Horor Inses Online: Grup 'Fantasi Sedarah' Normalisasi Kejahatan Seksual Keluarga
Home > Detail

Horor Inses Online: Grup 'Fantasi Sedarah' Normalisasi Kejahatan Seksual Keluarga

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Jum'at, 23 Mei 2025 | 15:46 WIB

Suara.com - MASYARAKAT Indonesia digemparkan oleh grup Facebook Fantasi Sedarah. Grup di media sosial itu berisi percakapan dan konten berupa foto hingga video seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki hubungan keluarga dekat atau inses. Sejak dibuat Agustus 2024, grup itu memiliki 32 ribu anggota.

Setelah viral di media sosial, kepolisian melakukan penyidikan hingga menangkap enam orang sebagai tersangka. Para tersangka berinisial DK, MR, MS, MJ, MA, dan KA. Mereka berasal dari sejumlah daerah; Bengkulu, Lampung, Jawa Barat hingga Jawa Tengah.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan para tersangka memiliki perannya masing-masing. Seperti, DK selaku anggota grup yang mendistribusikan konten-konten seksual sedarah. DK menjual konten itu seharga Rp 50 ribu untuk 20 video, dan 40 konten video seharga Rp100 ribu lewat akun anonimnya.

MR dengan nama pengguna Nanda Chrysia berperan membuat grup tersebut pada Agustus 2024. Dia juga bertugas sebagai admin yang mengendalikan grup. Lalu MS dengan nama pengguna Masbro berperan memproduksi konten. Dia membuat video porno dengan dua anak di bawah umur yang merupakan keponakannya dan adik iparnya berusia 21 tahun.

Tersangka dihadirkan saat konferensi pers ungkap kasus asusila dan pornografi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Fauzan/bar]
Tersangka kasus kekerasan seksual dalam grup facebook 'fantasi sedarah' dihadirkan saat konferensi pers di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025). [Antara/Fauzan/bar]

Kemudian MJ dan MA juga berperan sebagai kontributor. Sedangkan KA, selain menjadi member dan kontributor, dia juga mendistribusikan konten-konten tak senonoh ke grup lain bernama 'Suka Duka'. Polisi juga mengungkap bahwa tersangka MJ merupkan buronan Polresta Bengkulu dalam kasus pencubulan anak.

Hasil penyelidikan ditemukan 402 gambar dan tujuh video yang bermuatan pornografi. Motif para pelaku adalah untuk memuaskan hasrat seksualnya dan kepentingan ekonomi dari hasil penjualan konten pornografi.

Anak-anak Rentan Kekerasan Seksual

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam praktik grup inses tersebut, apalagi ada anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Komisioner KPAI Aris Adi Laksono mengatakan grup itu semakin membuktikan bahwa ancaman kekerasan seksual justru datang dari orang terdekat.

"Karena pengaduan di KPAI juga membuktikan tentang kekerasan seksual tertinggi pelakunya orang-orang terdekat. Yakni ayah kandung, bahkan ayah tiri, kemudian guru, teman di sekolah," kata Aris kepada Suara.com, Kamis (22/5/2025).

Sepanjang 2024, KPAI menerima 256 pengaduan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Aris menyebut orang terdekat seperti hubungan keluarga menempati posisi ketiga yang paling banyak diadukan sebagai pelaku.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Daden Sukendar menilai Grup facebook Fantasi Sedarah berpotensi menjadi alat untuk menormalisasi hubungan seksual sedarah atau inses. Grup itu seolah ingin menyampaikan pesan bahwa hubungan sedarah suatu hal wajar. Padahal dalam konteks budaya dan hukum di Indonesia, inses termasuk dalam perilaku terlarang.

Kasus tersebut menjadi pertanda bahaya, apalagi dengan jumlah anggota Grup Fantasi Sedarah mencapai 32 ribu orang.

"Tentunya akan mencederai ruang aman bagi keluarga. Yang notabene mestinya kan lingkungan keluarga itu menjadi ruang aman pertama. Tetapi justru dengan keberadaan grup itu mencederai ruang aman yang semestinya melindungi keluarganya, malah menjadi pelaku kekerasan seksual," kata Daden kepada Suara.com pada Kamis kemarin.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji (kedua kanan) memberikan keterangan disaksikan Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko (tengah) dan Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak - Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Brigjen Pol. Nurul Azizah (kedua kiri) beserta sejumlah pejabat Bareskrim Polri saat konferensi pers ungkap kasus asusila dan pornografi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Fauzan/bar]
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji (kedua kanan) memberikan keterangan disaksikan Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko (tengah) dan Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak - Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Brigjen Nurul Azizah (kedua kiri) beserta sejumlah pejabat Bareskrim Polri saat konferensi pers ungkap kasus asusila dan pornografi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025). [Antara/Fauzan/bar]

Berkaca dari aduan yang diterima Komnas Perempuan, kasus kekerasan seksual sedarah paling banyak terjadi pada 2019. Jumlahnya mencapai 1.071 kasus.

