kemanusian, potensi bias dalam algoritma, serta kekhawatiran terhadap keamanan data dan privasi.
Vonis ini belum menunjukkan sikap keras terhadap korupsi di Indonesia.
Jadi sebenarnya Satgas Saber Pungli ini lahir dari kegagalan sistemik dalam penanganan korupsi kecil di birokrasi, jelas Zaenur.
"Pertanyaannya adalah apakah yang dilakukan oleh tiga kader PMII dengan membentangkan poster merupakan tindak pidana? Kami berpendapat bukan," tegas Andrie.
Prasejarah itu bukan sejarah awal. Saya sebagai pra sejarawan berpikir apakah yang mengganti itu tidak berpikir panjang akan implikasi yang ditimbulkan, ujar Truman.
"BUMN merupakan badan usaha milik rakyat, bukan milik rezim. Sudah seharusnya penunjukan direksi maupun komisaris harus melalui seleksi kualitas individu," ujar Huda.