Solusi Ajaib Pemerintah, Anak Keracunan MBG Tapi Wacananya Malah Dibuatkan Asuransi
Home > Detail

Solusi Ajaib Pemerintah, Anak Keracunan MBG Tapi Wacananya Malah Dibuatkan Asuransi

Chandra Iswinarno | Muhammad Yasir

Kamis, 15 Mei 2025 | 15:18 WIB

Suara.com - Badan Gizi Nasional (BGN) berencana memberikan asuransi bagi penerima program makan bergizi gratis atau MBG. Wacana ini mencuat di tengah banyaknya kasus keracunan di daerah. Apakah ini solusi atau inefisiensi?

GAGASAN pengadaan asuransi MBG bagi penerima manfaat diusulkan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.

Asuransi itu diklaim penting sebagai bagian dari mitigasi apabila terjadi kasus-kasus tertentu seperti keracunan yang dalam beberapa Waktu belakangan terjadi di sejumlah daerah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono menyebut bahwa Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sedang menyusun proposal agar perusahaan asuransi bisa mendukung pelaksanaan program MBG tersebut.

"Sudah diidentifikasi beberapa risiko, misalnya risk food poisoning atau keracunan, risiko kecelakaan, maupun risiko satuan pelayanan pemenuhan gizi," kata Ogi saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK, Jumat 9 Mei 2025.

Kasus siswa keracunan usai menyantap menu MBG diketahui telah berulang kali terjadi. Terbaru terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat.

Jumlah korban keracunan MBG pun tidak sedikit, jumlahnya mencapai 223 siswa. Bahkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bahkan menetapkan peristiwa keracunan itu sebagai kejadian luar biasa atau KLB.

Selain diklaim sebagai bentuk dukungan terhadap program MBG, usulan ini diharapkan OJK dapat meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia.

Walau masih dikaji dan didiskusikan bersama asosiasi, Ogi memastikan petanggungan hingga besaran premi yang harus dibayarkan untuk melindungi penerima program MBG ini tidak akan terlalu besar.

"Kami pastikan bahwa besarnya premi tidak terlalu besar, sehingga bisa memenuhi perlindungan dari risiko keracunan makanan atau kecelakaan kerja," katanya.

Sementara Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan bahwa rencana pengadaan asuransi bagi penerima program MBG masih sebatas wacana.

Ia mengakui perlu kajian lebih dalam untuk menentukan skema hingga besaran premi.

"Terus terang kami juga belum secara intensif berbicara terkait ini dengan Pak Presiden,” kata Dadan di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu 14 Mei 2025.

Sejauh ini, kata Dadan, BGN baru sebatas berdiskusi dengan OJK. Apakah usulan tersebut diterima atau tidak sepenuhnya akan diserahkan kepada presiden.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut pemberian asuransi untuk penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis masih sebatas wacana.(Antara)
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut pemberian asuransi untuk penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis masih sebatas wacana.(Antara)

Dadan juga mengakui bahwa saat ini perlindungan yang diberikan memang baru mencakup para pekerja di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

"Sedangkan untuk penerima manfaat, ini masih dalam wacana, karena produk asuransi semacam itu belum tersedia di Indonesia," ungkapnya.

Tambah Beban Negara

Wacana asuransi MBG yang bergulir untuk penerima manfaat menjadi hal yang kontradiktif, apalagi pemerintah pada awal tahun mengumumkan efisiensi anggaran di semua lini.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai pemberian asuransi bagi penerima program MBG tidak tepat dan patut ditolak.

“Asuransi MBG tidak diperlukan karena bisa menambah beban anggaran pemerintah dari sisi premi,” kata Bhima kepada Suara.com, Rabu 14 Mei 2025.

Program MBG diketahui telah berlangsung sejak 6 Januari 2025, namun belum digelar di seluruh wilayah Indonesia.

Pemerintah sendiri telah menargetkan program prioritas Presiden Prabowo itu mampu menyasar 82,9 juta penerima hingga akhir tahun dengan total anggaran yang disiagakan mencapai Rp171 triliun.

Berdasar data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga 29 April 2025, anggaran yang telah dicairkan untuk program MBG mencapai Rp2,3 triliun. Sedangkan jumlah penerima manfaat telah mencapai 3,26 juta orang.

Bhima menilai pemerintah semestinya meningkatkan standarisasi dan pengawasan untuk memastikan tidak ada kasus keracunan.

Bukan berwacana mengadakan asuransi yang justru berpotensi menambah beban anggaran negara.

"Asuransi itu kurang tepat, karena MBG program bantuan sosial. Pemerintah seharusnya memastikan 0 kasus keracunan. Itu tanggung jawab pemerintah dengan dana pengawasan yang sudah dialokasikan via APBN," jelasnya.