Aduan terbanyak dalam lima tahun terakhir. Sementara dalam konteks kekerasan seksual di ranah personal, inses selalu menempati posisi tertinggi setiap tahunnya.

"Dengan pelaku utama itu adalah ayah kandung dan paman. Nah ini kan miris ya, sangat miris, lebih dari hewan," ujar Daden.

Dia pun menyebut kasus kekerasan seksual sedarah menjadi sebuah fenomena gunung es, sebab banyak kasus tidak dilaporkan. Penyebabnya relasi kuasa yang timpang antara pelaku dengan korban.

Dalam kasus ayah dengan anak perempuannya, misalnya, korban kerap mendapatkan ancaman dari pelaku. Situasi tersebut semakin sulit karena masih adanya pandangan bahwa korban pemerkosaan dianggap sebuah aib.

Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Prof. Bagong Suyanto menjelaskan inses termasuk perilaku seksual yang menyimpang. Di tengah masyarakat perilaku itu dianggap tabu. Karena itu, mereka yang memiliki fantasi seksual sedarah akan menyembunyikan ketertarikannya.

Namun keberadaan media sosial mengakibatkan pergeseran. Mereka yang memiliki fantasi itu secara terang-terangan menunjukkan eksistensinya. Keberadaan grup itu membuat mereka menjadi saling terhubung dan merasa bahwa mereka tidak sendiri. Buktinya jumlah anggota grup itu mencapai 32 ribu orang.

"Seolah-olah mereka merasa menemukan kelompok yang sama, menjustifikasi perilaku mereka yang keliru itu. Mereka merasa memiliki teman," kata Bagong kepada Suara.com.

Bagong menambahkan, kelompok ini semakin merasa terlindungi dan aman karena media sosial seperti Facebook memungkinkan mereka tidak harus menunjukan identitas aslinya. Mereka bisa membuat akun anonim dengan identitas palsu.

"Padahal mereka tidak tahu kalau seperti itu tetap akan bisa dilacak," ujar Bagong.

Kepolisian didorong mengusut tuntas kasus tersebut. Tak kalah penting menelusuri korban lainnya. Sebab tak menutup kemungkinan korban berjumlah lebih dari tiga orang. Apalagi kekerasan seksual dalam relasi keluarga membuat korban tidak berani bersuara.

Oleh karena itu, dalam penanganan kasus ini, Aris dari KPAI menyarankan kepolisian membuka pusat pengaduan yang mudah diakses masyarakat. Dia pun menekankan pemulihan dan perlindungan korban harus diutamakan. Anak yang menjadi korban identitasnya harus dirahasiakan.

Sementara Deden dari Komnas Perempuan mendorong kepolisian menjerat pelaku dan pihak yang terlibat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) selain UU ITE dan Perlindungan Anak dalam kasus ini. Hal ini penting supaya hak-hak para korban bisa terpenuhi.

Penyidikan juga diharapkan tidak hanya kepada enam tersangka yang baru ditangkap. Potensi pelaku lainnya harus ditelusuri. Mereka harus dipastikan mendapatkan hukuman yang setimpal.

Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Digital didorong untuk meningkatkan pengawasan di ruang digital melalui patroli siber. Grup-grup yang rawan harus segera ditindak. Selain itu juga harus proaktif berkoordinasi dengan platform, seperti Meta untuk meningkatkan keamanan dan perlindungan di media sosial.


Terkait

3 Rekomendasi Mobil Honda Cocok untuk Keluarga Kecil, Harga Mulai Rp60 Jutaan
Jum'at, 23 Mei 2025 | 15:17 WIB

3 Rekomendasi Mobil Honda Cocok untuk Keluarga Kecil, Harga Mulai Rp60 Jutaan

Berikut 3 pilihan mobil Honda yang direkomendasikan untuk kalian yang mencari muatan 4 orang.

TFR News Luncurkan LittleDoodle, Perayaan Kreatif dan Edukatif untuk Keluarga Indonesia
Jum'at, 23 Mei 2025 | 12:55 WIB

TFR News Luncurkan LittleDoodle, Perayaan Kreatif dan Edukatif untuk Keluarga Indonesia

Wadah kreativitas anak yang menghadirkan sederet aktivitas seru, seperti DIY arts &crafts workshop, permainan, serta bazaar berbagai produk anak

Ancaman Nyata Grup Fantasi Sedarah di Medsos
Kamis, 22 Mei 2025 | 22:32 WIB

Ancaman Nyata Grup Fantasi Sedarah di Medsos

Jagat maya Indonesia dihebohkan oleh kemunculan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah.

Terbaru
Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis
nonfiksi

Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis

Sabtu, 08 November 2025 | 08:00 WIB

Pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran utama adalah bukti ketajaman mata Reza Rahadian sebagai sutradara.

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja nonfiksi

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja

Jum'at, 07 November 2025 | 19:50 WIB

Deway, mahasiswa Kalbar di Jogja, belajar menenangkan kecemasan dan menemukan rumah di kota asing.

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

×
Zoomed