Parpol Didanai Negara: Solusi atau Jebakan Korupsi Baru?
Home > Detail

Parpol Didanai Negara: Solusi atau Jebakan Korupsi Baru?

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Rabu, 21 Mei 2025 | 08:20 WIB

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengusulkan partai politik atau parpol didanai APBN. Langkah ini dinilai penting sebagai upaya menekan praktik korupsi di balik mahalnya ongkos politik. Apakah itu bisa menjamin?

USULAN agar partai politik mendapat bantuan dana besar dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) disampaikan Wakil Ketua KPK Korupsi Fitroh Rohcahyanto dalam diskusi bertajuk ‘State Capture Corruption: Belajar dari Skandal e-KTP' pada Kamis, 15 Mei 2025.

Fitroh menilai langkah ini penting diambil sebagai upaya menekan praktik korupsi. Sebab kasus korupsi yang terjadi selama ini menurutnya tidak terlepas dari mahalnya biaya ongkos politik yang harus dikeluarkan. Baik di level calon anggota legislatif, kepala daerah hingga presiden dan wakil presiden.

Di tengah mahalnya ongkos politik itu, kata Fitroh, calon pejabat tersebut acap kali mencari sumber dana dari para pemodal atau pengusaha. Kondisi tersebut yang kemudian melahirkan praktik koruptif sebagai bagian dari upaya balas budi ketika mereka terpilih.

“Sering terjadi di kasus korupsi, timbal baliknya ketika menduduki jabatan tentu akan memberikan kemudahan bagi para pemodal ini untuk menjadi pelaksana kegiatan proyek-proyek di daerah, kementerian, maupun di dinas-dinas," ungkap Fitroh.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat memberikan keterangan pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta. (ANTARA/Rio Feisal)
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat memberikan keterangan pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta. (Antara/Rio Feisal)

KPK, kata Fitroh, sebenarnya telah berulang kali menyarankan agar partai politik atau parpol mendapat bantuan dana yang lebih besar dari APBN. Setidaknya ia meyakini langkah ini dapat menekan terjadinya praktik korupsi balas budi.

“Salah satu yang pernah dan akan terus dilakukan KPK adalah memberikan rekomendasi pendanaan terhadap partai politik agar dibiayai dari APBN,” tuturnya.

Dalam pelaksananya KPK menurut Fitroh akan turut melakukan pengawasan. Selain itu Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK nantinya juga memiliki hak untuk melakukan audit terhadap parpol yang menerima bantuan dana APBN.

“Tentu harus bisa diaudit dan dipidana kalau memang ada unsur tindak pidananya,” jelas Fitroh.

Usulan KPK tersebut turut mendapat dukungan dari Menteri Hukum Supratman Andi Agtas. Ia sependapat bahwa bantuan dari APBN ini penting untuk memastikan parpol tidak menerima dana dari pihak eksternal yang bisa menjadi celah terjadinya praktik koruptif balas budi.

“Saya mendukung gagasan KPK. Semoga KPK bisa melakukan kajian yang komprehensif terkait dengan besaran bantuan kepada partai politik yang bersumber dari APBN. Karena bersumber dari APBN maka penggunaan dana tersebut juga wajib untuk diaudit oleh BPK,” ujar Supratman.

Dituntut Lebih Akuntabel dan Transparan

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyambut positif usulan KPK. Sebab wacana agar parpol mendapat bantuan dana yang lebih besar dari APBN ini juga telah lama diusulkan oleh Perludem bersama kelompok organisasi masyarakat sipil lainnya.

Peneliti Perludem, Haykal menyebut saat ini parpol sebenarnya telah mendapat dana bantuan dari APBN, tapi nominalnya masih terbilang kecil.

“Kalau dikaji berdasarkan kebutuhan partai politik, itu memang masih sangat kecil,” kata Haykal kepada Suara.com, Senin (19/5/2025).

Ketentuan terkait Bantuan Keuangan Partai Politik telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009. Dalam perubahan aturan tersebut disebutkan, nilai bantuan keuangan kepada parpol di tingkat pusat atau DPR RI sebesar Rp1.000/ suara sah. Kemudian di tingkat DPRD Provinsi sebesar Rp1.200/ suara sah dan Rp1.500/ suara sah untuk tingkat DPRD kabupaten atau kota.

