Jokowi Lirik Kursi Ketum PSI, Peluang dan Tantangan di Depan Mata
Home > Detail

Jokowi Lirik Kursi Ketum PSI, Peluang dan Tantangan di Depan Mata

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Senin, 19 Mei 2025 | 10:33 WIB

Suara.com - Setelah dipecat dari PDI Perjuangan, Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi belum memutuskan bergabung atau membuat partai politik. Termutakhir ia mulai melirik kursi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Mungkinkah Jokowi memilih berlabuh ke PSI? Apa untung dan ruginya?

MUTAKHIR di sebuah rumah makan di Solo, Jawa Tengah, Jokowi kepada awak media mengaku tengah mengkalkulasi kemungkinan dirinya mendaftar sebagai Ketua Umum PSI. Namun ia tak ingin terburu-buru mengambil keputusan, mengingat masa pendaftaran masih tersedia cukup panjang hingga 18 Juni 2025.

“Jangan sampai kalau nanti misalnya saya ikut, saya kalah,” ucap Jokowi.

Ketua Umum PSI saat ini dijabat Kaesang Pangarep yang tidak lain merupakan putra bungsu Jokowi. Awak media sempat menyinggung Jokowi soal kemungkinan bersaing dengan putranya tersebut. Ia lantas berkelakar calon lain kemungkinan tidak akan mendaftar jika dirinya maju.

“Kalau saya mendaftar mungkin yang lain nggak mendaftar. Mungkin,” kelakarnya.

Pernyataan Jokowi itu bukan tanpa sebab. Di masa Pemilu 2024 lalu, Kaesang sendiri pernah bersedia memberikan posisi Ketua Umum PSI kepada ayahnya. Isyarat itu disampaikan Kaesang ketika ia dan Jokowi bertemu sejumlah kader PSI di Medan, Sumatera Utara. Saat itu Jokowi juga mengakui sudah lama menyukai partai yang memiliki tagline ‘Jokowisme adalah Kita’ tersebut.

Keidentikan Jokowi dengan PSI juga tercermin dari konsep baru yang diusung partai berlogo mawar tersebut. Di mana PSI saat ini mengusung sebuah konsep partai perorangan yang terinspirasi dari gagasan partai super Tbk Jokowi.

Pada 3 Maret 2025 lalu, Wakil Ketua Umum DPP PSI Andy Budiman kepada Suara.com blak-blakan mengakui itu. Selain terinspirasi dari Jokowi, konsep partai super Tbk ini menurutnya juga telah banyak diterapkan di beberapa negara; seperti Partai Podemos di Spanyol dan Five Stars Movement atau M5S di Italia.

Joko Widodo atau Jokowi dan Kaesang Pangarep. (Antara/ist)
Joko Widodo atau Jokowi dan Kaesang Pangarep. (Antara/ist)

Sebagai partai yang mengusung konsep partai perorangan, proses pemilihan ketua umum PSI akan dilakukan melalui sistem e-votting. Di mana seluruh anggota memiliki satu hak suara yang sama.

Masa pendaftaran bagi bakal calon ketua umum telah dibuka sejak 13 Mei hingga 18 Juni 2025. Mereka yang ingin mendaftar harus memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) serta mendapat surat rekomendasi minimal dari lima Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan 20 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI.

Sedangkan Pemilu Raya Ketua Umum PSI dijadwalkan berlangsung pada 12-19 Juli 2025. Hasilnya akan diumumkan pada 19 Juli 2025 dalam Kongres PSI di Solo, Jawa Tengah.

Wakil Ketua Umum PSI Andy Budiman sempat menyampaikan harapannya saat ditanya terkait kemungkinan Jokowi mendaftar sebagai calon ketua umum.

“Kita doakan,” kata Andy di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (13/5).

Untung dan Rugi Gabung PSI

Direktur Eksekutif Trias Politika, Agung Baskoro menilai peluang Jokowi bergabung dengan PSI cukup besar. Selain karena membutuhkan kendaraan politik, keputusan Jokowi bergabung dengan PSI dinilai lebih menguntungkan daripada harus membuat partai baru.

Agung menyebut terlalu besar sumber daya yang harus dikeluarkan Jokowi jika membuat partai politik baru. Baik dari segi waktu, energi, biaya dan sebagainya. Sehingga pilihan untuk bergabung dengan PSI menurutnya akan lebih menguntungkan bagi Jokowi.

Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi lapor Polda Metro Jaya terkait kasus tuduhan ijazah palsu. (Suara.com/Alfian)
Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi. (Suara.com/Alfian)

“Akan lebih efektif dan efisien jika Jokowi memanfaatkan partai yang sudah eksis. PSI menurut saya salah satu partai yang cukup potensial,” kata Agung kepada Suara.com, Sabtu (17/5/2025).

Di sisi lain PSI dinilai Agung juga akan diuntungkan dengan bergabungnya Jokowi. Sebagai mantan presiden dengan approval rating mencapai 78 persen di akhir masa jabatannya, kehadiran Jokowi di PSI diyakini dapat berdampak signifikan terhadap perolehan suara di Pemilu 2029.

