Suara.com - Ribuan calon jemaah haji asal Indonesia yang mendaftar melalui jalur furoda atau visa Mujamalah harus menelan kekecewaan. Mereka gagal berangkat ke Tanah Suci setelah visa yang dijanjikan sebagai jalur undangan dan tanpa antrean itu dipastikan tak terbit. Mengapa itu bisa terjadi? Apa yang harus diperbaiki?
KEMENTERIAN Agama RI mencatat lebih dari 1.000 calon jemaah haji furoda gagal berangkat ke Tanah Suci. Hal ini terjadi karena pihak otoritas Arab Saudi sampai dengan batas akhir pelayanan memutuskan tidak menerbitkan visa Mujamalah di musim haji tahun 2025.
Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH), Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut bahwa alasan Pemerintah Arab Saudi tidak menerbitkan visa Mujamalah karena tahun ini sedang berfokus memperbaiki layanan demi kenyamanan jemaah.
"Kebijakan Kerajaan Arab Saudi menertibkan jemaah haji tahun ini, bagi kami perlu diapresiasi," kata Dahnil kepada Suara.com, Selasa 3 Juni 2025.
Pemerintah, kata Dahnil, juga tidak terlibat dalam proses negosiasi visa Mujamalah.
Sebab, haji furoda itu di luar kuota nasional yang telah ditetapkan melalui kesepakatan antara Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia.
"Itu murni Business to Goverment antara pihak travel atau PIHK —Penyelenggara Ibadah Haji Khusus— dengan Kerajaan Saudi Arabia," jelas Dahnil.
Sementara itu, Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj membenarkan yang disampaikan Dahnil.
Sebab, berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pemerintah memang hanya bertanggung jawab pada visa kuota resmi dari otoritas Arab Saudi yang terdiri dari 98 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus.
Sementara dalam UU PIHU, kata Siradj, hanya mengatur soal kewajiban Warga Negara Indonesia yang menerima undangan visa Mujamalah berangkat melalui PIHK.
Selain itu, PIHK juga diwajibkan melapor kepada Menteri Agama selaku pihak yang memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggara haji.
"Tahun berikutnya syarat, mekanisme dan standar pelayanan haji furoda ini harus diatur dan ditata dengan lebih baik dalam Revisi UU PIHU yang akan dilakukan oleh DPR RI dan Pemerintah," kata Siradj kepada Suara.com, Rabu 4 Juni 2025.
Aturan yang lebih rinci tersebut, menurut Siradj, sangat dibutuhkan demi melindungi jemaah dari serangkaian kerugian materiil maupun immateriil.
Selain juga diharapkan dapat menjadi panduan persaingan yang sehat dan wajar antar travel atau PIHK.
“Termasuk mempersempit ruang gerak travel-travel ilegal yang selama ini ikut bermain,” ujarnya.
Siradj menyebut bahwa praktik penipuan berkedok haji furoda di lapangan banyak terjadi. Di mana mereka menawarkan calon jemaah dengan janji manis: tanpa antre, dengan harga selangit dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Sayangnya janji tersebut acapkali tidak dibarengi dengan informasi yang detil, transparan dan potensi terjadi gagal berangkat yang juga terbuka lebar karena sangat tergantung pada dinamika kebijakan Arab Saudi yang cepat berubah,” tuturnya.
Karena Kuota Berkurang?
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Firman M Nur menyebut tidak adanya upaya dari pemerintah untuk menambah kuota haji tambahan menjadi salah satu faktor di balik banyak calon jemaah memilih haji furoda.
Walau haji furoda ini penuh ketidakpastian, karena terbit atau tidaknya visa Mujamalah sepenuhnya menjadi hak prerogatif pemerintah Arab Saudi.
Firman menyebut kuota haji Indonesia yang diberikan pemerintah Arab Saudi di tahun ini diketahui hanya mencapai 221.000 orang.
Rinciannya; 203.320 untuk haji reguler dan 17.680 haji khusus. Jumlah kuota tersebut lebih rendah dibanding musim haji tahun 2024, sebesar 241.000 orang.
Menurut Firman peristiwa gagal berangkat calon jemaah haji furoda bukan kali ini saja. Tetapi sudah pernah terjadi di 2022 ketika tak ada kuota haji tambahan untuk Indonesia.
"Tahun ini juga demikian, Indonesia tidak minta tambahan kuota. Efeknya adalah orang yang ingin cepat tidak ada solusinya. Padahal tambahan kuota adalah keniscayaan,” ujar Firman kepada Suara.com.