Haykal menilai dengan adanya bantuan dana besar dari APBN, maka parpol dituntut untuk lebih transparan dan akuntabel dalam melaporkan keuangannya. Sebab selama ini parpol cenderung hanya sebatas melaporkan keuangan yang bersumber dari APBN yang nilainya kecil. Sementara sumber utama pendanaan parpol yang berasal dari iuran anggota hingga sumbangan pihak eksternal seperti pengusaha yang acap kali melahirkan praktik koruptif balas budi tidak terpantau.

“Jadi harapannya melalui peningkatan pemberian bantuan dana negara kepada parpol, nantinya parpol dalam tanda kutip bisa lebih dipaksa untuk akuntabel dan transparan,” jelas Haykal.

Di sisi lain, Haykal menilai sistem bantuan APBN yang berlaku saat ini juga cenderung lebih menguntungkan parpol-parpol besar. Sebab besaran bantuan yang dikeluarkan itu merujuk pada jumlah perolehan suara.

Ke depan, kata Haykal, Perludem menyarankan bantuan dana dari APBN itu dibagi dalam dua model. Selain berdasar jumlah perolehan suara sah, juga harus ada bantuan dana tetap dengan nominal yang sama.

Kirab Bendera Partai Politik Peserta Pemilu saat Deklarasi Kampanye Pemilu Damai 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Senin (27/11/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Kirab Bendera Partai Politik Peserta Pemilu saat Deklarasi Kampanye Pemilu Damai 2024 di Gedung KPU, Jakarta. [Suara.com/Alfian Winanto]

Tak hanya itu, Haykal menilai perlu adanya aturan yang membatasi jumlah sumbangan dana dari pihak eksternal kepada parpol. Aturan ini menurutnya penting, sebagai upaya mencegah terjadinya praktik koruptif balas budi.

“Misalnya sumbangan itu tidak boleh melebihi dari bantuan yang didapatkan dari negara. Ini penting untuk memastikan bahwa ruang gelap pemberian dana politik dari pihak swasta ini tidak lagi terjadi,” tuturnya.

Komitmen Parpol dan Penegak Hukum

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia berpendapat serupa. Dalam titik tertentu ia menilai usulan untuk menambah bantuan dana dari APBN kepada parpol memang bisa menekan terjadinya praktik koruptif balas budi di tengah mahalnya ongkos politik. Namun hal itu baru bisa terwujud jika parpol memiliki komitmen yang kuat dalam melaporkan keuangannya.

“Kalau misalkan itu tidak dilakukan ya tetap patut curiga kemungkinan besar siklus korupsi politik akan berlanjut. Karena salah satu perasyarat untuk mencegah korupsi itu soal transparansi,” jelas Yassar kepada Suara.com.

Yassar menyebut selama ini parpol memang cenderung tidak terbuka soal sumber dana yang mereka peroleh. Bahkan berdasar hasil wawancara yang dilakukan ICW, beberapa parpol memilih menolak menerima bantuan dana APBN karena nominalnya yang kecil dan harus diaudit.

“Jadi ketika pelaporan rumit tapi secara nominal tidak cukup menutupi kebutuhan tahunan mereka. Itu sangat banyak partai yang justru memilih untuk tidak mengambil bantuan politik tersebut,” bebernya.

Oleh karena itu, lanjut Yassar, jika pemerintah ingin meningkatkan bantuan kepada parpol, perlu ada pengawasan maksimal. Selain perlu komitmen dari penegak hukum untuk menindak apabila terjadi penyelewengan.

“Aparat penegak hukum harus lebih sigap untuk menindak dugaan-dugaan apapun yang mungkin berujung pada korupsi atau penyelewengan anggaran,” bebernya.

Peneliti Perludem, Haykal berpendapat serupa. Menurutnya partai politik bisa saja dijatuhi hukuman berupa pembubaran oleh Mahkamah Konstitusi atau MK jika nantinya terbukti terlibat dalam perkara korupsi.

“Pembubaran partai politik sidangnya ada di MK, walaupun itu belum pernah digunakan kewenangannya. Tetapi ini bisa menjadi salah satu jalan keluar ketika ada partai politik melakukan tindakan perbuatan melawan hukum atau melakukan korupsi dan sebagainya,” pungkas Haykal.