“Jadi ketika keduanya, PSI dan Jokowi bersama itu bisa saling menguntungkan satu sama lain,” jelasnya.

Menurut Agung bukan tidak mungkin PSI nantinya bisa melenggang ke senayan setelah dua kali gagal dalam Pemilu 2019 dan 2024. Sebab kekuatan politik Jokowi yang selama ini tercecer setelah tak lagi memiliki partai akan lebih terkonsolidasi jika bergabung dalam PSI.

“Ke depan kalau memang ini digarap serius oleh Jokowi dan keluarga Solo bukan tidak mungkin PSI lolos parlemen dan PSI jadi partai menengah,” ungkapnya.

Sementara pengamat politik, Yusak Farchan menilai ada gelagat dari PSI yang cenderung memang ingin menarik Jokowi ke dalam partainya. Hal itu setidaknya terlihat dari syarat-syarat pencalonan ketua umum yang terkesan dilonggarkan. Di mana pencalonan itu dapat dilakukan oleh anggota baru.

“Kalau melihat syarat-syarat calon ketua umum yang dilonggarkan, memang ada kecenderungan PSI sedang berupaya menarik Jokowi sebagai ketua umum,” tutur Yusak.

Upaya PSI menarik Jokowi, kata Yusak, bukan tanpa alasan. Ia menduga siasat tersebut tak terlepas dari kegagalan Kaesang membawa PSI ke parlemen.

“Kalau Jokowi ketua umum, peluang PSI lolos senayan cukup terbuka. Apalagi jika angka parliamentary threshold diturunkan sesuai dengan rambu-rambu putusan MK sebelumnya," jelasnya.

Di satu sisi, Yusak juga sependapat dengan Agung. Menurutnya Jokowi juga akan diuntungkan jika bergabung ke PSI. Sebab Jokowi perlu kendaraan politik untuk menjaga kepentingan politik dan keluarganya.

“Kalau nggak berpartai, repot nanti Jokowi dihajar sana-sini,” beber Yusak.

Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga berpendapat berbeda. Menurutnya tidak ada jaminan bagi PSI bisa lolos ke parlemen jika Jokowi bergabung dalam partai tersebut.

“Persaingan sesama partai politik sangat ketat. Tidak mudah bagi partai gurem seperti PSI dalam waktu singkat bisa menyodok ke partai menengah,” ujar Jamiluddin kepada Suara.com.

Terlebih, kata Jamiluddin, di tengah beragam sorotan tajam terhadap Jokowi selama menjabat sebagai presiden. Seperti mengakali Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden hingga terpilih.

“PSI perlu mengkaji ulang plus minus bila Jokowi memimpin PSI. Jangan sampai terpilihnya Jokowi jadi ketum justru nantinya membuat PSI semakin menjadi partai gurem. Hal itu tentunya merugikan,” pungkasnya.


Terkait

Jokowi Dikabarkan Nyalon Ketum PSI, Golkar Pasrah!
Minggu, 18 Mei 2025 | 18:09 WIB

Jokowi Dikabarkan Nyalon Ketum PSI, Golkar Pasrah!

"...Kalau soal akhirnya beliau mau berlabuh ke partai mana, dan tentu kami sangat menghormati..."

Ramai Isu Ijazah Palsu, Fakta Ngeri Hukumannya Viral: Bukan Cuma Dipecat tapi Penjara 6 Tahun!
Minggu, 18 Mei 2025 | 17:38 WIB

Ramai Isu Ijazah Palsu, Fakta Ngeri Hukumannya Viral: Bukan Cuma Dipecat tapi Penjara 6 Tahun!

Ramai di medsos soal dugaan ijazah palsu tokoh publik. Penggunaan ijazah palsu, terutama saat melamar kerja, adalah tindakan pidana dengan ancaman hukuman penjara.

BREAKING NEWS! Kaesang Pangarep Kirim Isyarat Tinggalkan Persis Solo
Minggu, 18 Mei 2025 | 16:50 WIB

BREAKING NEWS! Kaesang Pangarep Kirim Isyarat Tinggalkan Persis Solo

Hal itu setelah sang bos, Kaesang Pangarep mengisyaratkan pamit meninggalkan tim berjulukan Laskar Sambernyawa.

Terbaru
Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya
polemik

Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya

Selasa, 01 Juli 2025 | 18:32 WIB

"Dalam catatan sejarah itu tercantum Blang Padang (milik Masjid Raya), kata Cek Midi.

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa! nonfiksi

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:05 WIB

M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar polemik

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:08 WIB

"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam polemik

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam

Kamis, 26 Juni 2025 | 14:36 WIB

Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu? polemik

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu?

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:41 WIB

Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis? polemik

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis?

Rabu, 25 Juni 2025 | 21:34 WIB

Angka ini sangat ambisius apabila dilihat dari track record koperasi kita, kata Jaya.

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik polemik

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik

Rabu, 25 Juni 2025 | 18:34 WIB

Pengakuan Marcella Soal Biaya Narasi Penolakan RUU TNI dan "Indonesia Gelap" Dinilai Berbahaya: Membuat Kelompok Masyarakat Sipil Semakin Rentan