Ekonom INDEF (Institute For Development of Economics and Finance), Bhima Yudhistira. [Dok. pribadi]
Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira. Ia menilai pengadaan asuransi untuk penerima manfaat MBG hanya akan menambah beban negara. [Dok. pribadi]

Selain itu, Bhima juga khawatir jika wacana ini terealisasi akan menurunkan kualitas MBG. Sebab ada anggaran yang terpangkas untuk membiayai premi asuransi.

“Oleh karena itu wacana ini harus ditolak,” ujarnya.

Pasar Baru Industri Asuransi

Pendapat serupa disampaikan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar.

Ia menilai bahwa pemberian asuransi bagi penerima program MBG tidak sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.

Apalagi, kata Timboel, pemerintah juga telah memiliki program jaminan kesehatan nasional atau JKN, yakni BPJS Kesehatan yang seharusnya dimaksimalkan.

"Jadi nggak usah pakai asuransi lagi, untuk apa?" tutur Timboel kepada Suara.com.

Timboel curiga ada motif lain di balik wacana ini. Bukan semata memberikan perlindungan bagi penerima program MBG, ia menduga tujuan utamanya justru untuk membuka pasar baru bagi industri asuransi swasta.

“Ini kan kesannya membuka pasar untuk asuransi swasta. Ngapain, hanya menghamburkan biaya,” jelasnya.

Selain menolak pengadaan asuransi, Timboel menyarankan moratorium atau penundaan sementara program MBG.

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan mencari metode yang tepat di tengah permasalahan yang muncul selama pelaksanaan program MBG.

Apalagi setelah adanya kasus keracunan di Bogor hingga ditetapkan sebagai KLB.

“Ini harus menjadi keseriusan pemerintah bahwa satu daerah sudah menyatakan KLB. Kan bisa saja nanti potensi terjadi di daerah-daerah lain."

Menurut Timboel, sudah selayaknya MBG dimoratorium sementara waktu untuk mencari metode baru yang lebih efisien dan tepat sasaran.

"Jangan dipaksakan, saran saya lakukan moratorium sebentar untuk cari solusi dan metode baru yang lebih tepat sasaran dan aman,” katanya.


Terkait

Produknya Belum Ada di Indonesia, Kepala BGN Blak-blakan Asuransi untuk Penerima MBG Masih Wacana
Kamis, 15 Mei 2025 | 07:37 WIB

Produknya Belum Ada di Indonesia, Kepala BGN Blak-blakan Asuransi untuk Penerima MBG Masih Wacana

BGN kemungkinan akan melibatkan dua asosiasi asuransi, yakni yang berkaitan dengan asuransi umum serta jiwa.

Ombudsman Yakin Biangkerok Persoalan Pelaksanaan MBG karena Anggaran Kurang
Rabu, 14 Mei 2025 | 17:10 WIB

Ombudsman Yakin Biangkerok Persoalan Pelaksanaan MBG karena Anggaran Kurang

Ombudsman menilai program MBG bermasalah karena kurangnya anggaran. BGN akui terkendala waktu persiapan. Mulai Mei 2025, masalah anggaran MBG dijanjikan selesai.

MBG di Bogor Diduga Mengandung E. Coli dan Salmonella, Ketahui Bahayanya Bagi Tubuh Manusia
Rabu, 14 Mei 2025 | 13:40 WIB

MBG di Bogor Diduga Mengandung E. Coli dan Salmonella, Ketahui Bahayanya Bagi Tubuh Manusia

Ratusan siswa di Bogor keracunan makanan bergizi (MBG). Sampel makanan positif E. coli dan Salmonella. Diduga proses pengolahan dan penyimpanan tak higienis jadi penyebab.

Terbaru
Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!
nonfiksi

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:05 WIB

M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar polemik

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:08 WIB

"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam polemik

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam

Kamis, 26 Juni 2025 | 14:36 WIB

Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu? polemik

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu?

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:41 WIB

Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis? polemik

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis?

Rabu, 25 Juni 2025 | 21:34 WIB

Angka ini sangat ambisius apabila dilihat dari track record koperasi kita, kata Jaya.

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik polemik

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik

Rabu, 25 Juni 2025 | 18:34 WIB

Pengakuan Marcella Soal Biaya Narasi Penolakan RUU TNI dan "Indonesia Gelap" Dinilai Berbahaya: Membuat Kelompok Masyarakat Sipil Semakin Rentan

Suara Profetik Lintas Iman Menolak PSN Merauke: Penjarahan Berkedok Pembangunan polemik

Suara Profetik Lintas Iman Menolak PSN Merauke: Penjarahan Berkedok Pembangunan

Rabu, 25 Juni 2025 | 14:10 WIB

Proyek tersebut tidak berdasarkan pada prinsip-prinsip kemanusian dan adab," kata Busyro.