Terkait

Sri Mulyani Ungkap Program Efisiensi Anggaran Prabowo Berlanjut Hingga 2026
Selasa, 20 Mei 2025 | 14:07 WIB

Sri Mulyani Ungkap Program Efisiensi Anggaran Prabowo Berlanjut Hingga 2026

Sri Mulyani menegaskan bahwa program efisiensi anggaran akan terus berlanjut dan menjadi pilar utama dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.

APBN Berbalik Arah Usai Berdarah-darah Selama 3 Bulan, Kini Surplus Rp 4,3 Triliun
Selasa, 20 Mei 2025 | 12:14 WIB

APBN Berbalik Arah Usai Berdarah-darah Selama 3 Bulan, Kini Surplus Rp 4,3 Triliun

Pengumuman ini menjadi oase di tengah dahaga setelah APBN harus "berdarah-darah" alias mengalami defisit selama tiga bulan berturut-turut sejak Januari hingga Maret.

Analis: Ada yang Bilang Menkes Budi Mau Jadi Kandidat Wapres, Bersaing dengan Anak Bos Besar
Selasa, 20 Mei 2025 | 10:54 WIB

Analis: Ada yang Bilang Menkes Budi Mau Jadi Kandidat Wapres, Bersaing dengan Anak Bos Besar

Hensa mengatakan pernyataan Budi belakangan ini menyerupai strategi politikus yang tengah mencari perhatian untuk Pemilu 2029.

Terbaru
Membedah Alur Transfer Pemain di Liga Eropa: Dari Negosiasi hingga Aliran Uang
polemik

Membedah Alur Transfer Pemain di Liga Eropa: Dari Negosiasi hingga Aliran Uang

Minggu, 22 Juni 2025 | 12:19 WIB

Transfer pemain di liga-liga top Eropa, seperti Premier League atau Serie A Italia, bukanlah sekadar urusan jual beli antar klub.

Review 28 Years Later: Bukan Film Zombie Biasa, Aneh Namun Fantastis nonfiksi

Review 28 Years Later: Bukan Film Zombie Biasa, Aneh Namun Fantastis

Sabtu, 21 Juni 2025 | 10:08 WIB

Sejak awal, 28 Years Later tampil dengan gaya visual yang mencengangkan.

Hasto Gunakan AI untuk Pledoi di Sidang: Terobosan Hukum atau Ancaman Keadilan? polemik

Hasto Gunakan AI untuk Pledoi di Sidang: Terobosan Hukum atau Ancaman Keadilan?

Jum'at, 20 Juni 2025 | 19:05 WIB

AI memiliki keterbatasan terkait aspek moral kemanusian, potensi bias dalam algoritma, serta kekhawatiran terhadap keamanan data dan privasi.

Alasan Aneh Hakim Vonis Ringan Makelar Peradilan Zarof Ricar polemik

Alasan Aneh Hakim Vonis Ringan Makelar Peradilan Zarof Ricar

Jum'at, 20 Juni 2025 | 15:55 WIB

Vonis ini belum menunjukkan sikap keras terhadap korupsi di Indonesia.

Prabowo Bubarkan Satgas Saber Pungli Warisan Jokowi: Tak Efektif atau Ada Maksud Politik? polemik

Prabowo Bubarkan Satgas Saber Pungli Warisan Jokowi: Tak Efektif atau Ada Maksud Politik?

Jum'at, 20 Juni 2025 | 13:47 WIB

Jadi sebenarnya Satgas Saber Pungli ini lahir dari kegagalan sistemik dalam penanganan korupsi kecil di birokrasi, jelas Zaenur.

Poster Kritik Gibran Berujung Represi: 'Dinasti Tiada Henti' Jadi Pemicu? polemik

Poster Kritik Gibran Berujung Represi: 'Dinasti Tiada Henti' Jadi Pemicu?

Jum'at, 20 Juni 2025 | 06:29 WIB

"Pertanyaannya adalah apakah yang dilakukan oleh tiga kader PMII dengan membentangkan poster merupakan tindak pidana? Kami berpendapat bukan," tegas Andrie.

Prasejarah Dihapus? Penyusunan Ulang Sejarah Indonesia Mengancam Reputasi Akademik polemik

Prasejarah Dihapus? Penyusunan Ulang Sejarah Indonesia Mengancam Reputasi Akademik

Kamis, 19 Juni 2025 | 17:20 WIB

Prasejarah itu bukan sejarah awal. Saya sebagai pra sejarawan berpikir apakah yang mengganti itu tidak berpikir panjang akan implikasi yang ditimbulkan, ujar Truman.