Di musim haji ke depan, Amphuri berharap pemerintah Indonesia lebih berupaya untuk meminta kuota haji tambahan kepada pemerintah Arab Saudi.
Selain itu, Firman menilai mekanisme pembagian porsi kuota tambahan antara haji reguler dan haji khusus juga perlu diatur lebih baik dan proporsional.
“Sebenarnya calon jemaah haji furoda ini mereka akan memilih haji khusus kalau kuotanya ada. Karena lebih cepat berangkat dan lebih pasti,” bebernya.
Nasib Jemaah dan PIHK?
Sejumlah PIHK yang tergabung dalam Amphuri tengah menyelesaikan terkait masalah gagal berangkat calon jemaah haji furoda.
Penyelesaiannya akan disesuaikan dengan Perjanjian Layanan antara calon jemaah dengan PIHK.
Sejak awal, kata Firman, calon jemaah haji furoda sebenarnya telah mengetahui visa Mujamalah adalah visa undangan yang tidak termasuk dalam kuota resmi negara.
Di mana keputusan akhir terkait terbit atau tidak, sepenuhnya menjadi hak prerogatif pemerintah Arab Saudi.
Firman mengatakan dalam Perjanjian Layanan antara PIHK dan jamaah, sifat spekulatif itu sudah dicantumkan.
“Jadi sebetulnya jemaah furoda sudah tahu bisa dapat dan bisa tidak dapat ketika dia mengambil pilihan visa Mujamalah,” jelas Firman.
Kondisi gagal berangkat ini menurut Firman tidak hanya merugikan jemaah. Tetapi juga PIHK. Biaya haji furoda yang mencapai di atas USD 20.000 per jemaah membuat kerugian potensial sangat besar jika visa tidak terbit.
Firman menyebut kerugian bisa mencapai USD 3.000–5.000 per jamaah, tergantung kesiapan dan biaya yang telah dikeluarkan oleh penyelenggara seperti untuk memesan hotel dan sebagainya.
Namun, tidak semua PIHK merugi. Firman mengakui, Maghfirah Travel, pengembalian dana dilakukan 100 persen karena belum ada biaya yang dikeluarkan.
“Kami kembalikan 100 persen. Karena kami juga belum mengeluarkan biaya. Itu sudah diatur dalam kontrak layanan,” tuturnya.
Walakin begitu, Firman berharap calon jemaah haji furoda tidak membatalkan keberangkatannya di tahun depan.
“Artinya, tetap mendaftar dan berusaha lagi tahun depan. Atau beralih kepada haji khusus yang punya kepastian tahun keberangkatan masa tunggu 5-7 tahun,” ucapnya.
Sementara anggota Tim Pengawas Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih berharap pemerintah Indonesia tetap memiliki tanggung jawab untuk melindungi calon jemaah haji furoda yang gagal berangkat.
Meski haji furoda itu bersifat business to business (B2B) antara PIHK dengan pemerintah Arab Saudi.
“Negara tetap harus hadir memastikan perlindungan hukum bagi jemaah,” katanya.
Di tengah polemik haji furoda, Ivan Gunawan tetap tenang dan khusyuk menjalani ibadah haji. Inilah potret haru perjalanan haji seorang Ivan Gunawan.
per satu minggu sebelum puncak haji, jumlah jemaah yang meninggal dunia sudah melebihi angka tahun lalu pada periode yang sama
"Jadi dengan demikian maka mestinya memang tidak ada travel yang mengimingi jemaah bahwa masih akan keluar visa furoda..."
Sebanyak 65 persen atau mayoritas perangkat desa yang kami wawancara menilai adanya potensi korupsi dalam program Koperasi Desa Merah Putih, kata Askar.
Polisi makin sering jadikan pengunjuk rasa tersangka, termasuk tim medis, dengan pasal karet. Tindakan represif aparat jarang diproses hukum, HAM terancam.
Tentu tidak perlu panik tetapi jelas harus waspada, tidak bisa diabaikan begitu saja, kata Tjandra.
"Sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu lembaga, tidak mungkin dia (Nadiem) tidak tahu program yang dilakukan anak buahnya," ujar Dewi.
Prabowo beri ultimatum pejabat tak becus untuk mundur, jika tidak akan dipecat. Survei IPO soroti kinerja sejumlah menteri, Pigai dan Budi Arie teratas layak di-reshuffle.
Pendidikan bukan perlombaan bangun paling pagi, tapi perjalanan tumbuh bersama. Dalam perjalanan itu, tubuh, jiwa, dan suara anak layak didengarbukan diabaikan, ujar Bukik.
PDIP masih terganjal dengan pengaruh mantan Presiden Jokowi di Pemerintahan Prabowo.